Mohon tunggu...
Muhammad Ichsan
Muhammad Ichsan Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

http://ichsannotes.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ironi Jalanan

16 Juli 2023   19:14 Diperbarui: 16 Juli 2023   19:42 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ia duduk di sana
di pinggir jalanan sesak
ketika deru roda serupa
napas kota yang tersengal

selembar resah lelah terkapar
di rongga dadanya yang tipis
bertanya remah-remah tersisa
di antara timbunan sampah

simak asanya, matahari haru
tumpah sinarnya berwarna biru,
namun deru roda riuh mencumbu kota,
do'a pemulung tua menguap di langitnya  

bila senja mulai merona
ia menjadi jingga di ujung hari
tenggelam ke dalam kelam
di suatu negeri berhawa sunyi

dalam gigilnya, pemulung tua bertahan
memaksa diri bagai patung kota teguh berdiri
o, engkau cendawan peradaban!
harapkan kotamu ingat nasibmu ini

jika mampu, kuingin usap dahimu
tapi peluhmu terburu mengering
sekering takdirmu yang terasing,
pungut remah rezeki di negeri sendiri.

sungguh engkau adalah pesan
tentang ide keadilan yang usang:
siapa bilang kemakmuran bisa merata
dapat dijangkau mereka yang jelata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun