Mohon tunggu...
Muhammad Yoffy ferdiansyah
Muhammad Yoffy ferdiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis untuk aktualisasi | Email: yoffyferdiansyah48@gmail.com | IG: yoffischivenhauer_

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Perang Dingin : Dari Radikalisme hingga Islamophobia, Benarkah Amerika adalah Dalangnya?

10 November 2024   16:35 Diperbarui: 10 November 2024   16:47 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan kampanye menolak Islamophobia/RMOL.ID

Gerakan Radikalisme dewasa ini kian marak dalam pemberitaan, bahkan hal ini menjadi peristiwa fenomenal dalam sejarah dengan adanya peristiwa 9/11. Yang mana kala itu sekumpulan teroris berhasil meruntuhkan salah satu icon New york yang terkenal yakni gedung kembar WTC hingga merengut ribuan nyawa. sampai dianggap sebagai Gerakan teror terburuk dalam sejarah Amerika.

Rangkaian peristiwa teror semacam ini juga pernah terjadi di Indonesia seperti Peristiwa Bom Bali (2002) dan Teror Bom di Sarinah (2016). juga masih membekas di ingatan kita akan terjadinya pengeboman sejumlah Gereja di surabaya tahun 2018 yang menyadarkan kita tentang bahaya laten Radikalisme.

Terjadinya serangkaian teror yang dilakukan oleh gerakan kelompok Radikal ini, menyasar sejumlah tempat di dunia terutama di negara-negara Barat. Hal ini mengakibatkan munculnya gerakan diskriminasi terhadap umat beragama, terutama Islam yang sering kali distereotipkan sebagai Agama teroris dan kekerasan. namun benarkah dibalik maraknya gerakan Terorisme dan islamophobia ini ternyata ada peran campur tangan Barat bahkan indonesia?

Pada segi Bahasa, Definisi Radikal sebenarnya mempunyai Arti "Mengakar", yang mana ini bisa berupa Pemikiran ataupun sikap. Kata Radikal ini sebenarnya mempunyai makna yang netral akan tetapi, kata Radikal apalagi di imbuhi morfem--isme dalam konteks sekarang memiliki Definisi yang berbeda.

Menurut KBBI Radikalisme adalah paham/aliran yang disertai sikap ekstrim dan mengakar (radikal) yang menginginkan pembaharuan sosial-politik secara drastis dengan cara Kekerasan. Kata Radikal ini juga erat kaitanya dengan kata "Terorisme" yang mana berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan (aksi teror) demi tujuan tertentu dan sering dihubungkan dengan politik dan ideologi.

Sejarah terjadinya Perang Dingin

Dalam arus sejarahnya, sebelum membludaknya aksi Terorisme di era modern, dalam perkembangannya sangat berhubungan dengan masa perang dingin. yakni dimana terjadi persaingan pengaruh antara Amerika dan Uni Soviet.

bila dilansir dari buku From world war to cold war karya David Reynolds (2006), perang dingin itu dipicu oleh Gaya kepemimpinan Joseph Stalin dengan komunismenya yang otoriter dianggap mengganggu dominasi Amerika-inggris di Eropa barat mengingat soviet telah menguasai eropa timur.

Terlebih lagi Uni Soviet adalah negara kuat yang juga salah satu Negara Pemenangkan perang. oleh karnanya mereka khawatir apabila Uni Soviet ini suatu saat akan menjadi "ancaman baru" dalam jangka panjang setelah peperangan melelahkan melawan Nazi Jerman di perang dunia II.

Dalam perspektif yang lain, Uni Soviet sendiri beranggapan bahwa walaupun keduanya bersama-sama dalam memenangkan perang dunia II namun mereka menuding bahwa Amerika Serikat dan Inggris seakan menyampingkannya dalam kancah internasional. Disaat itulah kemudian timbul ketegangan dan saling benci antar kedua kubu tersebut yakni blok Barat (Amerika serikat dkk) dan Blok timur (Uni Soviet dkk).

Uni Soviet juga beranggapan bahwa setelah Revolusi Bolshevik oleh Lenin (1917) ditegakkan, maka dominasi kapitalis saat ini haruslah diruntuhkan dan diganti dengan paham sosialis. itulah yang akhirnya menjadi landasan mereka memusuhi Amerika serikat dkk.

Sebaliknya Blok barat sendiri takut jika pengaruh Uni Soviet ini akan makin melebar mempengaruh negara-negara di dunia, mengambil alih sumber daya strategis dan menjadi setral dunia dengan Paham Komunismenya. Karna itulah kemudian terjadi perang dingin antar masing-masing kubu tersebut.

Perang Dingin adalah perang yang tidak ada konfrontasi senjata secara langsung Antar keduanya. Melainkan perang melalui persaingan seperti seperti persaingan dibidang teknologi Nuklir & penjelajahan luar angkasa, operasi intelijen, propaganda politik dan bantuan ekonomi kepada negara yang sedang krisis seperti Marshall Plan dan Molotov Plan.

Dimana pada awalnya istilah 'Perang Dingin' ini sendiri dikemukakan oleh George Orwell pada 1945 yang merujuk pada ketakutan akan bayang-bayang perang senjata nuklir antar kedua negara superpower tersebut. (Britannica, 2023)

Walaupun tak ada Konfrotasi Fisik secara langsung, peperang antar keduanya justru menggunakan cara yang tak kalah berbahayanya dari nuklir, yakni menggunakan Proxy war. Hal ini membuat kedua kubu berusaha saling mempengaruhi negara-negara dunia ke- 3 (negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia)

Yakni dengan memberikan stimulus bantuan ekonomi sekaligus mengobarkan propaganda ideologi kepada negara tersebut. Keduanya saling mengobarkan ketakutan akan kubu yang berseberangan kepada masyarakat di negara Sasaran. Alhasil imbas dari perang narasi antar kedua Blok mengakibatkan terjadinya perpecahan di kalangan masyarakat pada negara sasaran tersebut.

Perpecahan antara Jerman Barat dan Jerman Timur, Korea Selatan dengan Korea Utara, Vietnam Selatan dan Vietnam Utara, Faksi Koumintang melawan Partai komunis di Tiongkok. Bahkan terjadi di Indonesia dengan peristiwa G30sPKI era Orde baru, Ataupun Operasi Seroja di Timor Timur.

Operasi tersebut juga disinyalir menjadi bagian untuk menghentikan berkuasanya Haluan kiri Fretilin di Timor Timur yang baru saja merdeka dari Portugis. Dihadapan dua kekuatan negara Superpower yang tengah berseteru itu, negara-negara ini hanya menjadi "Pion" dan ladang pertumpahan darah untuk melegitimasi Ideologi serta pengaruh kekuasaan mereka, tanpa harus mengotori tangan mereka sendiri.

sejarah terkait peran Amerika dalam perkembangan Radikalisme di Afghanistan

Gerakan kampanye menolak Islamophobia/RMOL.ID
Gerakan kampanye menolak Islamophobia/RMOL.ID
Hal ini tak terkecuali terjadi di negara-negara Timur tengah terutama Afghanistan yang menjadi lahan pertempuran untuk membendung invasi Uni Soviet oleh Amerika. Untuk membendung Uni Soviet di Afghanistan, Amerika dan sekutunya tidak keberatan untuk menghalalkan segala cara untuk mengalahkan Uni Soviet dalam perang tersebut.

termasuk dengan cara mendukung pasukan ekstrimis di Afghanistan dan Pakistan. lalu turut memberi juga bantuan berskala besar dalam bidang persenjataan dan dana guna berperang melawan invasi Uni Soviet.

Menurut Seorang jurnalis dan Akademisi yang meneliti tentang terorisme Afghanistan, Steve coll (2004) dalam bukunya yang berjudul Ghost War mengemukakan bahwa Amerika bekerja sama dengan Arab Saudi dan Pakistan untuk mendukung dan membiayai kelompok militan Al-Mujahidin.

Kelompok tersebut dikomandani Ahmad Shah Massoud dan Hezb-e Islami yang dipimpin Gulbuddin Hekmatyar pada 1979 - 1980-an. serta ditambah dengan tokoh-tokoh adanya terkenal seperti Osama bin Laden, Azzam Abdullah, Qutb Sayyed juga turut berkontribusi untuk melawan Uni Soviet sampai pada tahun 1992. Setelah perlawanan yang sengit, kelompok Mujahidin ini pada akhirnya berhasil mengalahkan Uni Soviet dan mengontrol Afghanistan.

Selanjutnya pada beberapa tahun kemudian, kelompok Al Qaeda yang merupakan para alumni dari perang Afghanistan ini pun bersekongkol dengan taliban, dan justru berbalik menyerang AS dengan meledakan gedung kembar WTC menggunakan pesawat pada 9 september tahun 2001.

Alhasil kelompok yang sebelumnya mereka danai dan besarkan pada perang Afghanistan ini pun menjadi bumerang sendiri bagi Amerika Serikat serta menjadi momok bagi negara-negara barat. Singkatnya, dari Runtutan peristiwa tersebut pada akhirnya menyebabkan timbulnya gelombang Islamophobia yang kian menyeruak di negara-negara barat.

Padahal, hal itu juga sebenarnya tidak lepas dari ulah mereka sendiri. Gerakan Teroris transnasional ini pun semakin melebarkan sayapnya ke negara-negara lain di dunia, salah satunya Indonesia.

Bahkan Terjadinya beberapa peristiwa bom di Bali juga disinyalir memiliki jalur hubungan dengan doktrin aliran islam di Afghanistan, seperti pemikiran Islam Politik Fundamental Sayyed Qutb yang pemikirannya menyebar dari Maroko hingga ke Indonesia. (Steve Coll,2004)

Maka Dari sini dapat dijadikan pembelajaran Jeli dalam untuk menilai suatu sebab, karena sesuatu tak akan menjadi akibat tanpa adanya variabel terkait. Walaupun, dalam dunia islam gerakan Radikalisme memiliki sejarah yang panjang nan rumit namun Sepertinya Barat Seakan "Hipokrit" dengan menuding biang terorisme adalah islam.

Namun Tanpa sadar, tindakan yang dilakukan oleh mereka ini justru mendorong Aksi terorisme internasional yang mereka kecam-kecam lewat sikap Islamophobia, Layaknya memberi minyak pada kobaran api yang semakin membesar lalu membakar tangan mereka sendiri.

Tetapi biar bagaimanapun, Radikalisme Agama haruslah dihindari karna itu adalah simbol dari kekakuan dan kejumudan berpikir. Serta aksi teror yang membawa ketakutan hanya akan membawa kehancuran yang menganggu stabilitas sosial dan menghambat kemajuan Peradaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun