Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Puan Maharani telah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa di bidang politik dari Pukyong National University Korea Selatan. Pemberian gelar ini dilaksanakan di College Theatre di Busan Korea Selatan. Karena kiprahnya sebagai Invisible hand Menko bidang PMK, ketua DPRI yang menuai banyak pujian sehingga mampu mengangkat artikulasi kaum perempuan.
Bagaikan Laksaman Malahayati, Puan Maharani sebagai panglima yang mampu mematahkan lawan politiknya Ganjar. Cucu dari Founding Fathers ini memiliki nama maha dan rani, maha yang berarti diatas segala-galanya, sedangkan rani artinya berani. Tak heran sifatnya seperti burung yang selalu terbang diatas dengan gagah berani mengepakan sayap-sayapanya yang hitam melalui pidatonya di Busan.
Sebagai seorang C2 Proficient dan sahabat Park Byeong-seug. Pidato Puan menggunakan bahasa ibu dalam penerimaan gelar HC nya. Dia mengatakan ''gelar ini adalah pengakuan atas kerja semua perempuan Indonesia dalam mendorong terciptanya kesetaraan gender. Politik yang bertujuan mewujudkan tananan yang lebih baik sejatinya menghadirkan kesejahteraan untuk semua''. Pertanyaannya apakah gelar HC nya bernilai?
Karena gelar Honoris Causa dianggap memiliki nilai. Maka lawan politik yang berprestasi harus dilawan dengan prestasi. Gelar honoris Causa disematkan dari perguruan tinggi kepada Puan Maharani yang telah dianggap berjasa, perempuan yang memiliki karya luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan umat manusia. Karena nilai itulah yang mampu mempengaruhi keputusan  dan memandu tindakan masyarakat.
Rakyat menggangap mereka yang memiliki gelar harus mampu sebagai seorang poliglot. Dalam percarturan politik, perlunya nilai itu untuk mengangkat harkat dan martabat. Dia akan dianggap memiliki historis pendidikan akademis dan setiap keputusan atau tindakannya memiliki nilai yang mampu menggerakan masyarakat. Bukannya menerima gerakan positif namun gerakan negatif, masyarakat sudah melek atas pola kerja Puan Maharani.
Menurut badan statistika DataIndonesia.id jumlah populasi wanita di Indonesia 133,54 juta jiwa, tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki. Nilai paling terbesar di dominasi kalangan remaja yang menyukai k-pop korea. Alih-alih menggunakan gelar HC dari korea untuk menuai suara kaum perempuan, justru sebalinya mereka sadar tidak ada karya magnum opus-nya  yang di milikinya. Bahkan penggalan setiap kata yang diucapnya dalam pidatonya tidak ada yang menggunakan bahasa korea dan Inggris.
''Nilai itulah yang sebenarnya kita tuju dalam hidup, kamu bukan mengejar kenikmatan batiniyah, tapi kamu anggap gelar HC itu bernilai.'' Sehingga orang yang mempunyai nilai tinggi berfikir dia mampu memerintah orang. Namun nilai itu sifatnya mutlak, nilai yang baik akan bertemu dengan kebaikan, namun nilai yang buruk akan mendapat respon yang buruk.
Berbeda dengan Buya Hamka, beliau tidak membayar gelar Honoris Causanya. Gelar HC nya diberikan oleh Universitas Al-Azhar kepadanya. Magnum Opus-nya berjudul Tafsir Al-Azhar berjumlah 9 jilid yang sering kita baca. Seorang yang tidak pernah menuntut ilmu di lingkungan akademis, namun mampu berfikir dan menggerakan kaum akademis. Karena keluwesan ilmu pengetahuanya lah gelar HC pantas disematkan untuk beliau.
Nilai itu obyektif, manusia tidak menciptakan nilai, namun nilai sendirilah yang akan mengikuti orang tersebut. Pada tahun 1974 gelar Honoris Causanya juga diberikan oleh Universiti Kebangsaan Malasyia. Gelar itu langsung diberikan oleh Tun Abdul Razaq seorang perdana mentri Malasyia. Karena karyanya lah yang begitu banyak mampu membuka cakrawala kaum intelektualitas dunia.Â
Tak hanya kiprahnya di Indonesia, sebelum gelar HC nya melakat padanya Buya Hamka sudah dinilai sebagai ulama asia tenggara bahkan dunia. Banyak dari karyanya juga di filmkan, sehingga dapat dinikmati buah nilai yang melekat padanya tanpa gelar Honoris Causa pun. Inilah yang dinamakan parameter, karena karyanya lah yang masih hingga sekarang dari pra kemerdekaan sampai post reformasi masih, durasi yang begitu lama maka nilai yang muncul semakin tinggi.
''cobalah untuk tidak menjadi orang yang sukses, tetapi jadilah seseorang yang bernilai'' kalimat ini seringkali di dawamkan, banyak orang yang sukses dengan jabatan, gelar HC namun hidupnya tak bisa bernilai, bermanfaat bagi umat. bahkan ada seseorang yang mengejar nilai namun dimata masyarakat tidak bernilai.