Teknologi bagaikan pisau bermata dua dengan adanya sisi positif sekaligus negatif dikedua ekstrem yang berbeda. Hal tersebut harus disikapi dengan sebaik-baiknya agar sisi positif yang dirasa lebih besar karena bagaimanapun kita tidak bisa menghindar dari keduanya. Teknologi dapat dikatakan membawa hal yang positif apabila bisa memudahkan kehidupan seseorang tanpa harus merugikan pihak lain.
Salah satu bentuk teknologi adalah smartphone. Berdasarkan data dari We Are Social bahwa pengguna smartphone di Indonesia pada Januari 2019 mencapai 133% dari jumlah penduduk. Sehingga dapat dikatakan bahwa sangat mungkin untuk satu orang memiliki lebih dari satu smartphone. Perkembangan yang pesat itu didukung dengan bisa disasarnya semua kalangan yang ada, salah satunya adalah generasi milenial.
Menurut IndonesiaBaik.id, 34% penduduk Indonesia pada 2020 merupakan kelompok milenial dan akan terus mendominasi hingga tahun 2035. Generasi milenial sendiri saat ini berada pada rentan usia 18-36 tahun sebagaimana menurut teori William Straus dan Neil Howe. Oleh karena itu, generasi milenial sedang berada pada fase usia produktifnya.
Pada posisi ini, peran pancasila sangat dibutuhkan agar para milenial tidak salah arah, sehingga usia produktifnya bisa diisi dengan hal yang positif. Dari berbagai macam hal positif, salah satunya dari teknologi. Di tengah kondisi pandemi sekarang, teknologi sangat dibutuhkan oleh mayoritas orang seperti untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh serta menjaga kondisi keuangan pribadi tetap stabil.
Salah satu cara untuk menjaga kondisi keuangan pribadi tetap stabil adalah dengan mulai sadar akan pentingnya investasi atas dana yang sekarang tersedia. Tujuannya untuk mengembangkan dana tersebut sehingga siap dipakai kapan saja apabila kemungkinan kondisi yang lebih buruk terjadi. Kesadaran akan investasi ini tidak hanya dibutuhkan oleh generasi kolonial, melainkan juga dibutuhkan oleh generasi milenial.
Bentuk investasi yang dirasa paling baik saat ini adalah saham. Sekarang investasi sudah bisa dilakukan dengan rebahan sembari memanfaatkan beberapa fitur yang ada dari smartphone yang dipegang rata-rata 7 jam per hari oleh milenial menurut IndonesiaBaik.id. Melalui smartphone, dapat membantu milenial mulai dari mendapat ilmu sebagai dasarnya hingga menghasilkan cuan dari saham scripless yang pencatatannya telah dikoneversi dalam bentuk digital.
Terjun ke dunia saham merupakan hak setiap warga negara Indonesia dan tidak ada batasan apa pun. Hal ini sejalan dengan sila kelima pancasila untuk menciptakan keadaan yang adil bagi setiap warga negara untuk memperoleh kesejahteraan dengan caranya masing-masing. Kontribusi warga negara, termasuk milenial, dalam dunia saham akan sangat membantu untuk meningkatkan kesejahateraan Indonesia secara umum dan kesejahteraan investor secara khusus.
Berbicara mengenai saham scripless, menurut cnbcindonesia.com pada Juli 2020 investor lokal telah berhasil comeback dengan mampu memegang 50,06% kepemilikan modal. Meskipun hanya unggul sedikit, hal ini dapat menjadi kabar baik mengingat selama lebih dari setahun ke belakang selalu dalam posisi tertinggal.
Padahal jika diperhatikan, potensi investor lokal Indonesia masih sangat besar dengan jumlah penduduk yang mencapai 268 juta. Namun, menurut Instagram @ngertisaham, penduduk Indonesia yang sudah menjadi investor saham di pasar modal Indonesia hingga 2020 masih dibawah satu  persen (1%).
Persatuan Indonesia sebagaimana tercantum dalam sila ketiga pancasila dapat menjadi pedoman untuk bersatu menjadi bagian dari investor lokal dalam mengalahkan dominansi investor asing. Jika nilai Pancasila tersebut benar-benar ditanamkan dengan baik, kebergantungan pasar modal Indonesia terhadap investor asing akan terkikis seiring berjalannya waktu. Bahkan sangat mungkin untuk Indonesia merdeka sepenuhnya dari penjajahan ekonomi investor asing.