Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pram dan Gagasan Kemanusiannya yang Langgeng

5 Februari 2022   00:32 Diperbarui: 5 Februari 2022   03:32 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pram dan kisah kehidupan


Pram sapaan akrab dari Pramoedya Ananta Toer adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang terkenal. Bahkan sosoknya telah diperbincangkan di kancah internasional karena pemikiran-pemikirannya yang out of the box dan terbilang cukup nyentrik di dalam gaya bahasa yang ada pada setiap karya-karya nya. Dilahirkan dalam kondisi yang cukup lemah, pada tanggal 6 februari pada tahun 1925. Yang mana pada tahun itu NU masih belum didirikan dan Sumpah pemuda belum juga di ikrarkan. Kota Pram dilahirkan ini terletak pada salah satu kabupaten yang letaknya di ujung timur Provinsi Jawa Tengah, yaitu Blora. Secara kebetulan juga kota Blora ini bukan hanya menjadi kota kelahiran Pram saja, namun menjadi kota kelahiran dari Tokoh Asli Minke dalam Karya Tretalogi Pulau Buru Pram yang bernama Tirto Adi Soerjo, Sang perintis Pers.


Di dalam kehidupan keluarganya, Pram ini selain dilahirkan dalam kondisi yang lemah, ia juga berasal dari keluarga yang terbilang serba kekurangan. Ayahnya yang bernama Mastoer itu hanyalah seorang kepala sekolah Negeri pada saat itu dan ibunya yang bernama Saidah hanyalah seorang ibu rumah tangga yang berusaha mencari tambahan nafkah agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Walhasil Pram dan juga delapan saudaranya yang lain memang sudah kenyang menderita dari sejak kecilnya. Walaupun serba kekurangan dan menderita secara ekonomi, Keluarga Pram ini adalah seorang yang Nasionalis Sejati, karena ayahnya menolak dan ogah bekerja sama dengan pemerintah kolonial belanda pada saat itu.

Bukan hanya Nasionalis saja, namun Ayah dan ibunya ini adalah seorang manusia yang merdeka dan juga bebas. Prinsip Humanis dan Nasioanalisnya sudah mengakar kuat dan kokoh dari pohonnya. Hal inilah yang diwariskan kepada buah dari kedua pohon itu, yakni pram. Bahwa nantinya prinsip inilah yang dipegang kuat olehnya dan mengantarkan Pram masuk ke dalam dunia sastra yang nantinya akan lahir banyak karya-karya di tangannya dengan berbagai gagasan dan nilai yang ada di dalamnya.

jangan dikira karena kepiawaiannya dalam menulis, berarti dia adalah seorang yang cerdas dan pandai ketika dalam pendidikan formalnya loh ya. Tentu saja itu keliru dan salah. Patut diketahui bahwa ia pernah tiga kali tidak naik kelas pada masa sekolah dasar yang ia tempuh di Perguruan Budi Utomo. Sehingga pada saat itu, ayahnya pun sampai turun tangan mendidik dan mengajarkannya dengan cara yang sangat khusus sekali. Hingga pada akhirnya Pram lulus juga,  yha walaupun ia menuntaskannya dalam kurun waktu satu dasawarsa lamanya, yang hal itu lebih lama 3 tahun daripada teman-temannya yang lulus tepat waktu. Sangat pedih memang bila menggambarkan kehidupan semasa kecil Pram hingga dewasanya. Bagaikan menggambarkan bagaimana kemiskinan itu dikatakan sebagai suatu Privilege. 

Pram benar-benar menderita dalam waktu yang berkepanjangan. Segala konflik, pertengkaran di dalam Keluarganya, telah ia kunyah dan telan bagaikan pil pahit pada saat usia mudanya. Di tambah lagi Pram ini adalah sosok Anak sulung yang pastinya mempunyai beban dan tanggung jawab yang cukup berat mengurus adik-adiknya. Mau tak mau ia harus laksanakan tanggung jawabnya itu, ketika Ibunya telah wafat dan ayahnya telah minggat dari rumah. Tak lama setelah itu, Pram akhirnya berkelana ke beberapa daerah, baik itu untuk melanjutkan sekolahnya di taman siswa, maupun bekerja sebagai redaktur di sebuah majalah. Dan pada saat tahun-tahun itulah ia mulai menulis dan mengarang suatu naskah.

B. Kemanusiaan yang akan Tetap langgeng

Kadangkala kita memahami Humanisme sebagai sebuah definisi yang kaku akan makna sehingga sulit sekali untuk di implementasikan. Tapi tidak bagi Pram. Pram adalah seorang yang Humanis sejak kecilnya. Maka dari itu perealisasian Nilai kemanusiaan itu benar-benar ia tekankan dan lakukan dalam kehidupannya.Tak khayal bilamana karya-karyanya itu terselip sebuah gagasan kemanusiaan yang bisa saja menjadi senjata ampuh dan tajam untuk melawan sistem Feodalisme dan segala macam antek-anteknya.


Bagi Pram, Kemanusiaan adalah sebuah dasar pemikiran yang bisa membentuk dan memajukan peradaban bangsa. Karena Kemanusiaan adalah sebuah nilai yang tak bisa dipisahkan oleh Nasionalisme. Kemanusiaan harus ada di dalam tubuh nasionalisme. Karena ketika Nasionalisme tidak berlandaskan prinsip kemanusiaan, maka hal itu akan runtuh dan ambruk. Pram, menggambarkan Gagasan tersebut melalui karya-karyanya, terutama di dalam Tetralogi pulau Buru. Problem-problem yang ia timbulkan dalam tulisannya benar-benar patut direnungi dan diresapi. Bagaimana ia menggambarkan di dalam novel sejarahnya tersebut, warisan budaya yang masih kolot. Seakan tak bisa ditentang dan di ubah.  Hal inilah yang membuat Pram merasa gerah dan mencoba mengambil alih untuk melawan semua pertentangan itu dengan berlandaskan gagasan kemanusiannya.

Menurut Pram, Rasa ketidakmanusiaan itu bisa saja ditimbulkan dari buasnya manusia akibat dari tekanan hidup nya dan mungkin saja demi kepentingan kerjanya. Sehingga masih ada saja nilai-nilai feodal disana yang menguntungkan para priyayi yang tak tahu diri dan merugikan rakyat kecil. Inilah yang ditentang oleh Pram. Ketidakadilan yang sampai memperbudak dan menindas manusia yang tiada memiliki kuasa. Seperti halnya dikisahkan dalam Bumi Manusia, Pram menggambarkan terjadinya eksploitasi manusia disana. Dimana, Sanikem (Nyai Ontosoroh) sewaktu masih perawan, dijual oleh ayahnya kepada tuan besar pemilik pabrik Gula di sebuah kawasan yang bernama tulangan demi kenaikan pangkatnya semata. Yha hal itu seringkali terjadi pada masa penjajahan dahulu, dimana jabatan lebih penting diatas segalanya. bahkan dari anaknya sekalipun. Bayangin loh yaa, ketika harga diri anakmu itu sama harganya dengan sebuah mesin pabrik. Keji dan tak berbudi pekerti.

 H.B. Jassin pernah berkata bahwa, "Rasa simpati Pramoedya tidak berpihak pada satu isme, kecuali pada humanitas". Hal ini menunjukkan bahwa rasa kemanusiaan Pram ini sangat besar dan mengakar kuat sekali bisa dibilang. Saya pun berkesimpulan, bahwa rasa kemanusiaan yang dituangkan dalam karya-karyanya itu mencerminkan bagaimana kehidupan Pram yang sangat menderita sekali. Jangan bilang bahwa menderitanya itu hanya sebentar saja lho yaa. Oh tidak, mungkin anda keliru. Dari sejak kecilnya, remajanya, hingga sampai ia tutup usia pada tahun 2006, ia selalu berada dalam belenggu kehidupan. Ia pernah dipenjara selama 3 kali, sampai-sampai ia diasingkan di pulau terpencil di Provinsi Maluku. Belum lagi, karyanya yang berjudul Bumi Manusia, yang sempat di film kan juga pada pertengahan 2019 kemarin, dilarang beredar oleh salah satu institusi. Wah kenapa? yha karena dianggap mengajarkan paham Marxisme dan komunisme. Padahal jelas-jelas Pram bukan seorang komunis, bukan seorang kader PKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun