Â
Sapu ijuk adalah salah satu alat yang wajib digunakan di satu rumah, sapu adalah alat sentral untuk membantu dalam kegiatan pembersihan rumah. Desa Medan Senembah terdapat pengrajin sapu ijuk sebagai home industri, mereka bergerak di rumahnya masing-masing. Dengan kata lain, usaha mereka tersebut dapat digolongkan pada industri rumahan. Para pengrajin ini umumnya mengerjakan produksi sapu sebagai kegiatan utama sekaligus penopang kehidupan ekonomi keluarga. Untuk mengerjakan produksi sapu, mereka mengerjakannya dengan para pekerja.
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN-DR) 119 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Tahun 2021 melakukan  kegiatan kreatif dan inovatif di desa lokasi KKN yang bertempat di Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli serdang, salah satunya adalah mendukung pengembangan UMKM. Dimana sebagaian besar masyarakat di desa Medan Sinembah memiliki usaha Industri Rumah Tangga Sapu Ijuk.
Bahan baku utama yang digunakan untuk menghasilkan sapu ijuk adalah ijuk yang berasal dari pohon aren. Bahan baku yang bersumber dari pedagang asal Tapanuli Selatan, Sidimpuan, Sipirok, dan Kisaran yang datang ke Desa Medan Sinembah. Dalam proses produksi salah satu faktor yang penting adalah tenaga kerja, karena tanpa adanya tenaga kerja maka semua pekerjaan produktivitas akan tidak dapat beroperasional. Usaha kerajinan sapu ijuk di Desa Medan Senembah masih mengandalkan cara tradisional dalam pekerjaannya. Tenaga kerja juga dibagi dalam dua bagian yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga dan tenaga kerja yang berasal dari luar anggota keluarga.
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) mewawancarai Bapak Agus Salim Ritonga salah satu pemilik industri sapu ijuk yang bergerak di rumahnya yang dibantu oleh istrinya dan tiga pekerja lainnya. Pembuatan sapu ijuk dalam satu hari bisa mencapai 200 sapu ijuk dengan setengah tempahan dan keuntungan yang di dapat oleh bapak Agus Salim ritonga sebesar Rp 500. Akan tetapi ada juga kendala-kendala yang dihadapi yaitu pengiriman bahan dan pemasaran terutama pada masa pendemi covid 19 ini sangat berpengaruh sehingga menurun 50 persen dari sebelumnya.
Sistem penjualan ijuk juga harus dibenahi, pengerjaan ijuk ibarat rantai. Ada pengepul ijuk, pengrajin dan pengepul sapu ijuk jadi untuk dipasarkan ke khalayak. Dalam hal ini pengrajin ijuk mendapat penghasilan paling kecil padahal pengrajin ijuk adalah yang paling sentral dalam ijuk ini. Mestinya pengrajin mendapat komisi yang paling tinggi, Sistem ini harus diperbaiki lagi dan mesti ada peraturan tertulis. Bisa dilukan melalui sistem koperasi yang legal agar semua pelaku usaha ini sejahtera.
"Pengrajin ijuk harus bisa adaptasi dengan memanfaatkan media sosial untuk menjangkau penjualan lebih luas" Ujar Wahdatun Thoibah salah satu mahasiswa Jurusan Manajemen yang mengikuti kegiatan KKN.
Perlu adanya pemasaran online berbasis ekonomi digital. Untuk menembus pasar sekarang UMKM harusnya mengikuti arus perkembangan teknologi demi mempertahankan mata pencaharian. Mahasiswa yang melek untuk prihal internet berbagi pengalamannya kepada para pengrajin sapu ijuk. Hal ini juga adalah untuk mendukung peningkatan ekonomi di suatu desa. Sejalan dengan Tri Dharma perguruan tinggi. Karena jika UMKM yang berada di desa tidak ikuti pasar online maka penjualan akan menurun yang mengakibatkan keterpurukan ekonomi masyarakat desa.
"Pemerintah mestinya memerhatikan usaha-usaha rumahan seperti ini." Tambah Wahdatun Thoibah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H