Tak terasa tahun 2024 sudah mau berakhir. Terlepas dari intrik dan polemik yang terjadi selama tahun 2024, namun rasanya sektor kesehatan belum mendapat atensi penuh oleh pemerintah guna dilakukan perbaikan. Begitu banyak kejadian viral yang terjadi selama tahun 2024 khususnya disektor kesehatan seperti bullying mahasiswa/i junior pada tingkat spesialis pendidikan dokter yang berhujung hilangnya nyawa, kasus masyarakat yang diabaikan penanganan kesehatannya karena alasan biaya, biaya untuk menjalani pendidikan dokter dan sejenis yang harganya selangit, BPJS yang selalu ada cerita untuk penanganan pasiennya yang berlarut-larut, dan masih banyak lagi. Miris rasanya ketika pemerintah dan politisi menggaung-gaungkan kata-kata normatif yang manis dimulut dan enak didengar untuk sektor kesehatan namun realitanya berbanding terbalik. Ditambah lagi pemerintah yang memiliki holding farmasi namun rugi ga karuan. Agak tidak masuk rasanya produk-produk kesehatan yang kecenderungannya masyarakat tidak terlalu berfikir mengenai harga untuk membeli produknya asal masyarakat bisa sembuh namun BUMN tersebut bisa rugi ditambah lagi kasus fraud PT Indofarma yang semakin membuat geleng-geleng kepala.Â
Rasanya agak miris pemerintah kalau tidak segera mengambil tindakan untuk pembenahan kearah yang lebih baik mengingat begitu banyaknya masalah yang sangat elementer dan bikin geleng-geleng kepala. Setidak-tidaknya pemerintah dapat mencoba atau aksi-aksi sebagai berikut:
- Tindak tegas pelaku bullying dan lakukan pengawasan yang lebih ketat untuk kegiatan mahasiswa/i kesehatan khususnya pendidikan dokter dan sejenisnya agar tidak terjadi kejadian yang serupa. zero tolerance untuk pelaku bullying agar memberikan efek jera, karena mirisnya rasanya ketika pemerintah mengatakan kita kekurangan dokter tapi ada kejadian calon dokter yang meninggal akibat perilaku bullying.
- Evaluasi dan tetapkan harga/biaya kuliah untuk program pendidikan dokter dan sejenisnya dengan harga yang wajar melalui peraturan pemerintah dengan sistem activity based costing. Miris rasanya dan tidak masuk logika rasanya ketika begitu mahal seseorang ingin menempuh pendidikan dokter dan sejenisnya namun lembaga atau rumah sakit tersebut mengalami kerugian, susah rasanya dinalar secara akal sehat ketika calon mahasiswa membayar mahal untuk kuliah namun lembaga tersebut rugi. Penggunaan activity based costing dapat mengidentifikasi aktivitas apa saja yang akan dilakukan oleh calon mahasiswa dari awal sampai lulus menjadi dokter. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan proyeksi penetapan harga yang wajar untuk penetapan harga biaya studi pendidikan dokter dan melakukan evaluasi bagi lembaga-lembaga terkait yang mengklaim kerugian sehingga memudahkan pemerintah untuk melakukan evaluasi.
- Evaluasi dan tetapkan harga/biaya setiap tindakan untuk aktivitas rumah sakit agar dapat menetapkan tarif jasa pelayanan dengan harga yang wajar melalui peraturan pemerintah dan sejenisnya dengan sistem activity based costing. Miris rasanya ketika rumah sakit khususnya rumah sakit dengan fasilitas bagus dan pasien yang datang kebanyakan kelas atas namun rumah sakit tersebut mengalami kerugian. Penggunaan activity based costing dapat mengidentifikasi aktivitas apa saja yang akan dilakukan oleh rumah sakit dari hulu ke hilir misalkan ketika melakukan sebuah tindakan medis, berapa listrik yang digunakan selama tindakan medis, berapa banyak barang habis pakai seperti bahan-bahan medis yang digunakan, berapa fee jasa pelayanan yang dibayarkan setiap tindakan kepada dokter dan tenaga pendukung hingga pasien tersebut selesai dilakukan tindakan. Dengan demikian, rumah sakit dapat menetapkan harga yang wajar untuk tarif pelayanan dan dapat dilakukan evaluasi atas keuangan rumah sakit tersebut.
- Evaluasi setiap aktivitas BUMN Farmasi seperti Kimia Farma dan Indofarma, melalui activity based costing. Mengingat banyak perusahaan yang sejenis namun untung, tetapi kedua BUMN tersebut merugi rasanya agak janggal. Dengan demikian BUMN tersebut dapat dilakukan evaluasi agar dilakukan perbaikan.
- Terapkan sistem digitalisasi pada BUMN Farmasi dari hulu ke hilir, dan terapkan barcode dan RFID untuk produk-produk yang dihasilkan agar dapat termonitoring dan mencegah produk tersebut menguap dan dijual oleh oknum BUMN yang tidak bertanggung jawab.
- Melakukan penataan ulang Holding BUMN Farmasi misalkan Indofarma untuk fokus ke produk-produk barang habis pakai non obat-obatan dan PT Inuki ke alat-alat kesehatan. Miris rasanya ketika rumah sakit dan mahasiswa kedokteran kesulitan untuk mendapatkan barang habis pakai medis dan alat kesehatan dan barang tersebut mahal tidak terjangkau yang dimana kebanyakan impor. Ini seharusnya peran pemerintah melalui BUMN untuk mengatasi hal tersebut agar barang-barang tersebut bisa lebih mudah didapatkan dan harganya terjangkau dengan cara untuk investasi ke sektor tersebut. Kebutuhan akan barang tersebut ada namun pemerintah tidak mencoba mengangkap peluang tersebut, rasanya agak miris ketika kita menggaung-gaungkan produk dalam negeri namun untuk sektor penting seperti ini pemerintah tidak melakukan tindakan.
- Terapkan pajak bagi makanan dan minuman manis yang melewati kadar batas gula tertentu. Diabetes merupakan salah satu penyakit pembunuh didunia, namun pemerintah rasanya kurang aware akan hal tersebut. Ketika pemerintah sibuk mencari sumber pendapatan untuk menutupi APBN, mengeluhkan klaim BPJS yang membengkak, mengapa pemerintah tidak mempertimbangkan solusi ini. Solusi ini rasanya dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus, pemerintah mendapatkan pendapatan atas pajak makanan dan minuman manis dan pemerintah bisa mengontrol lebih baik kesehatan masyarakat untuk mengurangi konsumsi gula secara berlebihan yang nantinya akan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H