Pada tahun 1970-an, psikolog Daniel Kahneman dan Amos Tversky menulis serangkaian penelitian orisinal yang meruntuhkan asumsi kita tentang proses pengambilan keputusan. Mereka lantas disebut sebagai bapak ekonomi perilaku.
Makalah mereka menunjukkan bahwa otak manusia bergantung pada jalan pintas mental dan bias dalam pengambilan keputusan, yang acapkali membawa orang ke tujuan yang tak masuk akal. Tahun 2002, sekitar 6 tahun setelah Amos meninggal, Kahneman mendapat Hadiah Nobel.
Amos dan Kahneman adalah salah satu kemitraan terhebat dalam sejarah ilmu pengetahuan. Keduanya mengeksplorasi cara kerja pikiran manusia, tapi mereka sendiri sebenarnya punya kepribadian yang sangat berbeda sehingga tak terlihat seperti teman atau kolega.
Amos merupakan seorang pejuang yang brilian, percaya diri, dan ekstrover. Sementara itu, Kahneman, seorang buronan Nazi di masa kecilnya, adalah seorang introver yang senantiasa mencari tahu tentang dirinya sendiri - sumber ide-idenya.
Bagaimanapun, mereka mampu bekerja sama dengan sangat erat sampai-sampai mereka tak bisa mengingat otak siapa yang melahirkan ide yang mana, atau siapa yang harus mengklaim temuan dan pujian.
Mereka melempar koin untuk menentukan penulis utama pada makalah pertama yang mereka tulis, dan hanya bergantian setelahnya. Mereka mungkin telah mengubah, untuk selamanya, bagaimana manusia melihat pikirannya sendiri.
Saya pikir itulah jenis persahabatan yang kita impikan. Kita dan sahabat kita bertemu dalam gairah yang sama. Mereka bukan hanya mendukung kita, tapi juga mendorong potensi kita. Satu waktu, lama dan penuh kegembiraan, kita mencapai mimpi bersama mereka.
Kenyataannya, begitu pula persahabatan Kahneman dan Amos, keseharian persahabatan lebih dipenuhi oleh hal-hal sepele daripada pencapaian mengagumkan. Bahkan tak semua ikatan persahabatan berakhir memuaskan. Tak ada persahabatan yang sempurna.
Persahabatan tak pernah sempurna
Gambaran kita tentang persahabatan yang ideal biasanya diromantisasi oleh industri hiburan. Dua remaja bertemu di kelas, keduanya memiliki kepribadian yang sangat kontras. Konflik muncul, berpisah sejenak, tapi akhirnya mereka mencapai impian bersama.
Dalam tradisi intelektual, topik persahabatan juga cenderung ditampilkan sisi cerahnya saja. "Apa itu teman? Satu jiwa yang tinggal di dalam dua tubuh," kata Aristoteles. Dia melihat persahabatan sebagai hubungan yang ideal, bahkan tergolong sebuah kebajikan (virtue).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!