Ada sesuatu yang ajaib pada jiwa manusia; suatu ketenangan yang melingkupi diri bila kita tidak lagi membutuhkan segala jenis perhatian yang ditujukan pada diri kita dan membiarkan orang lain yang mendapatkan perhatian itu.
Kebutuhan kita akan perhatian yang berlebihan adalah bagian dari ego kita yang berkata, "Lihat aku. Aku ini lain. Ceritaku pasti lebih menarik daripada cerita kalian."
Itulah suara dari dalam diri Anda yang mungkin tidak langsung keluar dan terucapkan, tetapi ingin dipercaya bahwa "aku lebih penting daripada engkau".
Ego adalah bagian dari diri kita yang ingin didengar, dilihat, dihargai, dianggap istimewa, sering kali dengan mengorbankan orang lain. Bagian itulah yang membuat Anda tidak sabar untuk menginterupsi orang lain, atau ingin menunjukkan tentang betapa benarnya Anda.
Saya selalu percaya bahwa "apa yang kita lepaskan, maka itulah yang akan kita terima". Jika kita terus menuruti ego kita sepanjang waktu, maka orang lain pun akan berusaha "menelanjangi" kita dengan ego mereka.
Tentu ada beberapa kesempatan di mana kita sebaiknya menunjukkan kekeliruan orang lain, tetapi itu berarti tidak semua tempat dapat menjadi panggung "olimpiade" yang membuat kita seperti serigala yang haus akan darah sesama kita.
Lain kali, bila seseorang menceritakan sesuatu kepada Anda atau memberitahukan keberhasilannya, coba amati dorongan Anda untuk juga mengatakan sesuatu mengenai diri Anda. Pada banyak momen, kita tidak rela mereka merasakan kebanggaannya sendiri.
Ego kita akan berkata, "Tidak! Bagaimanapun juga, aku punya sesuatu yang lebih unggul daripada dia." Dan saya sadar bahwa dorongan semacam itu senantiasa ada dalam diri kita. Hanya saja permasalahannya: dapatkah kita meredamnya sejenak demi diri kita sendiri?
Saya menuliskan perihal ini untuk menunjukkan betapa ajaibnya ketika saya menghargai semua orang, tidak seorang pun dari mereka yang ingin merendahkan saya. Masing-masing dari mereka menghormati saya, sebab saya melakukan itu pada mereka.
Itu karena saya berhadapan dengan manusia yang pada dasarnya sering dikendalikan oleh emosi mereka. Emosi tersebut akan memengaruhi suasana hatinya. Jika saya mampu "menyenangkan" emosi mereka, maka mereka pun dengan sukarela menyenangkan saya.