Tahun 2024 merupakan tahun yang cukup kontroversi menimbulkan ketertarikan atas diskusi bagi perpolitikan yang ada di negeri ini. Pemilu dan pilkada menjadi saksi bisu atas rusaknya demokrasi yang ada di negeri ini. Pada awal Januari kita disuguhkan dengan kisi-kisi politik dinasti yang kian merebak menjadi warisan nepotisme yang ada di negeri ini. Bagaimana tidak? Seorang anak presiden dengan skenarionya berhasil menjadi calon wakil presiden. Padahal Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, tidak bisa menjadi calon presiden pada Pemilu 2024. Meskipun ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang bagi kepala daerah di bawah usia 40 tahun untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden, Gibran tidak memenuhi syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden.
Pada sisi lainnya Meskipun Gibran tidak bisa menjadi calon presiden, dia bisa menjadi calon wakil presiden. Putusan MK membuka peluang bagi kepala daerah di bawah usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden, asalkan mereka sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Gibran tidak bisa menjadi calon presiden karena belum memenuhi syarat usia minimal. Meskipun dia bisa menjadi calon wakil presiden, keputusan ini memicu kontroversi dan kekhawatiran tentang potensi politik dinasti dan penyalahgunaan wewenang.
Dinamika lainnya terjadi pada saat keluarga Jokowi meninggalkan PDI-Perjuangan yang mana elektabilitas PDI-Perjuangan mulai menurun hingga puncaknya Ketika Pemilu 2024 berakhir PDI-Perjuangan banyak sekali kalah di daerah basisnya sendiri. Bahkan Ganjar-Mahfud yang diusung oleh PDI-Perjuangan hanya mendapatkan 16% suara. Selain itu Anies-Imin yang membrandingkan dirinya sebagai perubahan nyatanya setelah pemilu berpisah dan Cak Imin justru bergabung kepada pemerintahan yang baru.
Indah sekali dinamika politik yang terjadi di negeri ini. Segala scenario yang tidak bisa ditebak hingga demokrasi yang begitu dinamis semuanya ada di negeri ini. Negeri yang dibangun dengan asas demokrasi kini hanyalah dijadikan sebagai kepentingan semata. Hal unik lainnya terjadi Ketika Pilkada DKI 2024. Koalisi yang dibangun dengan system multipartai berguna untuk memperkuat demokrasi. Pada sisi lainnya ini justru bisa menjadi boomerang tersendiri. Dapat dibayangkan bahwa banyaknya partai yang ada di kompetisi pilkada Jakarta tetapi justru hanya mencalonkan 1 pasangan calon saja. Hal ini bisa berdampak pada minimnya check and balances Ketika sudah berada di kursi jabatan.
Kejadian yang hamper sama terjadi antara pilkada dki dan pemilu 2024 dua pasangan calon dengan koalisi gemuk Kembali hadir pada kedua kontestasi itu. Uniknya ternyata politik itu sangat dinamis, walaupun ada 12 partai politik yang mengusung Ridwan Kamil, tetapi cara PDI-Perjuangan menggate mantan-mantan gubernur dki dan membrandingkan tokoh-tokoh Betawi menjadi strategi yang dapat mengalahkannya. Pada 2024 merupakan salah satu titik menurunnya PDI-Perjuangan dan kembalinya PDI-Perjuangan menjadi oposisi dan memenangkan kontestasi yang ada di Pilkada Jakarta 2024.
Kesimpulan dari artikel di atas menunjukkan bahwa tahun 2024 menjadi tahun yang penuh dengan kontroversi dan dinamika dalam politik Indonesia, terutama terkait dengan pemilu dan pilkada. Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan adalah:
- Kontroversi Politik Dinasti: Keberadaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, meskipun tidak memenuhi syarat sebagai calon presiden, menimbulkan kekhawatiran tentang praktik politik dinasti dan nepotisme, yang berpotensi merusak prinsip demokrasi.
- Penurunan Elektabilitas PDI-Perjuangan: PDI-Perjuangan mengalami penurunan dukungan yang signifikan, dengan hasil pemilu yang buruk di daerah-daerah basis mereka. Hasil ini menunjukkan bahwa partai tersebut perlu mengevaluasi strategi politiknya untuk kembali mendapatkan kepercayaan rakyat.
- Dinamika Koalisi dan Oposisi: Terjadinya pergeseran politik, seperti perpisahan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar setelah pemilu, serta Cak Imin yang bergabung dengan pemerintahan baru, mencerminkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam koalisi politik.
- Tantangan dalam Pilkada DKI 2024: Meskipun banyak partai yang berpartisipasi dalam Pilkada DKI, hanya sedikit pasangan calon yang diusung, yang dapat mengurangi fungsi check and balances. Strategi branding oleh PDI-Perjuangan untuk menghadapi pesaing juga menunjukkan bahwa taktik politik dapat berperan penting dalam kontestasi.
- Kondisi Demokrasi: Secara keseluruhan, situasi politik di Indonesia menunjukkan bahwa demokrasi yang seharusnya berdasarkan partisipasi dan representasi masyarakat kini seringkali terdistorsi demi kepentingan politik tertentu. Keberadaan koalisi yang kuat dan dominasi satu partai dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.
Dengan demikian, tahun 2024 menjadi titik penting bagi perpolitikan Indonesia, di mana tantangan dan perubahan harus dihadapi agar demokrasi dapat berjalan dengan baik dan memenuhi harapan rakyat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H