Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini
Muhammad Isnaini Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Membaca dan menulis adalah dua sisi dari satu koin: membaca memperkaya wawasan, sementara menulis mengolah dan menyampaikan wawasan tersebut. Keduanya membangun dialog tak berujung antara pikiran dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghidupkan Etika Spiritual dalam Pelestarian Bumi

8 Januari 2025   05:40 Diperbarui: 8 Januari 2025   05:38 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar disadur dari JPIC-OFM Indonesia

Krisis ekologi global yang kita hadapi saat ini menuntut keterlibatan semua pihak, termasuk institusi agama. Sebagai salah satu pilar dalam kehidupan manusia, agama memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran ekologis. Konsep spiritualitas hijau menjadi gagasan penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai keimanan dengan tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Spiritualitas hijau tidak hanya mengajarkan cinta terhadap alam sebagai bagian dari ciptaan Tuhan, tetapi juga menuntut tindakan nyata dalam pelestarian bumi.

Dalam pandangan agama, alam semesta adalah amanah yang harus dijaga. Dalam Islam, misalnya, konsep khalifah menggarisbawahi tanggung jawab manusia sebagai penjaga bumi. Begitu pula dalam tradisi Kristen, terdapat prinsip stewardship yang menekankan pentingnya mengelola alam dengan bijaksana. Hindu mengajarkan nilai ahimsa, yaitu non-kekerasan terhadap semua makhluk hidup, sebagai bentuk penghormatan kepada alam. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa setiap agama memiliki landasan teologis yang dapat dijadikan pedoman untuk pelestarian lingkungan.

Spiritualitas hijau mendorong perubahan cara pandang terhadap alam. Alam bukan sekadar sumber daya untuk dieksploitasi, melainkan entitas dengan nilai intrinsik yang harus dihormati. Hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya nyata, seperti penghijauan, penggunaan energi terbarukan, dan pengurangan limbah. Misalnya, di banyak negara, komunitas agama telah memulai program penghijauan berbasis keagamaan, seperti kampanye Eco-Islam yang mempromosikan praktik ramah lingkungan sesuai ajaran Al-Qur'an, atau gerakan Green Churches yang menggalakkan penggunaan teknologi ramah lingkungan di gereja-gereja.

Penting pula bagi pemimpin agama untuk menyampaikan pesan ekologis kepada umat. Dalam khotbah dan ceramah, mereka dapat mengajarkan bahwa menjaga lingkungan adalah bentuk ibadah. Masjid, gereja, pura, dan wihara dapat dijadikan pusat edukasi lingkungan berbasis spiritual. Dengan pendekatan ini, pesan pelestarian bumi tidak hanya menjadi isu lingkungan semata, tetapi menjadi bagian integral dari kehidupan beragama.

Krisis ekologi global menuntut solidaritas antaragama. Isu-isu seperti perubahan iklim, polusi, dan deforestasi memengaruhi semua umat manusia tanpa memandang agama atau kebangsaan. Dialog lintas agama dapat menjadi wadah untuk menemukan kesamaan nilai dan menggalang aksi bersama. Contohnya adalah kolaborasi antaragama dalam program penanaman pohon atau kampanye pengurangan penggunaan plastik di komunitas lokal. Dalam skala global, forum seperti Parliament of the World's Religions telah membuktikan bahwa kolaborasi lintas iman mampu memberikan kontribusi signifikan dalam upaya pelestarian lingkungan.

Di Indonesia, Deklarasi Istiqlal tahun 2023 menjadi contoh nyata bagaimana agama dapat diintegrasikan dengan aksi ekologis. Deklarasi ini mengajak semua umat beragama untuk berkomitmen mengurangi emisi karbon, melestarikan keanekaragaman hayati, dan mendukung energi terbarukan. Melalui inisiatif ini, masjid dan tempat ibadah lainnya difungsikan sebagai pusat edukasi ekologi yang melibatkan umat secara aktif. Deklarasi ini juga menekankan pentingnya pengelolaan lingkungan sebagai tanggung jawab kolektif, yang tidak hanya melibatkan individu tetapi seluruh komunitas beragama.

Spiritualitas hijau menuntut kesadaran dan komitmen jangka panjang. Setiap individu diharapkan menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari rutinitas keagamaan, seperti meminimalkan limbah dalam acara keagamaan atau mengurangi penggunaan energi fosil di tempat ibadah. Dengan semangat ini, menjaga bumi menjadi lebih dari sekadar tanggung jawab moral; ia menjadi bentuk syukur kepada Tuhan atas anugerah ciptaan-Nya. Dalam implementasinya, spiritualitas hijau dapat menjadi landasan kuat untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dengan alam, melestarikan bumi untuk generasi mendatang.


Gambar disadur dari Republika.id
Gambar disadur dari Republika.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun