Mohon tunggu...
Muhammad imambaihaqi
Muhammad imambaihaqi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Jepara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kaum Muda dan Radikalisme Afama

19 Januari 2022   09:21 Diperbarui: 19 Januari 2022   09:26 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kaum Muda dan Radikalisme Agama

Muhammad Imam Baihaqy (211510000486)

Pendahuluan

Kekerasan dan kebencian dengan mengatasnamakan Tuhan adalah suatu tidakan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan Pernyataan Paus diatas disampaikan ketika berkunjung ke Benua Afrika untuk membantu mencari penyelesaian konflik antara Muslim-Kristen di benua tersebut. Paus Fransiskus sangat berharap pada kaum muda untuk melanjutkan hidup bangsanya. Ditangan kaum muda inilah sebuah bangsa akan maju dan berkembang, sekalipun para elitnya bergelimang kekuasaan dan harta kekayaan.

Kita tentu tidak ingin negara ini bergelimang darah karena pertumpahan warga sesama anak bangsa bahkan saudara setanah air. Kita tidak ingin yang terjadi di Timur Tengah, Afrika maupun di beberapa negara di Eropa seperti Perancis, Turki, dan Irlandia melanda Indonesia. Kenapa kita sering melihat adanya orang meributkan dengan keras ketika seseorang atau kelompok tidak berbuat seperti dikehendaki oleh pihak lain yang berbeda, sehingga otoritas Tuhan seakan-akan berpindah tangan pada kelompok tersebut. 

Terjadinya kekerasan antara agama di Indonesia, dan di tempat lain tidak pernah berhenti pada analisis dan tindakan untuk mencegahnya lebih luas. Tetapi sebelum jauh membahas soal kekerasan atas nama agama, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan yang akan memandu dalam tulisan ini nantinya sehingga posisi tulisan ini jelas adanya. 

Beberapa pertanyaan penting yang saya ajukan di sini adalah: Mengapa orang bersedia melakukan aksi-aksi teror-kekerasan atas nama agama atau sebagai teroris? Apakah alasan-alasan yang menjustifikasi aksi terorisme di Indonesia? Siapakah mereka para pelaku teror di muka bumi itu? 

Berdasarkan pertanyaan sederhana ini, jawaban sederhana yang dapat diajukan disini adalah mereka itu dapat perorangan, kelompok maupun organisasi bahkan lembaga . Dimanakah mereka melakukan aksi teror, sebagai target sasaran teroris. Serta pertanyaan sampai kapankah aksi-aksi terorisme akan berlangsung dilakukan di sebuah wilayah, menjadi pertanyaan penting yang hendak diuraikan dalam karangan ini.

Dasar pijakannya beragam namun ujungnya satu saja yakni kekerasan atas nama agama. Sekarang kita periksa siapakah pelaku radikalisme-terorisme. Setelah diselidiki ternyata para perilaku radikalisme-terorisme itu karena ada sesuatu yang dibela dibelakangnya, apakah agama, perlakuan tidak adil, diskriminatif, peminggiran politik, peminggiran budaya. 

Mereka merasa memiliki dasar ideologi yang dibela sebab dalam kenyataan yang mereka lihat adalah adanya perbagai macam ketidakadilan, kesengsaraan, kesesatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok tertentu atas kelompok lainnya sehingga mereka melawan atas nama orang lain. 

Mereka para pelaku tindakan radikal-teroris menggunakan istilah political representative sehingga membenarkan apa yang dilakukan bahwa pihak lain tidak merasa diwakili merupakan persoalan lain yang jauh dipikirkan oleh para pelaku kekerasan atas nama agama dan atas nama masyarakat. 

Mereka adalah yang merasa mendapatkan mandat untuk membela yang terpinggir utamanya dari kelompok agama mayoritas disebuah negara. Kadang-kadang bukan dari agama mayoritas tetapi minoritas karena merasa diperlakukan secara diskriminatif. Selain alasan yang sifatnya profane diatas. Ada alasan dasar keyakinan akan adanya dalil/teks atas agama yang membenarkan perilaku radikalismeteroris dilakukan merupakan hal yang sampai saat ini masih berlangsung dalam proses kekerasan agama yang terjadi di muka bumi.

Pembahasan

Penyebab Radikalisme-Terorisme 

Jika kita perhatikan terjadinya kekerasan atas nama agama, para ahli dalam hal sosiologi agama, politik maupun ilmu sosial lainya memberikan penjelasan sekurang-kurangnya terdapat beberapa penyebab mengapa orang bersedia melakukan tindakan kekerasan atas nama agama, sekalipun sebagian ahli agama melarangnya. 

Beberapa penyebab seperti yang akan saya kemukakan disini adalah penyebab yang sudah lazim dipahami oleh masyarakat dan para akademisi atau intelektual, tetapi tidak mengapa untuk mengulang penjelasan para ahli tersebut saya akan kemukakan dengan ringkas. Ketiga, radikalisme-terorisme juga buruknya dalam hal penegakan hukum sehingga menimbulkan apa yang sering disebut sebagai ketidakadilan hukum. Penegakan hukum yang tidak berjalan dengan maksimum, sehingga menumbuhkan kejengkelan dalam perkara hukum yang ada dalam sebuah negara. 

Ketidakadilan hukum dianggap sebagai salah satu faktor yang masih dominan dalam sebuah negara termasuk di Indonesia, sehingga apparat penegak hukum sering menjadi sasaran kekerasan kaum radikalis-teroris. Peristiwa penembakan apparat kepolisian di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Poso, Mataram, Solo, Mataram dan Jakarta adalah bukti-bukti yang menjelaskan kalau posisi dianggap tidak adil dalam menegakkan hukum.

Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan persoalan jihad dalam makna kekerasan atau perang tetapi jihad dalam makna yang luas seperti memberantas kemiskinan, memberantas mafia hukum, memberantas politik uang dan partai yang buruk adalah jihad yang sesungguhnya harus dilakukan. Terkait dengan masalah pendidikan, fakta lapangan memberikan penjelasannya misalnya seperti dikemukakan oleh survei Wahid Foundation tahun 2017 melaporkan mereka mendapatkan penjelasan tentang jihad sebagai kekerasan dan perang. 

Juga tentang qital merupakan penyebab lain yang diterima oleh pelajar sekolah menengah atas mencapai 85 % mendapatkan materi tentang jihad dan qital dalam pengajian sekolah. adanya represi terhadap politik Islam, justru transmisi Islam Timur Tengah terus mengalami perkembangan yang signifikan dengan cara memanfaatkan ruang publik baik melalui sektor formal mau pun informal, seperti: masjid --baik masjid kampus, kampung, mau pun di wilayah perkotaan, pondok pesantren, hingga institusi pendidikan.

Kaum Muda sebagai Penentu

Sebagai penggerak masa depan, kaum muda menjadi sangat penting. Kaum muda merupakan masa depan sebuah bangsa yang ingin maju. Kaum muda tidak bisa dituduh sebagai kelompok yang mengacaukan, tetapi mereka adalah kelompok masyarakat yang bergerak dan terus mencari. Mereka kaum muda tidak bisa ditempatkan sebagai entitas yang selalu dalam kesesatan pikir dan kesesatan tindakan atas nama agama/Tuhan. Tidaklah adil dan proporsional jika menjadikan pemuda sebagai tertuduh. Kaum muda memang secara umur masih belum kalah dibandingkan dengan kaum tua. 

Mereka masih berumur 15-35 tahun sebagaimana dikatakan oleh UNESCO. Sekali lagi kaum muda tidak hanya sebagai objek tetapi mereka adalah subjek yang memiliki dunianya sendiri. Oleh sebab itu perlu mendapatkan perhatian sebagaimana dunianya. Kita akan melihat beberapa fakta lapangan tentang keterlibatan kaum muda dalam aksi-aksi intoleransi yang terus menggunung dan mengepung. Kaum muda sangat penting kehadirannya di ruang publik yang penuh dengan persoalan di depan hidungnya.

Kaum muda dengan begitu perlu dilibatkan dalam proses perubahan sosial yang kian keras. Kaum muda perlu mendapatkan pemahaman kondisi sosial ekonomi politik dan historis yang memadai sehingga memiliki gambar yang jelas tentang sebuah fenomena sebuah negara. Kaum muda tidak bisa disesatkan begitu saja. Sebuah survei yang dilakukan oleh CSIS bahwa kaum muda adalah penikmat media sosial yang sangat tinggi dari 5000 pelajar dan mahasiswa angkatan baru menggunakan media social dalam tiap harinya. 

Sementara itu, The Wahid Foundation melaporkan kaum muda sangat intensif dengan media social seperti Instagram, twitter, fadebook, dan linkedin sebanyak 77 %. Kaum muda belajar agama dari media social bukan dari ustadz-ustadzah yang berceramah secara langsung. . Keterlibatan kaum muda di dunia maya bukanlah tiba-tiba. 

Tidaklah bermasalah ketika kaum muda itu aktif dalam media sosial. Menjadi bermasalah ketika media sosial demikian didominasi dengan adanya pemberitaan kebencian kepada pihak lain. Bahkan menjadi sangat berbahaya jika yang mengunggah berita kebencian adalah kaum muda dan mereka menyukainya seperti dilaporkan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta bahwa media sosial Islam berita kebencian mencapai 87 % dan diakses oleh kaum muda.

Radikalisme Kaum Muda 

Berdasarkan gambaran tentang kekerasan-radikalisme agama telah dikemukakan di atas, mendorong penulis untuk mendeksripsikan Fenomena Radikalisme Gerakan ISIS di Indonesia, dengan memperhatikan berita-berita di media massa dimana angkatan muda banyak terlibat di dalamnya. Seperti di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah beberapa waktu lalu menjadi bukti bahwa kaum muda tertarik dan terlibat dalam gerakan radikalis-terorisme yang terjadi di Indonesia.

Jumlah sedikit tetapi tidak bisa dibiarkan karena menganggu jumlah banyak kaum muda yang sering dijadikan sasaran untuk terlibat dalam gerakan radikalisme-terorisme di Indonesia. Fenomena ISIS merupakan isu yang saat ini ramai diperbincangkan di Indonesia saat ini semenjak kemunculannya diketahui oleh masyarakat Indonesia dari dukungan warga Indonesia yang melakukan aksi baiat di beberapa daerah serta video yang diunggah di youtube baik berupa dukungan maupun ancaman.

Gerakan ISIS memiliki ciri yang melekat pada kelompok ini yaitu; Pertama, bendera berwarna hitam. Kedua, kelompok yang lemah, Ketiga, hati yang keras . Keempat, mengaku mendirikan negara Daulah Islamiyah yang bertujuan mendirikan negara Islam. Kelima, mengajak kepada Al-Quran. Keenam, nama-nama merekasemuannya julukan atau alias. Ketujuh, nama keluarga mereka adalah nama daerah. Kedelapan, memelihara janggut mereka hingga panjang . 

Gerakan yang dipimpin oleh Abu Bakar al - Baghdadi ini dikenal dengan cara sadis yaitu menghalalkan segara cara seperti membunuh, membantai, menjarah, meneror siapapun dari kelompok manapun yang berbeda, menghalangi, dan menolak keberadaan kelompok ISIS. 

Radikalisme-terorisme ISIS jika diperhatikan dalam berita media kita dapat menyaksikan kaum muda terlibat di sana. Mereka memanggul senjata, latihan perang, bahkan tampak di sana terlibat dalam pemboman dan perang sungguhan yakni peledakan bom, mortar, bahkan pembunuhan. Radikalisme memiliki sejarah yang dimunculkan dengan sikap fanatik, intoleransi, dan ekslusif dalam Islam pertama yang ditampakkan oleh kaum Khawarij sejak abad pertama hijriyah .

Isu Krusial Antaragama 

Indonesia, merupakan negara yang secara agama multi religious, baik internal , sedangkan secara eksternal kita mengenal enam agama resmi, yakni Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Bersama-sama dengan Penganut Pengasih, Sapto Dharmo, dan lainnya di Jawa dikenal dengan sebutan penganut penghayat kepada Tuhan yang Maha Esa dan bagian dari kebudayaan. 

Di Indonesia sendiri seperti dalam PNPS tahun 1965 mengatakan bahwa agama yang diakui di Indonesia hanya ada lima yakni Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Islam. Beberapa persoalan isu antar agama yang menjadi krusial untuk kita bicarakan dalam hubungannya dengan beberapa perilaku dan tindakan kekerasan antar agama di Indonesia yang dilakukan dan diyakini oleh kaum muda muslim.

Persoalan penting seperti telah dikemukakan dibagian sebelumnya dari tulisan ini, juga persoalanpersoalan penting yang hendak dikemukakan dibawah ini merupakan hal sangat penting dalam kerangkan Negara yang tidak berdasarkan agama. Persoalan dasar Negara yang sudah final dipersoalkan oleh kaum muda muslim. 

Kita dapat menyaksikan beberapa isu penting yang masih dipersoalkan dalam kerangka Negara Pancasila. Dasar negara Pancasila adalah isu yang sampai sekarang dipersoalkan sebab dikatakan oleh sebagian kelompok agama di Indonesia utama Islam, bahwa Pancasila bukan dasar Negara yang cocok untuk Indonesia, sebab Pancasila hanya hasil kompromi politik umat Islam atas umat lain.

Kaum muda muslim mendukung negara khilafah di Indonesia sebagaimana dilaporkan oleh Wahid Foundation, 2017 serta survei yang dilakukan oleh Navara Foundation 2017, kaum profesional yang di dalamnya sebagian adalah kaum muda mendukung radikalisme-terorisme mendapai 78 %. Persoalan Pendirian Rumah ibadah merupaka kasus yang terjadi di berbagai tempat harus dipikirkan oleh kekuasaan dan umat beragama. Kaum muda berlatar belakang agama Islam tidak setuju jika ada rumah ibadah yang didirikan di sekitar tempat tinggal mereka. Ketika umat Kristen hendak mendirikan gereja, sebagian umat Islam marah dan menolaknya hingga ada yang membakarnya.

Hal ini salah satu penyebab umat Islam tidak mengetahui perlunya mendirikan gereja yang banyak oleh umat Kristen dan seandainya didirikan mungkin tidak perlu terlalu megah apalagi jika umat islamnya termasuk golongan ekonomi lemah.

Simpulan

Kawin antara agama identik dengan pindah agama. Sebab perihal kawin agama tidak harus berpindah agama. Hanya saja dikalangan muslim kawin antar agama antara Islam dengan Kristen masih dianggap hal yang dilarang kitab suci karena dianggap kawin dengan kaum yang tidak sah sehingga dilarang. Namun sekarang sebagian intelektual muslim tidak lagi memandang kawin antar agama dalam perspektif teologis tetapi sosiologis dan psikologis selain kultural

 Kawin antar agama seringkali menjadi senjata ampuh untuk saling mencurigai, menyudutkan dan menyalahkan dakwah agama-agama terutama Islam dan Kristen. Kawin antar agama dianggap sebagai metode penambahan jumlah umat beragama dikalangan agama Ibrahim, sebagai agama misionaris-atau agama dakwah. Kaum muda muslim, tidak setuju dengan kawin antar agama jka dilakukan dilingkungan keluargnya, mencapai 78 %. Inilah persoalan lain lagi yang hemat juga saya sangat serius yakni soal isu pindah agama .

Khususnya dalam tradisi Islam, soal pindah agama dianggap sebagai kafir dan murtad sehingga akan banyak argumen diajukan disana untuk menentang pindah agama dan menghentikan orang untuk pindah agama. Pemilihan agama dalam islam sekalipun dipersilahkan oleh kitab suci tetapi dalam prakteknya tidak demikian. Pindah agama dilarang keras tetapi kalau dari awal pada agama yang bukan Islam tidak dipersoalkan. Inilah yang menurut saya menjadi problem agama-agama misi yang kadang mencari pengikut dengan dakwah atau penyebaran di masyarakat yang beragam.

Tidak mungkin umat Islam hanya berdakwah dikalangan umat Islam dan sebaliknya Kristen, mereka sama-sama agama misionaris maka menyebarkan kepada masyarakat adalah hal yang sebenarnya wajar. Isu tentang toleransi seringkali dikaitkan secara langsung dengan isu pluralisme. Toleransi yang berlebihan jika ada istilah toleransi berlebihan adalah istilah yang sangat krusial diantara umat islam sebab senantiasa dihubungkan dengan isu yang sekarang menjadi penting dalam sebuah masyarakat modern yang multi agama dan etnis. Pluralisme inilah isu sangat sentral belakangan apalagi Majlis Ulama Indonesia memahami Pluralisme adalah relativisme alias meniadakan keragaman dan keunikan agama-agama.

Bahkan dalam pandangan MUI agama-agama itu dianggap sama oleh para pejuang pluralisme padahal tidak demikian sama sekali. Pluralisme bahkan sebuah gagasan dan praktek penghargaan yang hebat tentang keragaman agama yang ada di muka bumi. Pluralisme sebenarnya menurut hemat saya adalah prinsip agamaku adalah agamaku dan agama mu adalah agama mu. Tidak ada campur aduk disana secara pasti sebab masing-masing agama memang memiliki keunikan dan perbedaannya.

Berdasarkan data survei dari beberapa lembaga penelitian yang dikemukakan diatas dimana kaum muda muslim Indonesia masih mempersoalkan beberapa masalah seperti dasar Negara, hubungan dengan orang beragama lain, kawin antar agama, toleransi dan pluralisme sebenarnya ada masalah dalam kerangka pemikiran kaum muda untuk menerima kenyataan sejarah bahwa Indonesia telah disepakati oleh pendiri bangsa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila. Pancasila juga diyakini oleh para pendiri bangsa serta para ahli agama dan Negara tidak bertentangan dengan Islam. Selain itu, kaum muda kita ternyata masih bermasalah dalam hal yang bersifat rekognisi sosial serta meletakkan kesetaraan semua warga Negara di Indonesia untuk hidup berdampingan berdasarkan realitas keragaman agama dan aliran keyakinan. Agama harus dihadirkan untuk membela rakyat yang melarat dan terdiskriminasi bukan membela para raja dan penguasa.

Dalam konteks agama seperti itu, janganlah dilupakan bagaimana pentingnya kaum muda menjadi bagian dari agensi pejuangan untuk menciptakan keamanan dan kedamaian di Indonesia. Beberapa penyebab radikalisme terorisme kaum muda seperti persoalan ekonomi, politik, mentalitas, agama dan kultural merupakan hal yang perlu diperhatikan secara serius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun