Mohon tunggu...
muhammad343432 nawa
muhammad343432 nawa Mohon Tunggu... -

Progress

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nongkrong, Share and Nostalgia Bersama Anak Jalanan

28 Desember 2011   02:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nongkrong merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak degemari oleh para pemuda, bahkan dari sebagian orang tuapun masih ada yang senang dengan kegiatan tersebut. Namun, istilah nongkrong pada zaman dulu, telah dipersepsikan hanya untuk orang2 nakal/preman (bebas) saja yang melakoninya.
Jika ditilik dengan masa kini dan dilihat dari sisi positifnya, ternyata nongkrong telah menjadi trend untuk semua golongan, dan selain untuk menghilangkan rasa strees, nongkrong telah dimanfaatkan untuk menyelesaikan jenis pekerjaan, seperti meeting atau agenda kerja, bertemu dengan klien. Demikian juga, nongkrong bisa dimanfaatkan untuk istirahat karena jalanan yang sangat macet (khususnya Jakarta nih). Selain itu, nongkrong bisa juga untuk mengadakan kumpul bersama teman, untuk menambah jaringan, dan menambah wawasan.

Next:
Lebih lanjut, ketika saya diajak oleh sekumpulan aktifis mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, diantaranya UGM, ISI, UII dan UIN mengajak saya untuk bisa mengikuti acara kumpul “nongkrong” dan sosialisasi bersama anak jalanan (padahal saya bukan seorang aktivis campus dan tidak memiliki keahlian apa2 selain makan, tidur dan ngelucon bersama kawan2 sahabat). Akhirnya saya tertarik untuk mengikuti acara tersebut, selain untuk “tambah nganggur” dalam istilah jawa cirebonya, saya juga akan mendapatkan pengalaman dan pelajaran baru dalam kehidupan ini.

Dalam tujuan dan misinnya, saya dan sekumpulan mahasiswa: untuk bisa bersosialisasi dan memberikan motivasi untuk mereka (anak jalanan) agar bersemangat dalam menapak kehidupan yang lebih baik.
Dalam benak pikiran saya ingin mengetahui alasan mereka, mengapa mereka tidak bersekolah? Malah memilih hidup di tepi jalanan hanya untuk mecari sepeser uang receh, sedangkan sekolah negeri dari tingkat sd sampai smp, pemerintah telah menggratiskanya. Dan saya ingin tahu, apakah mereka memiliki kesadaran untuk berfikir atau tidak!

Ternyata dalam dunia kehidupan anak jalanan ada anak perantau juga, salah satu golongan anak jalanan yang merantau tersebut bernama Aldi (25) usia yang cukup dewasa.

Ketika itu, saya pernah mewawancarai lewat ngobrol dengan gaya karakter mereka. Dan mereka mempunyai alasan yang kuat, menurut aldi anak jalanan yang berasal dari keturunan betawi itu, ia mengatakan “buat apa kalau saya bersekolah hanya untuk mencari kedudukan dan kesuksesan untuk menjadi pejabat dan pengusaha konglongmerat! Ungkap aldi. Luar biasa, ternyata menilai seseorang itu bukan dari latar belakang dan kedudukanya saja. Ternyata anak jalananpun memiliki gagasan yang cukup kritis! Dan setiap orang memiliki potensi (kelebihan). Satu hal yang lebih spesifik jawaban dari anang dengan bahasa indonesia campuran khas jawa’nya “wong pejabat DPR yang sekolah sampe duwur ae akeh kang ora bener e mas, ujung2 e duit korupsi”. Luar biasa…ini merupakan kritik terhadap para pemimpin kita, bahwa di negeri kita telah mengalami krisis keteladanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun