Mohon tunggu...
Muhammad Fadly M
Muhammad Fadly M Mohon Tunggu... Lainnya - Rakyat Jelata

Hobi nganggur, tiap hari cuman seruput kopi dan menghisap rokok surya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat Kecil di Tengah Instabilitas Sosial

4 Februari 2016   10:39 Diperbarui: 4 Februari 2016   14:48 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Instabilitas sosial, ekonomi dan politik yang menimpa bangsa kita semakin menggelisahkan kehidupan civil society dari Sabang sampai Marauke. Mereka yang merasa tak aman, tentram dan damai mulai meninggalkan jakarta dan “mengungsi” ke daerah yang jauh dari kerawanan sosial, ibarat rombongan trek-vogels yang meninggalkan Afrika kembali ke Benua Eropa demi “keselamatan” Instabilitas ini mempersulit para pakar untuk memprediksi hari esok bangsa yang tercekam krisis berkepanjangan.

Rupanya instabilitas ini memunculkan proses adu kekuatan di kalangan elite politik yang merasa lebih berhak menyelamatkan bangsa berpenduduk 270-an juta jiwa ini. Yang diincar umumnya takhta kekuasaan dan palu penentu keputusan di arena pengadilan. Kadang, metode untuk meluncur ke kursi kekuasaan bertentangan dengan perikemanusiaan. Tanah Air semakin makmur dan sekaya Indonesia menjadi objek rebutan sejumlah tokoh politik. Predikat bangsa indonesia sebagai “negara miskin” hanya mempermudah perolehan “dana pinjaman kekal” luar negeri dan pinjaman itu sering kali dijadikan lahan subur perwujudan pemegang roda pemerintahan. Tak heran pendulum politik akhir-akhir ini berusaha merebut hati rakyat banyak. Pasca pemilu serentak yang baru usai dan menjelang pemilu-pemilu mendatang, masing-masing elit politik berusaha untuk tidak menyakiti hati rakyat.

Percaturan politik pasca Orde Baru sampai saat ini sibuk menyusun langkah taktis untuk memenangkan setiap pemilu yang akan datang. Di tengah arena percaturan ini rakyat jelata langsung meneriakan penegakan keadilan dan kejujuran sebagai nilai konstitutif perwujudan pemilu yang bersih, dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kaidah kebenaran dan terhindar dari bentuk fisik antargolongan. Teriakan ini bersumber pada pengalaman tiap pemilu dilaksanakan. Pemberian suara lebih dari satu kali dan kebocoran dalam perhitungan suara, hendaknya dicegah dari awal. Bisikan hati nurani tiap warga harus dihargai penuh dalam tiap moment pemilu. Tentu, percaturan politik yang hanya terkonsentrasi pada putaran suara terbanyak tanpa mempertimbangkan kebenaran cara yang dipergunakan, keadilan dan kejujuran dalam pemilu, dengan sendirinya akan meningkatkan instabilitas sosial, ekonomi dan politik.

Skala prioritas program pemerintah transisional pertama-tama bukan terletak pada perebutan kuasa dan kemenangan dalam pemilu yang terjadi, melainkan pada (1) perwujudan maksud pemilu secara demokratis ; (2)pelaksanaan pemilu secara adil-jujur; (3) rasa tanggung jawab atas hidup dan nasib “rakyat kecil” yang tersebar hingga ke perempatan jalanan. Ketiga agenda ini tak boleh diabaikan, sebab sudah berpuluh-puluh tahun rakyat Indonesia sulit mencapai kebebasan demokratis dalam pemilu. Sebagian rakyat sudah bosan mendengarkan kampanye yang menebar janji-janji indah tanpa relasi. Mereka tak puas dengan pemilu sebagai adegan sandiwara yang tak sanggup menghapus ketidakpastian hukum dalam penanganan kasu-kasus yang merugikan civil society.

Tingkatan Partisipasi Politik

Stabilitas sosial, ekonomi dan politik bergantung pada banyak unsur partisipasi seluruh rakyat dalam pembangunan bangsa. Saling keterkaitan antara tingkat partisipasi politik dan tingkat institusionalisasi politik akan memperteguh tiang-tiang stabilitas nasional. Sehingga, keterlibatan dalam dunia politik tidak boleh hanya didominasi oleh “elite politik” kelas tinggi; sementara itu, rakyat kelas terbawah dan menengah disingkirkan.

Ketakmerataan dalam keterlibatan ini akan menimbulkan instabilitas sosial dalam sebuah bernegara. Biasanya, ketidakmerataan partisipasi ini menimbulkan monopoli, yang merambat ke segala bidang hidup masyarakat: sosial, ekonomi dan politik. Gejala ini tampak dalam kasus monopoli padi dan cengkeh di Sulawesi dan Maluku. Pelalaian dalam partisipasi politik dan penerapan sistem birokrasi kaku dan feodal hanya terpusat di Jakarta akan meningkatkan instabilitas politik di seluruh indonesia.

Prinsip partisipasi, salah satu cita0cita terbesar iluminisme dan Revolusi Prancis (1789), adalah pilar hakiki dalam pembangunan civil societ sebeb prinsip ini memprioritaskan kerja sama dengan pihak lain dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sebagai hak dasar tiap individu, partisipasi tidak hanya berarti ambil bagian dalam suatu kegiatan, tetapi lebih merupakan keterlibatan langsung dalam kegiatan tertentu. Setiap warga negara memiliki hak yang sama memajukan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Masyarakat yang tengah kita bangun bukanlah masyarakat elite dominasi keturunan penguasa tertentu, melainkan civil society yang menjunjung tinggi kesamaan hak setiap warga negara dalam proses mewujudkan cita-cita dasar pembentukan negara Republik Indonesia (sila keempat Pancasila).

Cita-cita dasar para founding father negara Indonesia takkan pernah terwujud kalau masalah perwujudan keadilan sosial tak pernah dipikirkan atau disinggung dalam percaturan politik nasional bangsa kita. Partisipasi aktif ini merupakan terjemahan, langsung dan cita-cita asasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Pelecehan atas nilai kemanusiaan yang sederajat dan sama hanya akan mengerdilkan perwujudan dimensi partisipasi dalam masyarakat kita. Yang mesti diperangi dari era Reformasi sampai era yang paling baru saat ini adalah sisa-sisa rezim Orba yang masih berniat menegakkan benih-benih kolusi dan nepotisme yang melupakan peran keadilan dalam civil society.

Ingat “rakyat kecil”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun