Matahari pagi mulai menyingsing, menyinari halaman Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga yang ramai oleh aktivitas santriwati. Suasana pagi itu terasa berbeda. Ada campuran rasa bahagia, haru, dan sedih yang menyelimuti hati para orang tua, termasuk Umi, Abi, dan Mbak Najwa, yang datang untuk mengantarkan Ananda Naura Raudhatul Jannah ke program Quran Camp. Ananda, yang kini duduk di kelas VIII SMPIT, telah menghabiskan hampir 1,5 tahun di pondok ini. Ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, cerdas, dan penuh semangat dalam menuntut ilmu.
Ananda sangat betah di asrama. Teman-temannya sudah seperti saudara sendiri. Mereka saling mendukung, belajar bersama, dan berbagi cerita setiap hari. Namun, hari ini, Ananda harus berpisah sementara dengan mereka. Ia terpilih untuk mengikuti Program Quran Camp di Cibadak, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor, selama 50 hari. Targetnya mulia: menghafal 3-5 juz Al-Quran. Sebuah kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan.
Malam sebelumnya, Umi, Abi, dan Mbak Najwa bermalam di pondok untuk menemani Ananda. Malam itu terasa begitu singkat. Umi memeluk Ananda erat, mencoba menahan air mata yang tak ingin ditunjukkan. "Naura, jaga diri baik-baik, ya. Ibu bangga sama kamu," bisik Umi lembut. Ananda hanya mengangguk, matanya berkaca-kaca tapi ia berusaha tegar. Ia tahu, ini adalah bagian dari perjalanannya menuju kebaikan.
Pagi hari, acara pelepasan dimulai. Kepala Sekolah SMPIT beserta para guru memberikan pesan-pesan penuh makna. Mereka berdoa agar para santriwati yang berangkat diberikan kemudahan, kekuatan, dan keberkahan dalam menghafal Al-Quran. Suara lantunan doa menggema di udara, membuat hati semua yang hadir terasa hangat namun berat.
Setelah acara pelepasan, semua peserta Quran Camp berkumpul di GOR RU. Pimpinan pondok memberikan arahan terakhir. Suaranya tegas namun penuh kasih sayang. "Anak-anakku, ini adalah perjalanan kalian untuk lebih dekat dengan Allah. Jaga diri, jaga hati, dan jaga hafalan kalian. Kami semua menunggu kalian pulang dengan membawa keberkahan."
Saatnya tiba. Ananda dan teman-temannya berjalan menuju bus yang sudah menunggu. Umi, Abi, dan Mbak Najwa berdiri di pinggir, mencoba tersenyum meski hati mereka berat. Ananda melambaikan tangan, matanya berkaca-kaca. "Ibu, Abi, Mbak Najwa, doakan aku ya!" teriaknya lembut. Umi tidak bisa menahan air mata lagi. Ia melambai sambil berbisik, "Ibu sayang kamu, Naura. Kembalilah dengan selamat."
Bus perlahan mulai bergerak. Suara tangis dan doa mengiringi kepergian mereka. Ananda duduk di dekat jendela, matanya menatap keluar, mencoba mencari wajah keluarganya yang semakin jauh. Hatinya berat, tapi ia tahu ini adalah ujian dan amanah yang harus dijalani.
Di dalam bus, suasana hening. Beberapa santriwati menangis, sementara yang lain mencoba menguatkan diri. Ananda memejamkan mata, berdoa agar diberikan kekuatan. Ia teringat pesan Umi, "Naura, setiap perpisahan pasti ada pertemuan lagi. Umi tunggu kamu pulang dengan hafalan yang sempurna."
Hari-hari di Quran Camp pun dimulai. Ananda dan teman-temannya berusaha keras menghafal, saling menyemangati, dan berdoa bersama. Namun, di tengah kesibukannya, kerinduan pada keluarga dan teman-teman di pondok tak pernah hilang. Setiap malam, sebelum tidur, Ananda selalu membuka album foto di teleponnya, melihat gambar Umi, Abi, Mbak Najwa, dan teman-temannya. Air matanya jatuh pelan, tapi ia segera mengusapnya. "Aku harus kuat," bisiknya pada diri sendiri.
Semoga perjalanan anada bisa menginspirasi kita semua untuk lebih mencintai dan menghafal Al-Quran. Amiin.
