Semua informasi baru dan menarik menyebabkan dopamin dilepaskan di otak kita, zat kimiawi kesenangan. Inilah mengapa, bahkan ketika kita sudah lelah, kita masih menginginkannya lebih banyak lagi. Kita adalah pecandu informasi.
Kini untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita terpapar arus informasi yang begitu konstan. Kita jatuh ke lubang kelinci, menggulir feed tanpa berpikir, menonton video demi video dan memeriksa setiap meme. Kita telah hilang kendali atas apa yang kita konsumsi.
Sayangnya, kelebihan informasi tak lebih baik daripada kekurangan informasi. Kita menciptakan takhayul bahwa mengetahui lebih banyak informasi bisa membuat kita lebih pintar dan bijaksana. Padahal, seperti terlalu banyak makan, ini tak menyehatkan.
Terlalu banyak informasi, apalagi berantakan dan tampak tak berhubungan, bisa bikin kita kewalahan. Dalam kondisi ini, informasi bukan lagi bahan yang memungkinkan orang untuk berpikir, tapi justru penghalang yang sepadan dengan tiadanya informasi.
Filsuf Mark Satta menyebut keadaan tersebut sebagai "kelelahan epistemik": sejenis keletihan yang terkait dengan pengetahuan. Tentu saja, bukan pengetahuan itu sendiri yang bikin kita lelah, melainkan proses untuk mendapatkan atau berbagi pengetahuan.
Ada sedikitnya tiga faktor yang menyebabkan kelelahan semacam itu. Pertama, menerima lebih banyak informasi, paradoksnya, bikin kita sadar akan lebih banyak ketidakpastian. Ingat teman saya yang bertanya apakah harus memiliki anak di tengah krisis iklim?
Kedua, semakin banyak dan beragam informasi yang kita terima, kita biasanya merasa semakin bingung dan tak yakin tentang siapa atau apa yang harus kita percayai. Kondisi ini menciptakan stres dan beban emosional, terutama kalau isu-isu itu bersifat sensitif.
Ketiga, selain rentan terkena informasi salah, kita juga dibuat lelah untuk memeriksa kebenaran suatu informasi. Ketika batas antara kebohongan dan fakta semakin mengabur, waktu dan energi yang kita habiskan untuk memeriksa dan menyanggah informasi juga semakin banyak.
Jadi, apa yang harus kita lakukan untuk menghindari kelelahan epistemik?
Saatnya diet informasi
Solomon Shereshevsky, atau dikenal sebagai "pria yang tak bisa lupa", punya ingatan yang fantastis. Shereshevsky bisa menghafal daftar angka yang sangat panjang dan informasi yang tak masuk akal, bahkan formula ilmiah rumit yang tak dia mengerti.
Luar biasanya lagi, dia masih bisa mengingat semua itu secara berurutan dan tanpa kesalahan ketika peneliti mengujinya kembali bertahun-tahun kemudian. Dia benar-benar manusia super! Namun, kemampuan mencengangkan Shereshevsky ada harganya.