RASANYA memang kurang adil, sepak bola yang semestinya menyenangkan, membahagiakan dan jauh dari intrik politik nyatanya digunakan oleh oknum tertentu untuk mencampur adukkan antara politik dan olahraga.
Saat Russia menyerang Ukraina beberapa pekan lalu, sentimen anti Russia digalakkan di seantero negara-negara Eropa. Tak terkecuali di sepak bola, Roman Abramovich (Pemilik club' sepak bola Chelsea) ditekan oleh berbagai pihak untuk melepas Chelsea.Â
Tekanan tersebut bahkan semakin melebar, bukan hanya melepas saham kepemilikannya, namun juga Chelsea yang notabene adalah club sepak bola yang sama sekali bukan club militer Rusia, sampai tertekan dan terancam tidak bermain di liga Inggris.
Beberapa waktu lalu, Pelatih Chelsea, Thucel, pun ditekan oleh opnum-opnum tertentu untuk keluar dari Chelsea atas dasar politik, dan Chelsea diklaim sebagai Club' sepak bola pro Russia. Padahal, seperti kita ketahui bersama, Chelsea merupakan club' kebanggaan warga di Inggris. Bukan club perorangan atau club' militer suatu negara.Â
Selain tekanan kepada pemilik perusahaan dan pelatih. Isu pemain yang tak dapat dipindah ke club' lain dan masa kontrak mereka tidak bisa diperpanjang pun santer terdengar. Chelsea diterpa kabar buruk bertubi-tubi, ditekan banyak pihak dan di intimidasi oleh opnum tertentu untuk hal-hal yang bahkan tidak dilakukan Chelsea.
Bisakah perlakuan agresi militer suatu negara harus dibalas dengan boikot club' sepak bola yang pemain, pengurus sepak bola hingga pelatihnya tak ada hubungannya dengan intrik politik negara lain? -
---------
Tulisan ini merupakan bentuk keresahan saya melihat berbagai macam informasi miring tentang Chelsea diberbagai media. Sebagai seorang yang menyukai liga Inggris, saya merasa agak terusik dengan isu-isu semacam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H