Pertama, kebanyakan orang cenderung mengonsumsi konten digital dengan cara skimming dan scanning. Ini karena, berbeda ketika kita membaca novel, kita membaca konten digital biasanya hanya untuk mencari informasi tertentu secara cepat.
Kedua, membaca adalah pengalaman multi-indera. Aktivitas membaca tak hanya melibatkan penglihatan, tapi juga sentuhan. Ada sesuatu tentang memegang kertas fisik yang membuat materi di dalamnya lebih mudah diserap.
Sebaliknya, layar modern menghalangi orang untuk menavigasi teks panjang secara intuitif dan memuaskan. Kegagalan menavigasi teks bisa memengaruhi tingkat perhatian yang kita curahkan terhadapnya.
Ketiga, bacaan digital biasanya memiliki banyak distraksi: iklan, rekomendasi artikel di bilah samping artikel yang sedang kita baca, kadang gangguan internet, atau sekadar ikon games kesukaan kita di layar beranda. Orang jadinya cenderung multitasking.
Selain itu, meskipun bacaan digital lebih enak dibaca karena tampilannya bisa diatur sesuai kenyamanan masing-masing (ukuran huruf, warna, fitur-fitur tambahan), membaca terlalu lama pada layar bisa menyebabkan kelelahan mata dan sakit kepala.
Itulah mengapa, menurut studi, layar menguras lebih banyak sumber daya fisik dan mental daripada kertas. Hal ini berakibat pada kesulitan kita untuk memahami apa yang kita baca dan mengingatnya setelah selesai.
Tapi, bacaan digital tetap memungkinkan pembelajaran
Biarpun terdapat serangkaian bukti bahwa membaca digital, terutama online, mengganggu pembelajaran, bukti-bukti tersebut masih belum meyakinkan dan telah banyak dipatahkan oleh penelitian-penelitian lainnya.
Studi terdahulu melakukan eksperimen dengan meminta 50 mahasiswa untuk membaca di layar komputer dan buku fisik. Setelah 20 menit membaca, peneliti mengajukan pertanyaan pilihan ganda. Hasilnya, mahasiswa mendapat nilai yang sama baiknya, apa pun medianya.
Sebuah meta-analisis yang komprehensif baru-baru ini juga tak menemukan dampak besar dari media membaca (layar vs kertas) terhadap pemahaman membaca teks naratif. Justru, teks digital yang interaktif punya nilai tambahan untuk memahami bacaan.
Dengan bukti-bukti yang saling menegasikan ini, saya tak bilang bahwa kita sebaiknya memilih media cetak dan bukan media digital saat membaca. Saya pikir masalahnya tak terlalu bergantung pada mediumnya, melainkan jenis konten dan teknik membacanya.
Jenis-jenis konten tertentu lebih cocok untuk dibaca secara online, setidaknya menurut versi saya: jumlah penduduk Indonesia saat ini, situasi terbaru di Gaza, mengapa ada orang yang suka Boruto, atau cara menghadapi cinta yang bertepuk sebelah tangan.