Dengan budaya individualisme yang ekstrem, ikatan sosial dilebur, dan persahabatan dilihat dari sudut pandang kalkulasi biaya-manfaat. Kapitalisme menekan kita untuk memperlakukan persahabatan seperti sebuah spreadsheet Excel dan portofolio saham.
Ambil contoh "teman" media sosial kita. Mengapa kita menginginkan begitu banyak teman? Kita sebenarnya bisa saja puas dengan sepuluh pengikut di Instagram, tapi kebanyakan dari kita tidak. Kita menginginkan setidaknya beberapa ratus, mungkin puluhan ribu.
Jika kita ikut arus, saat kuantitas lebih penting daripada kualitas, memiliki banyak "teman" membuat kita merasa dilihat, diinginkan, dan bahkan sukses. Pandangan sempit ini bikin kita lupa tujuan sebenarnya dari persahabatan, yang sering kali tanpa alasan sama sekali.
Kapitalisme, dengan begitu, menurunkan persahabatan kita jadi kekayaan bersih, popularitas, atau pengaruh, daripada hubungan yang sesungguhnya. Keintiman, cinta, dan rasa memiliki memudar secara bersamaan di bawah fasad kapitalisme.
Karena segalanya didasarkan pada pertimbangan untung dan rugi, kita secara tak sadar dibuat untuk berasumsi bahwa jika seseorang berbuat baik kepada kita, maka mereka meminta suatu imbalan dari kita.
Psikolog sosial Margaret Clark dan Judson Mills punya istilah "exchange relationships", situasi ketika orang mencatat apa yang mereka masukkan dan keluarkan. Jika saya mentraktir Anda segelas kopi dengan harga 20 ribu, Anda merasa harus membalasnya.
Esok, Anda balik mentraktir saya segelas kopi dengan harga yang sama. Sikap seperti ini tak terlalu kontroversial dalam hubungan antara kenalan biasa. Wajar kalau Anda merasa berutang sesuatu pada saya.
Masalahnya, sikap seperti itu bukan tanda yang baik dalam sebuah persahabatan. Andai saya mentraktir Anda kopi dan esoknya Anda menyodori saya uang 20 ribu, itu tanda persahabatan kita berjalan tak baik.
Bukan berarti tak ada timbal balik dalam sebuah persahabatan, atau bahwa kita tak menyadari jika suatu persahabatan jadi terlalu timpang. Sebaliknya, sahabat sejati tak mencatat dengan cermat apa yang mereka lakukan untuk orang lain.
Lebih jauh lagi, menghitung atau membayar keuntungan, kecuali kita pedagang, sama sekali tak cocok dengan kriteria persahabatan yang erat. Saya dan sahabat saya, umpamanya, makan bersama setiap Kamis sore, dan kami sering bergantian membayar itu.
Namun tak satu pun dari kami yang ingat apakah biaya minggu ini jauh lebih mahal daripada minggu lalu, atau apakah salah satu di antara kami sering memilih makanan yang paling mahal di menu. Bahkan kadang kami tak ingat siapa giliran minggu ini.