Mohon tunggu...
muhammad tegarmaulidina
muhammad tegarmaulidina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hukum dan politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Status Wanita Hamil dalam Undang-undang

23 Januari 2024   12:46 Diperbarui: 23 Januari 2024   13:02 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Status wanita hamil dalam perundang-undangan

      Manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup seorang sendiri. Manusia perlu menjalin hubungan dengan orang lain, baik itu dalam kehidupan masyarakat maupun rumah tangga. Sehingga bagi manusia melakukan perkawinan merupakan kebutuhan yang penting,agar seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat menyalurkan kebutuhan biologi mereka.

      Dewasa ini, dengan berkembangnya teknologi yang begitu cepat. Telah memberikan dampak positif akan arti dari kemajuan itu sendiri. Akan tetapi disisi lain dampak negatifnya tidak bisa dihindari. Dan ini merupakan dilema dari dampak kemajuan peradaban manusia.

     Salah satu pengaruhnya adalah cara hidup masyarakat yang kini mulai mengarah pada pergaulan bebas. Pergaulan bebas sanagt identic dengan free sex (zina) yang sudah menghawatirkan. Inilah yang menyebabkan tingkat kehamilan pranikah terus meningkat dari tahun ke tahun.

      Pernikahan merupakan pertalian (legal) antara laki-dan perempuan untuk membangun rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha ESA (pasal 1 UU no 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Oleh karena itu dalam pernikahan diharuskan mempunyai sikap kesanggupan dengan arti yang sebenar-benarnya, bukan semata menuruti hawa nafsu. Islam telah mengatur pernikahan dalam al-qur'an dan hadits nabi juga dalam hal nya Kompilassi Hukum Islam telah mengatur hukum perkawinan terlebih keberadaan pasal 53 KHI yang memperbolehkan perkawinan wanita hamil.

    Adapun bunyi pasal 53 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut :

  • Seseorang wanita hamil diluar nikah,dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
  • Perkawinan dengan wanita hamil yang disebutkanpada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
  • Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, maka tidak diperlukan perkawinan ulang pada saat setelah anak telah lahir.

  • Dan bunyi pasal 53 diatas. Dapat dijelaskan sebgai berikut:
  • Perkawinan wanita hamil diperbolehkan kepada siapa saja yang dalam keadaan hamil tanpa ada sebab-sebab ketentuan kehamilannya.
  • Perkawinan hamil dapat dilangsungkan oleh laki-laki yang telah menghamilinya atau orang lain yang menerima nya.
  • Pelaksanaan perkawinan nya tanpa melaksanakan had(rajam) terlebih dahulu manakala perkawinan sebab hamil dengan perzinaan sengaja.
  • Perkawinan wanita hamil tidak menunggu masa kelahiran.
  • Perkawinan hamil merupakan perkawinan yang sah tidak perlu mengulangi perkawinannya.

  Dalam undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan itu tidak mengatur mengenai persoalaan perkawinan wanita hamil diluar nikah. Karena apabila terjadi suatu pernikahan pelaksanaan sudah terpenuhi yakni rukun dan syarat dalam hukum agama, maka perkawinan tersebut dianggap sah "perkawinan adalah sah,apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun