Mohon tunggu...
Farhan Muhammad
Farhan Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Politik Kewarganegaraan Prodi Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Thrift Fashion, Apa Saja Dampaknya Terutama bagi Budaya Lokal?

30 Maret 2023   21:05 Diperbarui: 30 Maret 2023   21:08 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal mulanya, fenomena thrifting ini sendiri muncul ketika terjadinya revolusi industri pada sekitar tahun 1760-1840. Pada saat itu, terjadi perubahan pandangan bahwa pakaian ialah barang yang hanya digunakan sekali pakai maka jumlah pakaian bekas pun akan meningkat. Pada akhirnya pada tahun 1920, ketika terjadi krisis yang besar di Amerika yang mengakibatkan banyak orang tidak memiliki pekerjaan sehingga mereka membeli pakaian baru melalui thrift shop dan memasuki tahun 1990 hingga sekarang thrift fashion sangat digandrungi oleh masyarakat terutama Gen Z yang saat ini kebanyakan dari mereka merupakan mahasiswa.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan thrift fashion ini terus membudaya, diantaranya tren dan ekonomi. Dikarenakan di luaran sana banyak sekali artis-artis, influencer, atau publik figur yang mengikuti tren ini dan dengan media sosial mereka menunjukkannya, alhasil masyarakat lain pun ikut meramaikan tren ini. 

Dan faktor lainnya ialah ekonomi yang mungkin menjadi hal yang paling utama karena kita bisa membeli pakaian bekas namun masih berkualitas, bermerek, stylish dengan harga yang lebih murah dan terlebih lagi kita bisa mengikuti tren terkini. Dan khususnya saat ini akses untuk kegiatan thrifting ini sudah sangat mudah yang tak hanya terdapat di pasar-pasar saja melainkan kini sudah merambah ke marketplace yang ada sehingga semakin meluas dan berkembang di masyarakat.

Dan selain faktor-faktor pendukung yang membuat thrift fashion ini membudaya, ada juga dampak positif bagi lingkungan dari fenomena tersebut. Pemanfaatan kembali barang bekas merupakan salah satu tindakan dari penerapan prinsip reuse dengan menjaga lingkungan. Seperti yang kita ketahui, industri fast fashion bisa menyebabkan bertambah dan menumpuknya limbah tekstil yang akan mengakibatkan diantaranya sulit untuk didaur ulang dan bahkan terjadi pencemaran air. Oleh karena itu budaya thrift ini juga ikut membantu dan berperan dalam melestarikan dan menjaga lingkungan.

Setelah beberapa pernyataan diatas yang mengenai hal-hal positif yang dihasilkan oleh budaya thrift, apakah terdapat juga dampak negatif terutama bagi budaya dan tradisi lokal yang ada? Jawabannya tentu ada, seperti UMKM yang saing yang hal ini ditandai dengan pengimporan atau pembelian barang-barang bekas yang masih layak pakai dari luar negeri yang dijual kembali dengan harga yang lebih murah dengan modal awal yang dikeluarkan jauh lebih sedikit yang jika pembelian dengan jumlah yang besar.

Maka tidak mungkin keuntungan pun juga semakin besar dan ini berbanding terbalik dengan yang terjadi bagi pelaku UMKM yang pada akhirnya berpotensi melemah dan menurunnya minat terhadap barang atau produk hasil dari UMKM itu sendiri. Dan alhasil terjadi pula efek domino dari fenomena tersebut seperti pemecatan karyawan, usaha menjadi bangkrut, dan bahkan berakibat meningkatnya angka pengangguran.

Kemudian, berdasarkan beberapa sumber juga mengatakan adanya dampak bagi kesehatan yang ditimbulkan oleh fenomena ini. Dikarenakan thrifting merupakan barang bekas yang dikumpulkan di karung atau bal dengan barang-barang lainnya yang kita tidak ketahui kondisi awalnya seperti apa dan tentu telah disimpan dengan tenggat waktu yang mungkin lama terlebih lagi apabila tempat penyimpanan atau gudang nya tersebut juga dalam keadaan yang buruk atau kotor, maka sudah dipastikan potensi tumbuh dan berkembangnya jamur dan bakteri tidak dapat dihindarkan. 

Oleh karena itu, barang-barang tersebut tidak hanya cukup dicuci dengan sekali proses saja melainkan berkali-kali yang dibantu dengan deterjen anti bakteri dan sinar matahari ketika menjemur agar bisa dipastikan jamur dan bakteri sudah tidak ada lagi yang tentu aman untuk dipakai dan terhindar dari berbagai penyakit seperti gatal-gatal, alergi, iritasi bahkan infeksi pada kulit.

Dan yang terakhir berdasarkan judul yang diangkat dalam artikel ini soal dampak apa saja bagi budaya atau tradisi lokal yang ditimbulkan oleh thrift fashion ini ialah dimulai dari menurun dan beralihnya minat serta daya tarik masyarakat khususnya kaum muda terhadap budaya fashion khas Indonesia seperti batik, kebaya, tenun dan lain sebagainya tetapi lebih tertarik untuk mengikuti tren terkini yang itu juga mengadopsi dari kebiasaan asing yaitu thrift fashion (vintage). 

Padahal kini industri fashion khas Indonesia sedang dalam pengembangan dengan memodernisasi model-modelnya sesuai dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini yang mungkin itu juga seharusnya menjadi notice bagi penikmat industri ini.

Pada hakikatnya kita sebagai warga negara Indonesia yang sudah dianugerahi dengan berbagai keragaman budaya dan tradisi yang itu juga merupakan warisan dari nenek moyang kita seharusnya terus dijaga dan dilestarikan sebagai mana mestinya. Maka dari itu, kita terutama Gen Z dan juga mahasiswa tentunya memiliki peranan penting dan menjadi garda terdepan untuk mengonservasi budaya-budaya lokal terkhusus di bidang fashion dan jangan sampai terlupakan atau bahkan hilang dan punah begitu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun