Mencari pengganti ulama sangatlah sulit. Inilah beda nya dalam menggantikan pemimpin daerah. Generasi kedepan sangat sulit melahirkan tokoh agamawan dan cendikawan. Maka hilangnya satu ulama membuat duka jutaan ummat.
Ini tentu saja ada hubungannya dengan meninggalnya tokoh guru bangsa kita, Buya Syafi'i Ma'arif. Tidak ada yang tidak mengenalnya, Sosoknya yang bersahaja, intelektualitas serta pemikirannya yang tidak diragukan. Apa makna dari perpisahan ini?
PR besar kita bukan hanya mencetak generasi ummat sehingga melahirkan sosok seperti beliau, PR kita meneruskan perjuangan-perjuangannya. Sebab ini menjadi referensi ummat kedepan dalam pemersatu bangsa perlu dijaga dan dilestarikan.
Tidak lagi kita berbicara kelompok, Islam kita hari ini mestinya sudah menuju satu visi dan misi. Bagaimana kita merawat agama yang luhur ini, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang mana isinya adalah rahmat- rahmat dan segala kebaikan.
Tentu banyak sekali PR yang harus dikerjakan. Agama Islam datang seharusnya menyelesaikan PR tersebut. Visinya jelas dan misinya terarah. Bawak-bawak agama saya fikir juga tidak masalah. Toh agama memang menjadi panutan kita.
Dinegara Indonesia sekiranya perlu menyikapi begitu banyak perbedaan, beda agama, beda pandangan dan ras. Tidak ada yang salah, mereka punya alasan sendiri dalam berbangsa dan bernegara.
Berbeda ini untuk mencapai visi dan misi, agar kokoh dan hasilnya teruji sangat diperlukan visi dan misi, walaupun berbeda pandangan dalam mewujudkannya. Itu hal yang lumrah terjadi.
Sekali selamat jalan Buya Syafi'i Ma'rif semoga apa yang telah direncanakan dan belum tercapai Insya Allah diteruskan oleh anak-anak bangsa yang telah belajar dari buya.
Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H