Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sebagai seorang guru yang penuh semangat, saya menemukan kegembiraan dalam menjelajahi dunia ilmu pengetahuan melalui hobi membaca buku. Hobi membaca ini tidak hanya menjadi aktivitas pengisi waktu luang, tetapi juga menjadi jendela pengetahuan yang membentuk pandangan hidup saya. Dalam dunia literasi, saya menaruh minat khusus pada artikel-artikel yang mengeksplorasi dimensi spiritual. Keyakinan bahwa pemahaman yang mendalam terhadap aspek spiritual dapat memberikan makna mendalam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam lingkup pendidikan, memotivasi saya untuk terus mengeksplorasi dan memahami konsep-konsep spiritual yang relevan. Selain itu, ketertarikan saya pada perkembangan teknologi membawa saya ke dunia yang terus berkembang pesat. Saya percaya bahwa guru modern perlu memahami dan mengintegrasikan teknologi dengan bijak dalam pembelajaran untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang dinamis dan relevan. Hobi membaca artikel-artikel tentang teknologi membantu saya tetap terkini dengan perkembangan terbaru di bidang ini. Selain spiritual dan teknologi, ketertarikan saya terhadap kepribadian membentuk landasan penting dalam peran saya sebagai pendidik. Saya yakin bahwa pengembangan kepribadian bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang karakter dan nilai-nilai yang ditanamkan dalam setiap interaksi dengan siswa. Artikel-artikel kepribadian memberikan wawasan berharga tentang bagaimana membentuk pemimpin masa depan dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Sebagai guru yang berkomitmen, saya terus menggali pengetahuan dari berbagai sumber untuk memberikan dampak positif dalam ruang kelas. Hobi membaca buku dan artikel dalam bidang spiritual, teknologi, dan kepribadian tidak hanya menjadi kegiatan rutin, tetapi juga merupakan sarana untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai pendidik yang lebih baik. Saya percaya bahwa melalui pembelajaran yang berkelanjutan, kita dapat membentuk generasi yang memiliki keseimbangan antara kebijaksanaan spiritual, pemahaman teknologi, dan integritas kepribadian.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sumpah Pemuda 2024: Maju Bersama, Indonesia Raya - Sebuah Sumpah atau Sekadar Teks Pidato?

28 Oktober 2024   10:15 Diperbarui: 28 Oktober 2024   10:17 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Sumpah Pemuda dideklarasikan pada tahun 1928, semangat yang menggelora kala itu sudah lebih dari sekadar upaya menciptakan negara baru. Mereka yang masih muda dan penuh energi sungguh-sungguh bersatu untuk cita-cita besar, tanpa terbelenggu oleh teknologi canggih atau fasilitas pendidikan yang memadai. Namun, di era 2024 ini, apa yang kita lihat? Apakah semangat persatuan yang sama masih ada di dalam jiwa para siswa, atau hanya sekadar slogan?

Dibanjiri Gadget, Dipadati Konten Sosial Media

"Bersatu dalam keberagaman" kini bertransformasi menjadi "bersatu dalam obrolan grup daring." Media sosial telah memberikan ruang baru bagi siswa untuk "bersatu"---membicarakan tren terkini, bukan lagi permasalahan bangsa. Seberapa sering kita mendengar siswa berdiskusi soal cita-cita dan masa depan Indonesia? Tampaknya obrolan mereka lebih banyak berkutat pada konten yang sedang viral. Entah itu tren pakaian, makanan, atau video seleb TikTok yang lagi naik daun.

Mungkin inilah "kemajuan" yang didambakan oleh generasi muda kita. Mereka sangat "bersemangat" mempelajari hal-hal yang tidak berhubungan dengan pelajaran, tetapi enggan untuk menggali sejarah bangsa. Bisa dibayangkan jika kita menanyakan pada siswa tentang isi Sumpah Pemuda, apakah mereka akan bisa menguraikan dengan tepat?

Sumpah Pemuda Versi Pelajar Zaman Now

Sumpah Pemuda kini mungkin terdengar seperti sesuatu yang harus "diapresiasi" setahun sekali, cukup dengan upacara dan tugas membuat poster. Kesannya, sumpah ini tidak lebih dari sekadar tugas tahunan. Jika semangat kebangsaan bisa didaur ulang semudah tugas sekolah, mungkin itu memang pilihan praktis untuk generasi yang terbiasa dengan segala yang serba instan. "Sumpah, kita satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa" tampaknya cukup diringkas dalam tulisan di poster, bukan di dalam hati.

Keterlibatan dalam kebangsaan seolah menjadi "menu opsional"---ada hanya ketika ada lomba-lomba sekolah bertema Sumpah Pemuda. Siapa tahu, bisa dapat nilai tambahan atau sekadar pujian. Begitu "aktif" mereka saat ada hadiah di depan mata.

Maju Bersama? Entah Kemana

Slogan "Maju Bersama, Indonesia Raya" memang terdengar megah. Tetapi apakah benar-benar ada jiwa "maju bersama" itu? Mungkin, "maju" yang dipahami siswa adalah mendapatkan lebih banyak likes atau followers di media sosial. Ketika negara maju, apakah mereka ikut maju? Atau justru tertinggal, lebih asyik menatap layar daripada menatap masa depan?

Kita bisa saja berkata, "Siswa adalah agen perubahan masa depan bangsa." Tetapi, tanpa rasa cinta yang nyata pada bangsa, bukankah masa depan itu hanyalah harapan kosong? Sumpah Pemuda 2024 bukanlah sekadar kata-kata, tapi sungguh, semoga bukan hanya kata-kata kosong belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun