Mohon tunggu...
Muhammad Ammar
Muhammad Ammar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, UPN Veteran Yogyakarta

Suka mencium hal-hal yang berbau perpolitikan internasional

Selanjutnya

Tutup

Financial

Harga Minyak Dunia Kembali Melesat Naik di Tengah Ancaman Resesi, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

8 Oktober 2022   21:22 Diperbarui: 8 Oktober 2022   22:39 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikutip dari inbizia, harga minyak dunia (brent oil crude) per Sabtu (8/10/2022) secara signifikan melesat naik sebesar 14% ke harga 99,54 USD/ barel setelah mengalami penurunan terendah pada bulan September lalu di harga 86,57 USD/barrel. Perubahan fluktuatif harga minyak ini diyakini sebagai imbas dari keputusan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC+) yang memangkas produksi hingga 2 juta barel per hari, berdasarkan hasil rapat OPEC+ di Wina pada hari Rabu (5/10/2022). Pemotongan output ini merupakan yang terbesar sejak awal pandemi Covid tahun 2020 dengan mengutip alasan "ketidakpastian akibat krisis yang sedang mengelilingi prospek pertumbuhan ekonomi dan pasar minyak global”. Kelompok penelitian Capital Economics memperkirakan harga minyak global akan terus cenderung naik hingga melebihi harga minyak di awal krisis Rusia-Ukraina. Sebagai informasi, harga minyak global pada saat invasi Rusia berada di angka 128 USD per barel.

            Keputusan pemangkasan produksi disambut dengan kekecewaan oleh beberapa negara terutama Amerika Serikat. Dikutip dari VOA, Presiden Biden menyatakan pihaknya kecewa dengan keputusan OPEC tersebut, mengingat harga energi global sendiri sudah meningkat lebih tinggi dari yang diperkirakan akibat krisis Rusia-Ukraina. Pemotongan produksi minyak akan memiliki dampak negatif yang lebih dalam terhadap ekonomi AS serta negara - negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sudah terguncang karena kenaikan harga energi (gas). Kenaikan harga minyak ini juga mempunyai dampak yang cukup besar pada rapuh nya harga pangan, hal ini banyak dijadikan sebagai acuan dasar dari beberapa peneliti ekonomi yang memprediksi terjadinya peristiwa resesi global di tahun 2023.

            Penyebab kenaikan harga yang terjadi memang tidak lepas dari keputusan organisasi OPEC+ dan beberapa faktor politik-ekonomi di negara anggota OPEC. Menurut statistik 2018, OPEC mengendalikan hampir 80% pasokan cadangan minyak dunia. Konsorsium tersebut memiliki peran dalam menetapkan tingkat produksi untuk memenuhi permintaan global yang dapat mempengaruhi harga minyak dan gas bumi dengan meningkatkan atau mengurangi produksi. Selain kuota produksi, harga komoditas minyak dunia dipengaruhi oleh kapasitas penyimpanan (stok cadangan strategis) dan suku bunga global. Seperti yang dijelaskan pada awal paragraf, keputusan OPEC+ memangkas produksi untuk menaikkan harga minyak tidak lepas dari situasi ekonomi global sekarang yang cenderung tidak terarah dan memiliki vibe negatif bagi harga dan jumlah permintaan dunia akan minyak mentah.

            Di lain faktor, terkhusus pada faktor suku bunga (interest rate). Suku bunga Fed (yang telah banyak dijadikan acuan suku bunga internaisonal) pada bulan ini naik sebesar 75 Bps. Kenaikan suku bunga Fed yang terjadi sejak akhir September ini diambil dengan tujuan memerangi inflasi, demikian menurut keterangan dari gubernur federal reserve The Fed, Christopher Waller dalam sambutannya di University of Kentucky seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (7/10/2022). Suku bunga memiliki korelasi terbalik dengan penawaran/pemintaan terhadap minyak. Suku bunga memiliki kaitan dengan biaya konsumen dan produsen. Peningkatan suku bunga membuat permintaan terhadap minyak turun. Dengan teori yang sama, ketika suku bunga turun, konsumen dan perusahaan dapat meminjam dan membelanjakan uang dengan lebih leluasa, sehingga mendorong permintaan minyak. Semakin besar penggunaan, semakin banyak konsumen yang menawar harga minyak.

             Ketentuan suku bunga Fed ini pada akhirnya saling bertentangan dengan kebijakan pembatasan kuota produksi minyak oleh OPEC+ yang bermaksud menaikkan harga minyak dunia. Keadaan ekonomi dunia sekarang sedang dihadapkan pada situasi dilema terkait kekhawatiran harga minyak global dan tindakan yang akan diambil dalam menghadapi lonjakan inflasi. Dengan harapan akhir, ketentuan yang saling berkelindan ini seharusnya dapat dikoordinasi lebih baik oleh para pembuat kebijakan global sehingga situasi pasar dunia dapat diarahkan menuju situasi yang lebih baik dan terhindar dari bayangan resesi global di tahun 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun