Syahdan, seseorang pernah menipu sahabatnya sekitar 7juta. Namun yang hilang bukan uang melainkan adalah persahabatan mereka. Uang mungkin bisa diikhlaskan, namun persahabatan yang putus adalah hal kemungkaran, seolah memusatkan silahturahmi. Persahabatan (silahturahmi) jauh lebih mahal ketimbang uang.
Pada suatu ketika yang lain, seseorang juga menipu keluarganya dengan alibi meminjam uang sekitar 15 juta untuk keperluannya. Dengan itikad baik, orang tersebut lantas memberi uang tanpa tanda tangan hitam di atas putih menggunakan materai, hanya bermodal janji akan dikembalikan bulan depan. Namun, saat bulan depan datang, uang tak kunjung datang, hingga 20 tahun waktu bergulir. Yang hilang bukan uang, tapi ikatan silahturahim (segaris keluarga) itu.
Pada kali yang lain, seseorang marah-marah di sosmed yang 5 juta tak kunjung dikembalikan seseorang yang dulu datang menangis-nangis karena butuh uang. Saat ditagih, orang tersebut hilang kabar dan seolah tak mengenal si pemberi pinjaman tersebut. Yang hilang bukan 5 juta, tapi rasa kepercayaan dan silahturahmi.
Orang-orang seperti kita suka melihat sesuatu dengan angka. Dengan nilai. Dengan sesuatu yang sangat materialisme. Namun, bila kita telisik lebih dalam. Yang hilang dari prinsip pinjaman meminjam atau tipuan uang adalah silahturahmi Kepada teman, sahabat, handai taulan dan keluarga yang terputus dari relasi yang buruk tersebut.
Pinjam meminjam memang sedikit ribet. Yang lebih menarik adalah hidup seadanya dan kalaupun terpaksa untuk meminjam, yakinkan bahwa yang kita meminjam untuk kebutuhan hidup, bukan gaya hidup -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H