Mohon tunggu...
Muhammad Wildanfaridy
Muhammad Wildanfaridy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wiraswasta

Anak pertama dari 3 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rubaiat

5 Agustus 2022   14:51 Diperbarui: 5 Agustus 2022   15:10 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rubaiat .

Matamu, sungai bedadung yang mengalirkan sepi, menghayutkan mimpi mimpi sejuk tidurku yg sulit ku pejamkan, mimpi atas kehilangan yg selalu datang diam diam.

Alismu bulan sabit , yang memantulkan cahaya nya pada sepi dan dinding dinding kamarku yg hening, di saat itu aku selalu bertanya apakah bisa sunyi yang dingin dan purba itu membunuhku?

Rambutmu, hutan bandealit yg rimbun,sunyi dan sepi dan tiap kali para tualang menyelajah, menyesatkannya pada jalan panjang tak berakhir..

Keningmu, adalah musim dingin yg tak kunjung berakhir,  tempat daun daun tua menyerahkan dirinya pada takdir, gugur.

Kekasih, ada yg diam diam tak bisa kita lupa, seberapapun kita mencoba membunuhnya, sesuatu yg kita sebut kenangan...

Ditepianmu, kini aku memahami.

Matamu, sungai bedadung;
Yg mengalirkan sunyi abadi..

25 april 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun