Makassar - Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada 2 terdakwa pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan (NB), penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada sidang perdana di Pengadilan Jakarta selama 1 tahun dinilai LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) Makassar diluar nalar dan logika hukum.
"Pantasnya terdakwa pelaku penyiraman air keras ke NB harusnya hukum pidana mati, karena tindak pidana yang dilakukan sejatinya adalah upaya penghilangan nyawa," ungkap Muhammad Sirul Haq, Direktur LKBH Makassar, Sabtu, 13/06/2020.
Sebagaimana dapat disimpulkan unsur-unsur pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP (Kitap Undang-Undang Hukum Pidana) yakni barangsiapa yang sengaja dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, kemudian pertanggungjawabannya dengan hukuman pidana mati atau seumur hidup atau paling lama dua puluh tahun.
"Niat penyiraman air keras patut diduga berdasarkan bukti-bukti yang ada berupa perencanaan pembunuhan Pasal 340 KUHP, JPU disini kehilangan akal sehat dan nurani tanpa pengindahkan hukum yang ada serta melukai rasa keadilan masyarakat," tutur Sirul dengan penuh emosi.
Inilah perilaku yang mencoreng wajah keadilan dan menjadi bahan tertawaan yang memilukan bagi dunia hukum Indonesia dan hilangnya harapan masyarakat akan penegakan hukum yang menurut Sirul adalah panggung sandiwara.
"Tontonan hukum kita yang tercermin dengan panggung pengadilan penyiraman air keras, menjadi luka pilu penegakan hukum dan hukum hanya menjadi permainan bagi penguasa dan orang-orang dibelakangnya," ujar Andi Mahardika, Manager Penanganan Perkara LKBH Makassar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H