Sawabiqul himami laa takhriqu aswaaral aqdaari - Usaha-usahamu yang keras tidak akan mampu menembus dinding-dinding takdir (Al Hikam - Ibnu Atha'illah as-Sakandari)
Rafi merupakan seseorang yang baru lulus dari Perguruan Tinggi Islam Negeri pada awal tahun yang lalu. Dia merupakan sosok yang menepati janji kepada kedua orang tuanya untuk menyelesaikan studi perkuliahannya tepat waktu. Setelah resmi lulus, Rafi langsung meng-apply CV ke berbagai perusahan swasta yang menerima lowongan pekerjaan. Sayangnya, dari puluhan CV yang di apply di berbagai aplikasi pencari kerja, hanya tiga kali saja Rafi lolos ke tahap Interview, meski ketiganya juga terhenti di tahap tersebut. Waktu terus berlanjut, Rafi pun terpaksa betah dengan title barunya sebagai pengangguran. Namun dia tak menyerah begitu saja, Rafi kembali mencoba peruntungan mengikuti seleksi penerimaan CPNS yang umumnya diikuti oleh jutaan pelamar di seluruh Indonesia. Tentunya, Rafi tidak asal mendaftar saja, tetapi dia sudah persiapkan dan berjuang dari beberapa bulan sebelum dimulainya tes dengan mengikuti kelas dan TO online agar bisa belajar memahami berbagai jenis soal. Hingga pada akhirnya, hari tes pun tiba. Dari rumah, dengan restu dan doa dari orang tuanya, Rafi sudah sangat percaya diri bahwa dia akan mampu menjawab soal dan mendapatkan skor sesuai yang dia inginkan. Namun, Apa yang dia harapkan, lagi-lagi tidak sesuai dengan kenyataan. Salah satu jenis tes di SKD CPNS Rafi ternyata mendapatkan skor kurang dari passing grade yang sudah dipastikan ia tidak lolos ke tahap selanjutnya. Ketika melihat skor di layar monitor, Rafi sempat mematung seakan tak percaya. Perjuangan yang selama ini dia usahakan ternyata berakhir dengan sia-sia. Dengan mata yang berkaca-kaca, ia keluar dari ruangan tes dengan keadaan sesak di dada dan pulang ke rumah dalam keadaan hampa. Rafi tentunya sangat kecewa pada dirinya, dia sampai berpikir kenapa jalan hidupnya selalu gagal dan terjal; kenapa jalannya untuk mencari pekerjaan selalu berakhir nestapa dan sengsara. Orang tua dan saudaranya langsung menasehatinya agar tidak putus asa, sebab masih banyak jalan yang ada untuk dicoba.Â
Kisah Rafi diatas tentunya adalah salah satu contoh kegagalan yang paling banyak orang rasakan pada saat ini. Dimana sebagian besar orang yang mengikuti CPNS, gagal dan terhenti langkahnya  lantaran skor dia yang tidak memenuhi ambang batas ataupun skornya lebih rendah dibanding para pesaingnya sehingga dia kalah dalam perangkingan. Tentu banyak yang kecewa dan meneteskan air mata, walaupun ada juga yang menerimanya dengan lapang dada.
Kisah Rafi diatas bukanlah kisah orang lain melainkan kisah saya yang baru melewati kegagalan dalam tes CPNS. Memang ini pertama kalinya saya mengikuti tes tersebut, namun ada semacam nyelekit dalam hati ketika melihat skor yang tidak sesuai dengan harapan saya. Jujur, setelah tes itu, mata saya sudah mendung dan langkah saya seakan kaku untuk kembali pulang ke rumah. Meskipun saya tahu, orang tua tidak akan mengomeli saya sebab kegagalan tersebut.
Setelah menguatkan diri, akhirnya saya sampai di rumah. Ketika membuka pintu dan bersalaman dengan orang tua, saya tidak kuasa menahan air mata mengungkapkan tentang usaha yang sudah saya lakukan. Bisa dibilang pada waktu itu, saya menangis sesenggukan di hadapan mama saya. Â Saya tidak tahu apakah itu termasuk lebay atau tidak, namun saya merasakan bahwa menangis menjadi obat dan referensi dalam menggambarkan kesedihan. Dengan menangis, kita dapat mengungkap perasaan yang terjadi disaat lisan tak lagi mampu mengucap, dan begitulah saya saat itu.
Entah mengapa, ketika gagal dalam tes CPNS kemarin, saya seperti paling menderita dan sempat menyalahkan diri sendiri. Padahal saya tahu kegagalan di CPNS itu bukanlah akhir dari segala perjuangan saya. Sebagaimana orang tua saya katakan sehabis saya menangis, "dek, kamu ikutan CPNS baru sekali, gapapa jadiin pengalaman aja, mungkin aja sekarang belum rezekinya kamu, kan masih banyak jalan lain untuk kamu dapat kerjaan, jangan patah semangat ya, Allah sudah menetapkan takdir terbaik untuk kamu, yang penting kamu tetap sabar, berusaha, dan berdoa ya."
Saya bersyukur sekali, Orang tua dan termasuk abang terus mendukung dan membersamai dalam perjalanan hidup saya. Merekalah yang menjadi penguat ketika energi saya sudah terkuras habis. Nasehat dari mereka, seakan menjadi pendorong kalau saya harus bangkit dan berjuang kembali, sebab gagal dalam CPNS bukan berarti hidup saya akan susah dan penuh duka terus; juga bukan berarti saya berputus asa pada jalan yang masih ada berikutnya. Bukankah kegagalan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan?
Sehabis tes CPNS itu, malam harinya, saya mencoba merenungkan hal-hal yang telah saya lalui, bahwa memang betul setiap usaha yang kita lakukan tidak melulu selalu berhasil. Meskipun usaha yang kita lakukan sudah sangat optimal, dan doa sudah kita langitkan, namun ketika Allah belum menakdirkan untuk kita, kita harus menerimanya dengan ikhlas. Dan saya memiliki keyakinan, sepahit apapun kegagalan yang ada dalam urusan apapun itu, tentunya semua itu telah ditetapkan oleh Allah SWT. Bagaimanapun juga kita tidak dapat menolak apalagi memberontak, sebab Allah yang menentukan kehidupan kita, dan Allah-lah yang tahu mana yang terbaik bagi hambanya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Qur'an surat al-Baqarah ayat 216: Wa 'asa an takrahu syai'aw wa huwa khairul lakum, wa 'asa an tuhibbu syai'aw wa huwa syarrul lakum, wallahu ya'lamu wa antum la ta'lamun - Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Sebenarnya ayat ini sudah cukup menghentikan segala penyesalan dan ketidakterimaan ketika kita mengalami kegagalan. Namun, tanpa kita sadari, terkadang kita seolah 'marah' dan mempersalahkan Sang pencipta dengan kalimat, "kenapa sih ya Allah hidupku selalu susah dan urusanku selalu gagal, katanya engkau maha penolong, katanya engkau maha mengabulkan doa, tetapi engkau seperti tidak peduli terhadap urusanku."
 Tanpa disadari kita sering berprasangka buruk seperti itu dengan Allah, padahal Allah sedang merancang kehidupan kita dengan versi terbaik kedepannya. Tentu kita harus menunggu versi terbaik itu dengan selalu bersandar kepada Allah. Jangan sampai, karena diri kita gagal, kita tidak mau lagi berdoa, dan pada akhirnya putus asa dari berharap ke Allah. Dulu, guru saya pernah mengingatkan, jangan pernah berlari menjauh dari Allah sebab kegagalanmu, tetapi berlarilah terus hingga kita makin dekat dengan Allah. Â