Tahun 2015, Lapangan Merdeka bertransformasi menjadi Taman Kurma, terintegrasi dengan Kompleks Masjid Agung As Salam Lubuklinggau.
Lapangan Merdeka di Lubuklinggau memiliki sejarah panjang dan penting sebagai pusat pemerintahan dan aktivitas masyarakat. Lapangan ini dulunya dikenal sebagai City Square (alun-alun kota) saat Lubuklinggau menjadi ibu kota pemerintahan Onder Afdeeling Moesi Oeloe dari tahun 1934 hingga 1942, di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Disebutkan berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 baru sampai ke daerah-daerah di Indonesia beberapa hari kemudian, termasuk Lubuklinggau. Di Lubuklinggau sendiri, berita proklamasi baru diterima pada tanggal 19 Agustus 1945.
Raden Ahmad Abusamah, seorang Bunshu-tyo Dairi (Wakil Bupati Jepang) di daerah tersebut, mendengar berita penting ini pada sore hari yang sama. Pada sore hari itu, di kediamannya di Talang Bandung Kiri, mereka berkumpul dan mendesak Bunshu-tyo Swada menyerahkan kekuasaan kepada bangsa Indonesia dari tangan Jepang.
Pengambilalihan kekuasaan ini berhasil dilakukan atas nama pemerintahan Republik Indonesia untuk wilayah Bunshu Musikami Rawas, yang kemudian berubah namanya menjadi Kabupaten Musi Ulu Rawas.
Sebagai simbol kemenangan dan semangat kemerdekaan, atas nama pemerintahan Kabupaten Musi Ulu Rawas, bendera Merah Putih dikibarkan di City Square (alun-alun kota) untuk pertama kalinya yang jadi cikal bakal Lapangan Merdeka.
Lapangan Merdeka, Tempat Reuni Veteran Pejuang Kemerdekaan
Perjuangan di Lubuk Linggau sendiri, mulai dari arsip-arsip sejarah Museum Subkoss Garuda Sriwijaya dan di Perpustakaan Universitas PGRI Lubuklinggau, Peran Subkoss di Lubuklinggau Tahun 1947-1949 Sebagai Basis Pertahanan Indonesia di Sumatera Selatan, yaitu setelah sabotase pasukan Belanda terhadap pejuang kemerdekaan di Palembang maka pecahlah perang 5 hari 5 malam.
Oleh akibat peperangan tersebut pasukan Indonesia di Palembang berusaha menyusun kekuatan dibeberapa daerah termasuk di Lubuklinggau. Di Lubuklinggau tahun 1947-1949 dijadikan pusat Subkoss Garuda Sriwijaya Sumatera Selatan dalam menghalau serangan Belanda yang berusaha mengejar pasukan TNI dan laskar.