Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jaga Etika, Majelis Ilmu Bukan Tempat Nongkrong!

22 September 2024   15:51 Diperbarui: 22 September 2024   16:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar: Koleksi Pribadi

Izaa marartum biriyadhil jannati fart'au qaalu yaa Rasulullah, wa maa riyaadhul jannatu qaala hilaaquz zikri -- Apabila kamu melewati taman-taman syurga, maka singgahlah dengan rasa cinta. Para sahabat bertanya: Apakah taman-taman surga itu? Nabi menjawab: Halaqah-halaqah atau kelompok majelis zikir (ilmu) {HR. Tirmidzi, No. 3510}

Majelis ilmu adalah tempatnya seseorang untuk mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu yang diberikan, terutama yang berkaitan dengan ilmu agama. Kita sebagai umat Islam tentunya tidak akan tahu hukum syariat Islam ketika tidak pernah hadir ke majelis ilmu. Kita tidak akan kenal tentang suatu hal yang termasuk wajib, sunnah, haram, ataupun makruh ketika kita tidak melangkahkan kaki ke tempat pengajian. Juga, kita tentunya tidak akan mengerti bagaimana tata cara melaksanakan ibadah seperti sholat dan puasa dengan tepat, ketika kita tidak pernah menimba ilmu dengan seorang yang berpengetahuan di bidang tersebut (dibaca: Ulama)

Hadirnya kita di majelis ilmu utamanya untuk memperdalam ilmu agama. Sebab hal itu merupakan suatu keharusan bagi kita sebagai umat islam, agar pada saat ketika kita menjalankan suatu amalan, kita sudah mengetahui ilmunya. Pada lain hal, sebagai pencari dan penuntut ilmu, yang harus kita utamakan ialah mempunyai etika saat menghadiri suatu majelis. Tidak layak dan tidak seharusnya kita meyamakan antara duduk di majelis ilmu dengan duduk di tempat tongkrongan.

Kita tentunya sudah tahu, ketika kita berada di suatu majelis ilmu, pada hakikatnya bertujuan untuk mendengarkan perkataan dari seorang ulama dengan penuh rasa ta'dzhim (hormat). Nyatanya, duduknya kita di majelis ilmu itu tidak sama bahkan tidak sebebas ketika kita duduk di tempat tongkrongan. Sebagaimana kita ketahui, ketika kita nongkrong bersama teman di suatu caf, dengan memesan secangkir kopi, tentunya kita bisa bercanda dan tertawa, kita bisa main hp, bahkan ada yang dipadukan dengan merokok. Akan tetapi, ketika kita sedang duduk di majelis ilmu, hal-hal yang demikian itu tidak sepantasnya untuk dilakukan.

Sayangnya, perbuatan niretika dan tidak beradab itu masih sering saya temukan di suatu majelis ilmu atau pada acara tabligh akbar. Contoh tak beradab yang pertama ialah merokok. Walaupun hanya dilakukan segelintir orang saja, namun saya masih menjumpai oknum yang merokok di setiap kajian ilmu atau acara maulid Nabi Muhammad Saw yang sedang berlangsung. Tentu hal itu sangat ditentang keras dan diharamkan, sekalipun majelis ilmu atau acara maulid Nabi Saw diselenggarakan tidak di dalam masjid. Sebagian Ulama yang saya percayai kredibilitasnya menyatakan, ketika di suatu majelis maulid ada asap rokok, maka jangan harap Allah dan Rasul Saw akan meridhoi majelis tersebut.

Jadi, dalam hal merokok ini, -yang hukum asalnya ada yang berpendapat haram atau makruh- pada dasarnya kita harus tahu tempat dan waktu. Silakan saja, ketika kita merokok di rumah atau di caf. Akan tetapi, khusus di Masjid atau sedang ngaji di majelis ilmu, cobalah untuk menahan dan berhenti sebentar saja. Walaupun posisi duduk kita paling belakang dan di luar ruangan. Hal ini dilakukan untuk menghormati ilmu dan ulama' yang mengajarkan kita. Jangan sampai niat awal yang sangat baik ingin hadir menuntut ilmu, ternodai karena kita membawa dan menghisap rokok di majelis.

