Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amunisi Menipis, Israel di Ambang Keputusan Besar

4 Juli 2024   17:03 Diperbarui: 4 Juli 2024   17:04 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Israel kini berada dalam posisi dilematis terkait konflik berkepanjangan di Gaza dan ketegangan yang meningkat dengan Hizbullah di perbatasan Lebanon. Di satu sisi, tekanan untuk gencatan senjata semakin kuat, namun di sisi lain, pemerintah Israel tetap bersikeras melanjutkan operasi militer hingga tujuan utamanya tercapai.

Situasi Terjepit Israel

Kondisi Israel saat ini dapat dikatakan terjepit akibat keputusan mereka sendiri. Sementara perang di Gaza belum usai, Israel justru membuka front pertempuran baru dengan kelompok Hizbullah di utara. Keputusan ini tentu berdampak signifikan terhadap persediaan sumber daya militer mereka.

Selain itu, masalah yang tak kalah pelik adalah nasib ratusan sandra Israel yang masih ditawan Hamas. Menurut data per awal Juli 2024, masih ada sekitar 120 warga Israel yang ditahan Hamas, baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Situasi ini semakin mempersulit posisi Israel dalam mengambil keputusan strategis.

Opsi Gencatan Senjata

Dalam perkembangan terbaru, New York Times melaporkan bahwa 10 jenderal senior Israel melihat gencatan senjata sebagai cara terbaik untuk mengamankan pembebasan para sandra. Meski demikian, langkah ini dianggap dapat menggadaikan tercapainya tujuan utama perang Israel, yaitu menghancurkan Hamas secara total.

Para jenderal ini berpendapat bahwa tindakan militer lebih lanjut justru dapat meningkatkan risiko hilangnya nyawa para sandra yang tersisa. Mereka juga mengkhawatirkan kemungkinan perang berkepanjangan jika persediaan amunisi Israel semakin menipis, mengingat Amerika Serikat sebagai sekutu utama mulai membatasi pengiriman senjata ke Tel Aviv.

Dilema Netanyahu

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi tekanan dari berbagai pihak. Warga Israel telah berkali-kali melakukan unjuk rasa menuntut pembebasan sandra secara segera. Namun, Netanyahu tetap bersikukuh dengan pendiriannya.

Dalam rapat kabinet pada Minggu, 30 Juni 2024, Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan menghentikan perang sebelum mencapai tujuannya, yaitu melenyapkan Hamas hingga tuntas dan mengembalikan semua sandra ke Israel dengan aman. Ia menyebut Hamas sebagai satu-satunya penghalang dalam pembebasan para sandra.

"Kami tidak akan berhenti sampai semua tujuan tercapai: menghancurkan Hamas, mengembalikan semua sandra, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel," tegas Netanyahu.

Rencana Serangan ke Lebanon

Di tengah polemik internal, Israel justru mengumumkan rencana serangan ke Lebanon. Melalui pernyataan militer pada Selasa, 18 Juni 2024, Israel menyatakan telah menyetujui dan memvalidasi rencana operasional untuk serangan di Lebanon.

Keputusan ini tentu berdampak pada strategi militer Israel secara keseluruhan. Mereka harus membagi amunisi dan sumber daya untuk dua front pertempuran: Gaza dan Lebanon. Hal ini semakin mempersulit posisi Israel, mengingat persediaan amunisi mereka yang semakin menipis.

Friksi Internal dan Perbedaan Pandangan

Situasi ini memicu friksi antara militer dan pemerintahan Netanyahu. Pihak militer mengkhawatirkan terjadinya "perang abadi" ketika amunisi mereka mulai terkikis habis. Mereka juga frustrasi karena Netanyahu disebut menolak berkomitmen pada rencana pasca perang yang jelas.

Di sisi lain, beberapa pihak dalam militer berpendapat bahwa mempertahankan Hamas berkuasa dengan imbalan kembalinya para sandra mungkin menjadi pilihan yang tidak terlalu buruk. Pandangan ini tentu bertentangan dengan tujuan besar Netanyahu yang ingin memberantas Hamas hingga tuntas.

Respon Hizbullah

Sementara itu, kelompok Hizbullah di Lebanon menyatakan siap menghentikan perang dengan Israel, dengan syarat dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Pernyataan ini disampaikan oleh wakil pemimpin Hizbullah, Syeikh Naim Qassem, pada Selasa, 2 Juli 2024.

Qassem menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk menghentikan permusuhan di perbatasan Lebanon-Israel adalah gencatan senjata penuh di Gaza. Namun, ia juga mengakui bahwa pihaknya tidak tahu apakah gencatan senjata itu akan benar-benar terjadi.

"Kami siap menghentikan pertempuran jika Israel berhenti menyerang Gaza. Namun, jika Israel melanjutkan agresinya, kami akan terus melawan," ujar Qassem.

Hizbullah juga memperingatkan bahwa jika Israel meluncurkan operasi terbatas di Lebanon, mereka tidak boleh berharap pertempuran di perbatasan akan usai. Bahkan, kelompok ini menyebut bahwa kelompok-kelompok bersenjata di Irak, Suriah, Yaman, dan Iran siap membantu Hizbullah dalam konfrontasi dengan Israel.

Analisis dan Prospek ke Depan

Situasi yang dihadapi Israel saat ini sangat kompleks dan penuh tantangan. Keputusan untuk melanjutkan perang atau menerima gencatan senjata akan memiliki konsekuensi signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Jika Israel memilih untuk melanjutkan perang di dua front, mereka menghadapi risiko kekurangan sumber daya dan kemungkinan perang berkepanjangan. Hal ini dapat berdampak negatif pada ekonomi dan stabilitas internal Israel.

Di sisi lain, jika Israel menerima gencatan senjata, mereka mungkin bisa fokus pada negosiasi pembebasan sandra dan menghindari eskalasi konflik dengan Hizbullah. Namun, langkah ini bisa dianggap sebagai kekalahan strategis dan memberi kesempatan bagi Hamas untuk memulihkan kekuatannya.

Faktor internasional juga perlu dipertimbangkan. Tekanan dari komunitas global untuk mengakhiri konflik semakin meningkat, terutama mengingat krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza.

Kesimpulan

Israel kini berada di persimpangan kritis dalam konflik yang telah berlangsung lama. Keputusan yang diambil dalam waktu dekat akan sangat menentukan arah konflik dan stabilitas kawasan secara keseluruhan.

Apapun pilihan yang diambil Israel - melanjutkan perang di dua front atau fokus pada pertempuran melawan Hizbullah - akan memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan. Dunia internasional terus memantau perkembangan situasi ini dengan seksama, berharap adanya solusi yang dapat mengakhiri kekerasan dan membawa perdamaian ke kawasan yang telah lama dilanda konflik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun