Nah, perlu diketahui peemasalahan-permasalahan pada anak itu sering terjadi, dalam masalah belajar maupun masalah sosial. Seperti halnya sebuah masalah off task behavior, masalah ini merupakan suatu bentuk perilaku anak yang tiba-tiba muncul selama mengikuti sebuah proses pembelajaran.
Ccontoh bentuknya ialah rasa bosan dan tidak semangat dalam menangkap pelajaran, suka melamun, dan tidak mau mengerjakan saat di kasih tugas, dll. Masalah yang kedua adalah masalah sosial, cenderung masalah ini tidak lain ialah permusuhan dan pertengkaran antara satu anak dengan yang lain, masalah ini dikaranekan timbulnya sifat egoisme dan individualisme pada masa kana-kanak masih menjulang tinggi.[1]
Pada dasarnya permasalahan-permasalahan yang timbul pada anak dapa di atasi dengan cara-cara yang sederhana. Caranya ialah mengajak anak-anak untuk bermain, namun dalam permainannya juga tidak boleh lepas dengan sebuah pembelajaran agar bermainnya juga mendapatkan manfaat.
Berbicara tentang permainanpun sangat beragam macam-macamnya, seperti permainan modern, permainan elektronik, dan permainan tradisional. Tetapi kali ini yang digunakan untuk mengatasi suatu masalah diatas adalah permainan tradisional, karena nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan tradisional banyak sekali serta manfaatnya sangar beda sekali dibanding permainan yang lainnya.Â
Adapun saat memulai permainan tradisional cukuplah unik, anak-anak memulainya dengan membaca sebuah mantra, mantranya yakni "hom pim pa alaihom gambreng" kata tersebut sudah melegenda sejak dulu dan kata-kata itu mengingatkan setiap orang pada ceria masa kecil dulu.
Seperti pagi ini, senyum cerah mentari di awal pekan. Satu kelas anak beserta bapak guru berbondong-bondong pergi ke lapangan untuk melakukan sebuah permainan yang unik dimana masa kini sudah tak lagi tampak.Â
Bapak Guru menyiapkan peralatan- peralatan yang mau digunakan permainan serta mengatur sistemnya, seperti menyiapkan dua bagian potongan kayu, pada potongan pertama panjang kayunya 40 centimeter dan yang potongan kedua panjangnya 25 centimeter, tak lupa membagi anak-anak untuk dikelompokan, dalam perkelompok ada dua anak, adanya pengelompokan tersebut untuk anak menjadi rukun antar teman, dan menjadi anak lebih solid serta anak yang pendiam menjadi aktif.Â
Setelah itu permainannyapun sudah dimulai karena anak-anak sudah di bagi kelompok, pada permainan awal kelompok pertama melawan kelompok dua. Kedua kelompom mengambil posisi yang berhadapan dan nampak kelompok pertama sangat semangat untuk mengambil giliran menjungkit dahulu. Kayu 25 centimeter di taruh pada bagian keeungan tanah, dan yang kayu 40 centimeter sebagai eksekusi untuk menjungkitnya.
Cetak!! jungkitan kayupun terlontar jauh dan kelompok kedua berusaha untuk menangkap kayu yang terlontar akhirnyapun kelompok kedua tidak bisa menangkapnya dan point untuk kelompok satu, giliran menjungkitpun masih belum berubah karena kelompok kedua belum bisa menangkap.
Permainanpun dilanjut dan kelompok satu kembali menjungkitnya, sorak semangat anak-anak  yang belum mendapatkan giliran bermain sangat membantun untuk memabuat panas permainan, dan untuk kelompok dua masih berusaha menangkap jungkitan kayu, dengan ketajaman mata dan ketelitian, akhirnya di tangkaplah kayu itu dengan tangan yang gesit.
Sorak-sorakpun semakin ramai dan cukup keras, karena pada saat ini penentuan siapa yang akan menang diantara  kedua kelompok tersebut. Kelompok kedua bersiap-siap untuk melempaekan ke daerah jungkitan yang mana itu daerah lawan, jika itu bisa tercapai dan masuk ke krungan tanah tersebut maka kelompok satu skor nilainya akan hangus, kelompok kedua sedang berunding siapa yang akan mengambil eksekusi serta setelah itu mengambil ancang-ancang dan akhirnya!!
Kayu tersebut di lemparkan dan masuk ke dalam area jungkitan, akhirnya kelompok duapun menang. Ye,ye,ye. Setelah itu kedua kelompokpun mengakhirinya serta kelompok satu memberikan sebuah ucapan selamat dan akan menantangnya lagi di lain waktu. Dilanjut untuk giliran kelompok selanjutnya untuk bermain hingga akhir jam pelajaran tak terasa sudah selesai, dan semuanya berbondong-bondong kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran yang lainnya.
Permainan ini sungguh menyenangkan dan menumbuhkan pikiran anak untuk peduli antar sesama, karena dalam permainannya membutuhkan kerja team agar bisa menang dan juga menurunkan sifat anak pada rasa individualisme, serta membuat anak menjadi aktif dalam fisik maupun psikisnya.Â
Adapun masalah off task behavior dan timbul suatu keirian atau dengki antar sesama yang bisa menimbulkan pertengkaran itu bisa teratasi semua karena permainan patel lele ini melatih kekuatan, kecepatan, kekompakan, ketelitian, ketepatan, koordinasi. Dengan begitu rasa yang di alami oleh anak seperti kurang semangat dalam menangkap pelajaran, melamun dan ketersinggungan sesamapun akan hilang.
Adapun manfaat permainan tradisional ialah untuk membentuk sebuah kepedulian sosial dari kita berbincang antar team, pemberian semangat atau dukungan terhadap dua kelompok, dan membuat anak kaya akan suatu unsur imajinasinya. Serta anak bisa menghayati sebuah nilai-nilai moral yang tergantung dari warisan leluhur dulu.[2]
Menuru piaget, pada tahapan ini atau pra operasional, anak lebih mempunyai pemikiran egosentris dan intuitif, dimana dalam pengguanaan bahasa dan kemunculan sikap bermain.Â
Pemahan tersebut untuk di mengerti bahwa anak pada tahap pra operasional membutuhkan suatu pembelajaran dengan cara begitu-begitu saja atau bisa disebut dengan monoton, anak-anak bisa merasa bosan dan bisa mengakibatkan anak-anak menjadi malas atau tidak mendukung suatu pembelajaran bila pembelajaran itu dilakukan secara monoton.[3]
Makanya dalam hal itu seorang pendidik harus bisa membuahkan ide-ide cemerlang  dalam pengajaran dan saat pendidik memecahkan sebuah permasalahan pada anak didik maupun pada wali muridnya.
Dari sisi budaya, permainan tradisional ini identik dari ciri khas negara kita serta salah satu kekayaan kita yang harus dikembangkan, dilestarikan dan di pertahankan keasliannya, karena peemainan ini sudah diwariskan oleh nenek moyang kita serta peemainan tradisinal juga sebagai kearifan lokal kita.Â
Namun banyak orang-orang kita yang sudah melupakan sebuah permainan semacam ini, seharusnya peemainan tersebut harus dilestarikan atau di kembangkan agar yang mengetahui permainan semacam ini bukan negara kita saja namun juga bisa dikenalkan ke negara lain.[4]
(Tugas di Kompasiana) (Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H