"Dan lagi, tidak semua orang punya kesempatan untuk melihat Komet Halley. Kita akan termasuk ke dalam orang-orang yang tercatat dalam sejarah jika melihatnya."
"Benar juga, artinya ini akan menjadi yang pertama, dan mungkin juga yang terakhir bagi mataku untuk bisa melihatnya, ya?"
Agathias mengangguk serius. "Siapkan teropongmu!"
Keheningan kutub mencekik kembali. Sesekali suara cipratan air terdengar dekat. Atau terkadang lolongan berat para beruang kutub.
Mereka tidak melihat penguin di Kutub Utara. Entah semuanya berkumpul di Kutub Selatan, atau sedang bersembunyi di sebuah aglo. Mungkin saja para penguin merasa malu dan tersipu dengan kemanisan paras Ayya.
Pemukiman penduduk berada cukup jauh, sekitar 2 KM dari tempat mereka berdiam diri. Ada sekitar 4 juta orang yang menghuni kawasan lingkaran Artik di beberapa kota kecil maupun kota besar.
Hal yang paling mereka rindukan adalah sinar matahari. Namun demikianlah mereka lebih menghargai sang fajar ketimbang orang-orang kota yang cenderung suka mencemari langit.
Tiba-tiba Ayya memukul pundak Agathias sembari memfokuskan matanya pada teropong. Ayya melihat seberkas cahaya biru yang rupawan bergerak melintasi langit.
Agathias segera menggunakan teropongnya dan melihat ke arah yang sama. Dilihatnya gumpalan cahaya biru terang dengan ekor panjang jatuh menukik di langit malam.
Ayya berteriak, "Aku melihatnya!"
Agathias justru diam terpana melihat fenomena langka itu.