Yang kedua, hal-hal yang tak perlu dilakukan ialah asyik mengobrol dengan teman ketika Ulama tersebut sedang menyampaikan kajian ilmu. Apalagi pada saat itu, mereka sampai bercanda bahkan tertawa sehingga menganggu konsentrasi jama'ah yang lainnya. Padahal, ketika kita mengaji atau ke majelis ilmu, kita wajib memasangkan telinga kita untuk menyerap ilmu yang disampaikan. Sebab begitulah adab dalam bermajelis. Bagaimana kita ingin paham suatu ilmu, namun kita tidak sungguh-sungguh dalam mendengarkan. Kadang, yang mendengarkan dengan serius saja belum tentu mengerti semua yang dijelaskan, apalagi yang sambil bercanda.

Yang ketiga, main handphone. Tentunya kita sudah mengerti, keberadaan kita di majelis yakni untuk mendengarkan perkataan dari guru, bukan untuk scroll tiktok ataupun foto selfie diri kita dengan outfit kekinian untuk diupload di media sosial. Tatkala keberadaan kita di majelis seutuhnya hanya melakukan hal seperti itu, kita tentunya akan rugi tenaga dan waktu. Betul memang duduknya kita di majelis ilmu itu saja sudah bagus dan dihitung pahala. Akan tetapi, tujuan kita hadir bukan sekedar duduk sebagaimana nongkrong di cafe, namun duduknya kita di majelis agar kita bisa menjadi sosok berilmu sehingga kita menjadi orang yang mulia.

Ketika kita merujuk pada budaya Jawa, istiliah 'ngaji' diartikan sebagai jalan munuju kemuliaan. Memang benar, ketika kita menyimak suatu ilmu yang disampaikan oleh Ulama' dengan mengedepankan akhlak dan dengan penuh khidmat, maka cahaya ilmu tersebut bisa menjadi perantara agar hati kita bisa hidup kembali dan menjadi sosok yang mulia. Dan tentunya duduknya kita di majelis ilmu merupakan suatu keberuntungan. Apalagi, ketika dalam setiap majelis ilmu, kita membawa alat tulis untuk mencatat hal-hal yang disampaikan oleh Ulama', maka mustahil, kita tidak menjadi orang yang hebat dan mulia.

Sejatinya, kunci dari kebermanfaatan ilmu yang kita raih adalah ketika kita mampu menghormati ulama' atau guru yang mengajarkan kita. Hal-hal yang telah disebutkan di atas tentunya tidak mencerminkan seorang pelajar yang sedang mencari ilmu. Bagaimana mungkin, ilmu itu akan meresap dalam sanubari dan pikiran kita, namun perilaku kita di majelis layaknya seperti di tempat tongkrongan. Padahal, kedudukan akhlak dan etika merupakan suatu hal yang begitu penting yang harus didahulukan dan kita 'pasang' sebelum kita mendengarkan ilmu.

Maka dari itu, sudah selayaknya sebagai penuntut ilmu kita harus mempraktikkan etika yang baik sebelum menyerap cahaya ilmu yang diberikan. Sebagaimana di dalam kelas sewaktu sekolah, hal-hal sebagaimana main HP tentu tidak dibolehkan ketika guru sedang mengajar. Bahkan, merokok pun begitu juga. Tidak akan yang berani merokok secara terang-terangan di lingkungan sekolah apalagi saat pelajaran di kelas berlangsung. Walaupun dalam hal di sekolah, tentunya lebih terikat tata tertib atau aturan yang berlaku dibanding majelis. Namun, setidaknya ketika kita hendak hadir di satu majelis ilmu, upayakan untuk mentertibkan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas. Dengan begitu, Insha Allah cahaya ilmu akan menerangi hati kita dan membuat hidup kita menjadi lebih tertata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun