Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hati-hati, Kapitalisme Berbahaya bagi Persahabatan

19 Juli 2023   12:14 Diperbarui: 19 Juli 2023   12:15 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konon, andaikan semua orang diizinkan untuk bekerja secara bebas, kapitalisme akan menghasilkan kekayaan yang mengalir ke semua orang. Walau orang kaya jadi makin kaya, di bawah kapitalisme, orang miskin punya kesempatan untuk jadi kaya.

Dan berkat kapitalisme pula, kita sebenarnya telah mencapai banyak kemajuan penting, hal-hal yang bahkan tak terbayangkan oleh para pendahulu kita, misalnya pendaratan manusia di bulan dan koneksi nirkabel yang menghubungkan dunia.

Namun, semua itu ada harganya. Kapitalisme, sebagai sebuah ideologi dan cara hidup, terus mendorong kita untuk menghadapi dunia seorang diri, padahal manusia - secara biologis dan psikologis - tak tercipta untuk begitu.

Peninggian kapitalisme terhadap individu dan kompetisi acapkali mengubah hubungan sosial jadi seperti lingkungan pasar: orang berinteraksi hanya jika itu menguntungkan dirinya secara pribadi dan finansial, zero-sum game.

Alhasil, individu terpecah dan terisolasi. Orang lain dilihat bukan sebagai sumber dukungan, melainkan saingan yang harus dikalahkan dalam permainan yang tak ada habisnya. Menurut pengertian ini, kapitalisme mengabaikan kebutuhan esensial manusia: hubungan sosial.

Pikirkan tentang kota, tempat berkembangnya masyarakat kapitalistik. Kota-kota ini memberi kita kesempatan untuk mendapatkan uang sebanyak yang kita suka (dan tentu saja memberi kita tempat untuk membelanjakannya).

Namun, kota juga memisahkan kita dari keluarga kita. Kota memaksa kita untuk hidup di atas satu sama lain, bertumpu pada orang asing. Kita pindah ke kota untuk kehidupan yang lebih baik, tapi justru kita jadi lebih cemas, lelah, dan kesepian.

Perasaan itu sangat alami, tapi situasinya tidak. Di lingkungan perkotaan, jejaring sosial surut dengan cepat, orang-orang sibuk bekerja. Dan obsesi kita terhadap ponsel juga tak membantu sama sekali, malah kadang memperburuk situasi.

Di bawah kapitalisme pula, segala sesuatu memiliki label harga. Makanan, rumah, bahkan air pun ada harganya. Jadi harusnya tak terlalu mengejutkan jika saya memasukkan persahabatan ke dalam daftar tersebut.

Persahabatan di bawah kapitalisme

Dalam ekonomi, harga diatur oleh hukum permintaan dan penawaran. Jika sesuatu tak menguntungkan, maka tak ada harganya dan tak usah dipedulikan. Kini persahabatan dilihat seperti itu: kita berinvestasi di dalamnya jika kita memprediksi keuntungan besar.

Jika persahabatan tak menghasilkan keuntungan seperti yang kita duga, kita mungkin merasa berkewajiban untuk memutuskan persahabatan tersebut. Ini memang terdengar kejam, tapi ini juga sering terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun