Tulisan ini dimuat di Kolom Resensi Koran Sindo 6 Juli 2014
Judul Buku : Bali Menggugat
Penulis :Putu Setia
Penerbit :Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan :Pertama, Februari 2014
Tebal :390 halaman
Bali menggugat? Menggugat siapa? Persoalan apa?. Mungkin itulah pertanyaan yang terlintas dalam benak saat pertama kali melihat judul buku ini.
Bali memang menyimpan sejuta misteri keindahan yang tak akan pernah ada habisnya. Lihat saja saat nama Bali disebut, sudah terpaku dalam ingatan setiap orang akan keindahan panorama alamnya, debur ombaknya yang bergulung-gulung, nyiur kelapa yang melambai-melambai, hingga kecantikan alami gadis Bali dengan kulit sawo matang dan payudara indahnya. Demikianlah gambaran tentang Bali yang terdapat pada buku-buku dan literature pariwisata yang ditulis oleh penulis asing di bawah tahun 1960-an.
Namun buku yang ditulis oleh Bli Putu ini mencoba menyuguhkan sesuatu yang berbeda prihal Bali serta segala sesuatu yang melingkupinya. Buku setebal 390 halaman ini lahirsebagai jawaban atas kekecewaan beberapa orang yang menuding Bali sudah tak suci lagi. Sekaligus juga sebagai otokritik kepada segenap masyarakat Bali, pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan orang-orang yang berhubungan dengan Bali.
Ada banyak hal dibahas oleh Bli Putu dalam buku yang pada awalnya berjudul Menggugat Bali ini. Sebagai manusia yang dilahirkan di Bali, Bli Putu merasa resah saat melihat pudarnya beberapa kesenian teater rakyat yang dulu sempat diminati oleh masyarakat Bali. Arja misalnya. Menurut Bli Putu, arja adalah sebuah seni teater rakyat yang begitu lengkap unsur-unsur yang dimainkan di dalamnya. Ada tari, tembang, tabuh, drama, vokal, seni rias, seni busana. Dulunya kegiatan teater rakyat ini selalu dipenuhi pengunjung yang berjejalan ingin menyaksikannya.