Kita semua tahu bahwa system demokrasi telah kita sepakati bersama tercantum pada sebuah UUD 1945. Jika kita cermati bersama bahwa UUD 1945 mengatur tentang kedaulatan rakyat dua kali pertama pada pembukaan Alinea ke empat dan pada pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Namun dalam prakteknya sering kali demokrasi dianggap system yang gagal. Sistemnya yang gagal atau kita yang gagal menafsirkan demokrasi ? Â dalam penafsirannya kita kerap membandingkan system demokrasi barat dan timur. Namun perlu kita sadari demokrasi memiliki unsur kebudayaan disetiap daerah atau negara.
Demokrasi yang diharapkan oleh para pendiri bangsa adalah demokrasi yang mengadopsi nilai nilai budaya bangsa kita itu tertuang dalam Pancasila yaitu "kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Namun dalam prakteknya kita gagal mengartikan hal tersebut. Perwakilan dalam konteks ini adalah perwakilan ide bukan perwakilan orang. Namun yang diartikan saat ini adalah perwakilan orang. Jika perwakilan orang maka jelas kaum borjuis yang menang bukan idenya. Â Â
Mari kita tilik fenomena yang ada kita hanya focus pada siapa pemimpinnya tanpa tahu mau dibawa kemana negara ini akan di bawa. Ibarat naik bis kita milih sopir tapi tidak tahu sopir akan membawa kemana. Kelemahan kita adalah selalu mengadopsi system barat dan tidak percaya diri dengan sistem yang di buat oleh para pendiri bangsa kita.
Sejak kapan system vote itu membawa keadilan ? vote merupakan perjudian duniawi yang sudah di site up sedemikian rupa oleh bandar, rakyat hanya di jadikan alat legacy politik bahwa pemilihan ini benar dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat namun tidak menyentuh inti dari demokrasi itu. Saya rasa semua orang pernah melakukan cipta kondisi untuk menyembunyikan kondisi yang sebenarnya hal ini yang tidak pernah di evaluasi oleh kita sehingga kita jauh dari rasa keadilan artinya kita menjalani system yang penuh kebohongan.
akhirnya yang terjadi seperti sekarang penguasa bukan seorang yang tau dalam bidangnya. Hanya kekuatan modal yang menghantarkannya ke bahtera kekuasaan. Sintesanya segala keputusan  yang diambil hanya berdasarkan nilai materiil bukan berdasarkan hati nurani. Â
Tulisan ini adalah pandangan dari orang bodoh yang memimpikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang takut akan Tuhan, bangsa yang menghargai bangsa lain namun tidak meninggalkan bangsanya sendiri, dan bangsa yang percaya diri akan potensi bangsanya.
Kalimat penutup "orang  yang berlandaskan akademisi akan berfikir tulisan ini adalah sebuah opini karena tidak berdasarkan data, Namun bagi orang yang berlandaskan Nurani akan mengetahui sebuah kebenaran dari tulisan ini. Pancasila tidak ditemukan menggunakan data, namun Pancasila ditemukan menggunakan Nurani yang Tuhan berikan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H