Beberapa bulan belakangan ini saya melihat, mendengar dan membaca baik dari media cetak, elektronik sampai media online mengenai beragam pemberitaan yang berkaitan dengan politik kekuasaan, mulai dari pemberitan pilkada dan sengketanya, aktifitas partai beserta para tokoh politiknya serta berita tokoh – tokoh politik dari partai tertentu yang terkait kasus korupsi, baik yang hanya sekedar isu ataupun yang tengah menyandang status tersangka, terdakwa sampai yang telah mendapatkan putusan persidangan dan menjadi warga binaan di lembaga pemasyarakatan, berita – berita tersebut selalu menjadi topik utama di berbagai media massa, yang berbeda dari berita – berita tersebut hanyalah cara penyampaian, intensitas dan durasi berita yang berbeda dari masing – masing media, tergantung dari berita tersebut terkait dengan siapa, partai apa dan tentu saja terkait dengan siapa pemilik dari media - media massa tersebut.
Pemberitaan – pemberitaan yang diberitakan berbagai macam media massa seharusnyanya adalah sebuah informasi – informasi yang jujur, berlandaskan fakta - fakta dan sesuai dengan sikap profesionalisme tanpa adanya kepentingan – kepentingan terselubung. Pemberitaan – pemberitaan yang jujur akan menghasilkan berita – berita yang sangat dibutuhkan sebagai bahan pembelajaran dan pendidikan bagi seluruh masyarakat, akan tetapi dewasa ini dengan melihat dan mendengar berbagai pemberitaan yang cenderung hanya bersifat isu dan menyudutkan, serta intensitas pemberitaan dari media - media massa yang cenderung tidak berimbang, mengakibatkan netralitas dan kejujuran dari media - media massa (terutama media – media yang berafiliasi dengan tokoh – tokoh politik maupun partai – partai politik yang sedang bertarung memperebutkan kekuasaan) menjadi pertanyaan besar yang cenderung telah terjawab akan tetapi dianggap lumrah dan terus mengalami proses pembiaran.
2014 adalah tahun politik dan faktanya para tokoh – tokoh politik yang juga merupakan para petinggi partai adalah pemilik media – media massa besar, mulai dari media elektronik sampai media online dan tidak bisa dipungkiri bahwa untuk memperoleh kekuasaan, para tokoh – tokoh politik tersebut bertarung dengan menghalalkan segala cara, termasuk menggunakan media massa yang dimilikinya, dengan cara melakukan iklan - iklan politik baik tentang partai maupun dirinya sendiri dengan intensitas yang sangat berlebihan, sebut saja salah satu contohnya TV One dengan ARB dan Golkarnya dan juga intensitas pemberitaan yang mana jika positif bagi partai ataupun dirinya selaku pemilik media massa akan memiliki durasi dan intensitas yang abnormal dan sangat berlebihan, begitu juga jika pemberitaan yang bersifat negatif yang terkait dengan tokoh – tokoh politik maupun partai politik yang merupakan saingan dalam memperebutkan kekuasaan, maka pemberitaan tersebut akan sangat gencar dilakukan, bahkan pemberitaan tersebut cenderung menyudutkan dan menyajikan kesimpulan yang bersifat konspirasi dibandingkan menyajikan fakta – fakta yang sebenarnya, tentu saja dengan tujuan menggiring opini publik dan menjatuhkan lawan ataupun partai yang saingan, salah satu contohnya adalah okezone.com, sebagai media online yang selalu menampilkan berita mengenai Wiranto alias WIN dengan Hanuranya dan yang paling lebay serta alay adalah berita – berita mengenai pemiliknya Hary Tanoesoedibjo alias HT beserta ormas yang dibentuknya Perindo, yang selalu hadir di tajuk utama.
Netralitas dan kejujuran dari media – media massa semakin jauh dari fitrahnya, bahkan pihak – pihak yang berwenang terkait hal tersebut cenderung menutup mata dan melakukan pembiaran, untuk itu masyarakat dituntut harus pintar dan cerdas dalam memilah hal – hal yang disajikan oleh media massa. Harapan dan himbauan kepada para petinggi media – media massa untuk mengedepankan profesionalitas dan berani bersikap tegas terhadap intervensi dari pihak manapun termasuk dari pemilik media – media itu sendiri, ingatlah media massa merupakan salah satu pilar perjuangan dan merupakan ruang belajar bagi seluruh masyarakat.
Salam Bumi
(BTH – MC)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H