Makassar - Kengerian banjir bandang Masamba, membawa trauma mendalam bukan hanya bagi warga Luwu Utara tapi juga masyarakat Sulawesi Selatan, banyaknya korban jiwa, harta benda dan trauma psikis yang diakibatkan membawa beban tersendiri yang harus disikapi Gubernur Sulsel selaku pemerintah.
Berdasarkan temuan lapangan, dokumentasi media dan foto serta video yang beredar luas ke masyarakat membuktikan petapa parahnya kondisi alam pegunungan yang menjadi sebab banjir di Luwu Raya, mencakup Luwu Utara, Palopo, Luwu Timur, Luwu dan Tanah Toraja.
Kondisi inilah yang disikapi Lembaga SAR Metamorfosis, Pospera Makassar (Posko Perjuangan Rakyat) dan LKBH Makassar (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Makassar) secara bersama-sama melihat adanya kerusakan alam dan lingkungan pegunungan, hutan, DAS (daerah aliran sungai) dari hulu hingga ke muara, yang diduga kuat adanya pola perambahan dan sentuhan manusia yang tidak bertanggung jawab.
"Banyaknya kayu gelondongan dan pohon yang terbawa arus banjir, menandakan adanya tindakan manusia yang merusak lingkungan, mengakibatkan tanah menjadi gembur dan mudah terbawa arus air hujan yang mengakibatkan air mengalir dalam jumlah besar dan deras," ungkap Muhammad Rizal Basri, Ketua Lembaga SAR Metamorfosis, saat siaran pers, Rabu, 29/07/2020.
Belum lagi melihat material tanah dan lumpur yang terbawa, volumenya sangat besar, mengakibatkan banyak rumah warga tenggelam lumpur dan tanah hingga 2 meter.
"Tanah dan lumpur banjir bandang Masamba itu menandakan, cakupan area lahan hutan dan DAS yang cukup luar telah gundul, tidak ditanami pohon, serta pohon yang dulu berada diatas area tersebut telah habis ditebang," ungkap Muhammad Sirul Haq, Ketua Pospera Makassar yang juga Direktur LKBH Makassar.
Parahnya dampak banjir itu dan agar tidak terulang lagi, Lembaga SAR Metamorfosis, Pospera Makassar dan LKBH Makassar mendesak Gubernur Sulawesi Selatan agar membentuk TPF (Tim Pencari Fakta) banjir bandang Masamba.
"TPF ini sangat berfungsi untuk menggali lebih detail apa penyebab banjir bandang Masamba agar tidak hanya sebuah simpang siur dan berfungsi ke depan agar banjir tersebut tidak terjadi lagi," tutur Muhammad Rizal Basri di Secretariat Lembaga SAR Metamorfosis dibilangan jalan Arung Teko nomor 35 Sudiang.
Begitupun menurut Muhammad Sirul Haq, "TPF ini berfungsi pula memetakan kerugian dampak banjir, trauma warga, dan pemetaan ulang area pemukiman agar jika terjadi banjir lagi tidak menimbulkan kengerian dan kerugian maha dahsyat ini."
Kehidupan yang layak dan nyaman adalah hak dasar warganegara yang harus dijamin pemerintah, untuk itu Gubernur Sulsel cepat tanggap merespon hal ini dan agar keganasan banjir bandang Masamba tidak terulang lagi, dan semoga Prof Nurdin Abdullah mendengar, membaca dan segera bertindak atas desakan dari Lembaga SAR Metamorfosis, Pospera Makassar dan LKBH Makassar.