Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini
Muhammad Isnaini Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Membaca dan menulis adalah dua sisi dari satu koin: membaca memperkaya wawasan, sementara menulis mengolah dan menyampaikan wawasan tersebut. Keduanya membangun dialog tak berujung antara pikiran dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Green Leadership Melalui Pendekatan Strategis dan Terencana

11 Desember 2024   15:30 Diperbarui: 11 Desember 2024   15:22 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berawal dari membaca facebook teman sekaligus guru  dan mentor di CRCS UGM beberapa tahun yang lalu, mas Suhadi Namanya, beliau menuliskan dalam FBnya Riset-riset tentang ekologi di PTKIN khususnya UIN Suka lagi rame didiskusikan misalnya tentang klaster agama dan ekologi diantara topik-topik yang dibahas adalah migrasi akibat bencana lingkungan, persoalan sampah, ekowisata, Pendidikan lingkungan, green leadership, konservasi mangrove dan lain-lain. Terbersitlah dalam pikiran untuk mendisprak tema-tema tersebut dengan judul di atas.

Green Leadership adalah pendekatan kepemimpinan yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan, pengelolaan sumber daya secara bijaksana, serta pelibatan komunitas dalam upaya menjaga kelestarian bumi. Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP), pendekatan berbasis kepemimpinan hijau dapat mengurangi emisi karbon global hingga 20% jika diterapkan secara kolektif. Hal ini menunjukkan bahwa Green Leadership bukan hanya penting, tetapi juga mendesak dalam menghadapi tantangan lingkungan global. Dalam era di mana tantangan lingkungan semakin kompleks, seperti perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, dan meningkatnya polusi, Green Leadership menjadi kunci untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan berorientasi pada masa depan.

Pemimpin dengan karakter Green Leadership tidak hanya berperan sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai inspirator dan agen perubahan. Misalnya, Wangari Maathai, penerima Nobel Perdamaian asal Kenya, berhasil memobilisasi komunitas lokal melalui gerakan Green Belt Movement untuk menanam jutaan pohon, meningkatkan kesadaran lingkungan, dan memberdayakan perempuan di pedesaan. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana kepemimpinan hijau dapat menciptakan dampak yang luas dan berkelanjutan. Mereka mempromosikan kesadaran lingkungan, mengintegrasikan prinsip-prinsip hijau ke dalam setiap aspek kegiatan komunitas, dan mendorong partisipasi aktif dari anggota komunitas untuk bersama-sama merancang serta mengimplementasikan strategi keberlanjutan. Dalam konteks komunitas, Green Leadership menjadi semakin relevan. Komunitas merupakan unit sosial yang memiliki kekuatan kolektif untuk memengaruhi perubahan di tingkat lokal. Dengan adanya pemimpin yang mengedepankan prinsip Green Leadership, komunitas dapat mengidentifikasi masalah lingkungan yang mendesak, merancang strategi berbasis partisipasi, dan melaksanakan program yang berdampak nyata. Sebagai contoh, sebuah studi oleh International Institute for Environment and Development (IIED) menunjukkan bahwa pendekatan komunitas berbasis kepemimpinan hijau di Uganda berhasil meningkatkan akses air bersih dan melindungi kawasan hutan lokal melalui kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Hal ini mencakup kegiatan seperti pengelolaan sampah berbasis komunitas, penghijauan lingkungan, dan edukasi tentang gaya hidup ramah lingkungan.

Artikel ini bertujuan untuk membahas bagaimana membangun Green Leadership dalam komunitas melalui pendekatan strategis dan implementasi yang terencana. Langkah-langkah ini mencakup identifikasi kebutuhan komunitas, pelibatan berbagai pihak, penyusunan strategi yang inklusif, serta pemantauan dan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan keberhasilan program. Dengan demikian, Green Leadership dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk mewujudkan komunitas yang lebih hijau, tangguh, dan berkelanjutan.

Membangun Green Leadership dalam komunitas memerlukan pendekatan yang strategis dan implementasi yang terencana untuk mencapai hasil yang berkelanjutan. Green Leadership tidak hanya tentang kemampuan seorang pemimpin untuk menggerakkan perubahan, tetapi juga melibatkan transformasi budaya komunitas menuju kesadaran lingkungan yang lebih tinggi. Proses ini dimulai dengan membangun visi yang jelas dan berbasis pada kebutuhan ekosistem lokal. Seperti yang diungkapkan oleh Goleman (2013), pemimpin yang baik harus mampu mengembangkan kesadaran ekosistem melalui empati dan pengambilan keputusan yang berbasis data.

Pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat menjadi kunci sukses dalam implementasi. Sebuah komunitas akan lebih mudah menerima perubahan jika terdapat edukasi yang konsisten mengenai pentingnya menjaga lingkungan, dikombinasikan dengan pemberdayaan masyarakat dalam proyek-proyek nyata seperti pengelolaan sampah, urban farming, atau konservasi air. Dalam konteks ini, Senge (2008) menekankan bahwa mentalitas sistem sangat dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara kebutuhan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Namun, tantangan sering kali muncul dalam bentuk resistensi terhadap perubahan. Untuk mengatasi hambatan ini, model 8 langkah perubahan yang diajukan oleh Kotter (1996) dapat diadaptasi. Membuat masyarakat memahami urgensi krisis lingkungan melalui data dan pengalaman langsung adalah langkah pertama yang penting. Setelah itu, membangun tim penggerak dari berbagai kalangan masyarakat menjadi modal sosial untuk memastikan keberlanjutan program.

Secara keseluruhan, membangun Green Leadership adalah proses berkelanjutan yang memerlukan komitmen kuat dari semua pihak. Visi strategis harus diterjemahkan menjadi aksi nyata yang bisa dirasakan manfaatnya oleh komunitas. Dengan pendekatan yang terencana, pendidikan lingkungan yang konsisten, dan evaluasi yang berkelanjutan, sebuah komunitas dapat secara bertahap bertransformasi menjadi pelaku aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Seperti yang ditegaskan oleh Goleman, kesadaran ekosistem bukan hanya tanggung jawab pemimpin, tetapi merupakan tanggung jawab bersama yang harus tumbuh dari tingkat individu hingga kolektif.

Membangun Green Leadership dalam komunitas membutuhkan pendekatan strategis yang berbasis visi lingkungan yang jelas, serta implementasi yang terencana dan partisipatif. Pemimpin harus mampu menginspirasi, mengedukasi, dan memberdayakan masyarakat untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Hambatan seperti resistensi terhadap perubahan dapat diatasi dengan strategi komunikasi yang efektif dan kolaborasi lintas sektoral. Dengan komitmen bersama, penguatan kesadaran lingkungan, serta evaluasi berkala, komunitas dapat bertransformasi menjadi agen perubahan yang aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun