Perjalanan Kehidupannya
 lahir di Mesir, 1849 dan meninggal di Mesir, 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun. Beliau adalah seorang pemikir muslim dari Mesir. Muhammad Abduh seorang anak dari petani. Diumur 10 tahun sudah hafal Alquran dan kabarnya hanya ditempuh dalam rentang waktu 2 bulan. Beliau ini adalah tipe orang yang suka ngambek dalam hal belajar, dikarenakan kecerdasannya yang tinggi dan sistem pendidikan yang tidak mampu membuatnya puas akan belajar, disamping itu kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Akhirnya beliau memutuskan untuk memberhentikan kegiatan belajarnya karna sudah tidak ada yang mampu membuatnya puas. Oleh karena itu, pada umur 16 tahun beliau memutuskan untuk menjadi petani melanjutkan pekerjaan orang tuanya. Ahmad Darwis, pamannya yang merasa kepintaran Abduh sangat disayangkan jika hanya bekerja sebagai petani kemudian mendatanginya untuk menyuruhnya melanjutkan studi belajarnya. Mendengar nasihat dari pamannya yang membuatnya tersentuh, maka mulailah abduh melanjutkan studi belajarnya di tempat pendidikan setempat. Setelah lulus, kemudian Abduh melanjutkan pendidikannya di Al Azhar, Mesir.
Ketika berada di Al Azhar, Abduh merasakan corak pembelajaran yang dirasakannya dulu yaitu pembelajaran lewat kitab kitab terus menerus dan hanya mempelajari pemikiran orang lain melulu. Sehingga Abduh merasa bahwa tidak ada pemikiran pemikiran baru yang berkembang bagi kehidupan dan seolah olah hanya menghafal dan mengkritik. Dari situlah Abduh mulai tidak puas dengan Al Azhar. Kemudian beliau melarikan diri kedalam ranah kesufistikan seperti yang dilakukan Al Ghazali dulu, bahwa katanya Tasawuf adalah puncak dari keagamaan. Lantas beliau pun mulai menekuni bidang sufistik, namun lambat laun ia merasakan bahwa ternyata ia tidak cocok dengan bidang sufistik ini. Melihat kegelisahan Muhammad Abduh, pamannya yang bernama Darwis menghampirinya dan kemudian menyarankan kepadanya untuk belajar ilmu umum. Setelah masuk dalam ranah ilmu umum, barulah Muhammad Abduh merasakan kepuasan yang sesungguhnya dalam dunia keilmuan.
Kecintaan dan kepuasan Abduh memuncak setelah bertemu dengan Jamaluddin al Ghafani (seorang aktivis politik yang kerap menyuarakan persatuan Islam), yang tak lain adalah guru atau mentornya. Abduh dengan tekun mengikuti pembelajaran oleh gurunya. Jamaluddin mengenalkan buku buku filsafat yang dianggap ganjil  dalam pendidikan mesir saat itu. Selain belajar filsafat, Abduh juga mempelajari konsep kebebasan berpikir yang mirip seperti konsep Mu'tazillah. Namun, ia menolak dikatakan sebagai penganut Mu'tazillah, karena ia tidak pernah taqlid dalam satu kelompok. Berkat pertemuannya dengan Jamal, Abduh pun menjadi sosok yang berbeda dibanding sebelumnya. Visinya pun tidak hanya mencakup Mesir tetapi juga dunia Islam.
Mesir dalam era Abduh sedang mengalami ketertarikan luar biasa dengan sains, saat itu penguasanya Ali Pasha. Napoleon adalah orang yang mengenalkan mesir dengan sains. Dalam rangka transit ke India yang pada saat itu prancis sedang bersaing dengan Inggris. Napoleon tidak hanya membawa pasukan perang melainkan juga membawa para ilmuwan. Bahkan Napoleon di Mesir juga membangun laboratorium ilmiah. Dari situlah orang orang mesir mulai membuka matanya dengan kedahsyatan sains. Bertolak dari situ, banyak murid murid yang dikirim keluar negeri dan mendatangkan para guru dari luar. Akhirnya lahirlah pembaruan dalam dunia Islam, salah satunya ialah Muhammad Abduh.
Kehidupan Di Perancis
Di Perancis, Muhammad Abduh melihat bahwa orang orang disana itu non muslim, akan tetapi perilakunya sangat islami. Diantaranya yang membuat Abduh terkagum kagum tatkala ia melihat orang yang berjualan koran namun korannya dibiarkan begitu saja tanpa penjagaan dan jika ada yang mau membeli tinggal mengambil koran dan meninggalkan uang tersebut dalam suatu wadah. Namun tidak ditemukannya kejahatan yang ada dalam celah tersebut, lantas seketika ia membayangkan jika hal tersebut ada didaerah tinggalnya di Mesir, pastilah korannya habis namun uangnya tidak ada. Suatu ketika Abduh pulang ke Mesir tepatnya di Iskandariyah, ketika baru menginjakkan kakinya ditanah tersebut, ternyata ada pencurian disana. Dan hal tersebut sangat menyayat hatinya, kemudian Abduh dari lubuk hatinya mengutarakan kata kata yang terkenal sampai sekarang yaitu:
 "aku pergi ke Negera barat kulihat islam tapi tidak kulihat muslim. Dan aku pergi ke Negara Arab kulihat muslim tapi tidak kulihat Islam."
Itulah problem besar yang dirasakan oleh Abduh, yaitu tentang bagaimana orang Islam selain identitasnya muslim perilakunya juga muslim. Maka Muhammad Abduh mengagendakan empat pembaruan, yaitu;
Yaitu membersihkan Islam dari Bid'ah dan khurafat. Islam sudah terlalu kotor oleh hal hal yang tidak islami. Misalnya ibadah, secara umum telah tercemari oleh gagasan gagasan yang sudah tidak bisa dibedakan lagi mana Islam yang original dan mana yang sebatas tafsiran. Melihat kondisi seperti itu, maka Abduh membuat proyek purifikasi guna membedakan ayat ayat alquran yang original dan hanya tafsir.
Sebagian besar reformasinya di dunia pendidikan dan sempat menjadi Rektor di Al Azhar yang kemudian melakukan modifikasi modifikasi pendidikan yang luar biasa. Misalnya dengan memperjuangkan mata kuliah filsafat agar diajarkan di Al Azhar, karena menurutnya dengan belajar filsafat, semangat intelektualisme Islam yang hilang diharapkan dapat hidup kembali.