Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Mendengarkan: Mengerti Sebelum Dimengerti

1 Maret 2022   08:28 Diperbarui: 1 Maret 2022   08:29 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak banyak di antara kita yang memutuskan untuk mendengar demi mengerti, sebab dari sudut kenyamanan dan pemikiran yang tergesa-gesa, mendengarkan demi menyerbu masuk sering menjadi pilihan yang dianggap layak.

Namun bila direfleksikan secara matang, keengganan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian sebenarnya telah merugikan kita dari gugurnya gagasan dan kesempatan untuk tumbuh lebih dewasa, sebagaimana serat bergizi yang tidak dicerna dengan baik.

Kata-kata yang semestinya sampai di pikiran kita malah terbang melayang di kehampaan udara hingga kehilangan maknanya, dan lalu berkeliaran tanpa tujuan sampai mereka tersapu ke selokan layaknya kumpulan daun yang mati.

Kita biasanya lebih memilih untuk menjadi pihak yang berbicara daripada mendengarkan, karena sebagai penyimak, rasanya ada kerugian tertentu tentang nihilnya kesempatan untuk menunjukkan kehebatan kita kepada lawan bicara.

Sebagai makhluk sosial yang sering kali dilebih-lebihkan menjadi dalih, kita merasa haus akan pujian dan penghormatan. Meskipun dalam taraf tertentu tidak dapat dipersalahkan, tetapi tindakan yang liar tanpa kesopanan demi hasil seperti itu adalah menjijikkan.

Keakraban terhadap sesama tidak dibangun atas kekaguman yang satu terhadap yang lain, melainkan berdasarkan penghormatan dan kecintaan setiap pihak terhadap apa adanya pihak lain.

Salah satu wujud penghormatan dan kecintaan itu adalah dengan mendengarkan untuk mengerti, bukan mendengar dengan maksud untuk menjawab. Seperti yang dikatakan Zeno dari Citium, "Kita punya dua telinga dan satu mulut, maka sebaiknya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara."

Mendengar merupakan cara bagaimana kita dapat benar-benar mengalami lawan bicara. Jika kita melakukannya dengan serius, seluruh gerbang keingintahuan kita akan terbuka lebar dan begitu pun lawan bicara kita yang mulai membuka dirinya untuk kita.

Dengan begitu, kita dapat masuk ke dalam kerangka acuannya dan melihat dunia sebagaimana mereka melakukannya, pun memahami paradigma mereka serta mengerti bagaimana perasaan mereka.

Tanpa pengertian terhadap situasi serta perasaan lawan bicara, kita tidak akan tahu bagaimana cara menasihati mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun