Bumi, 2061
Tak pernah dikira bahwa kesunyian kutub lebih menakutkan ketimbang udara dinginnya. Meskipun kulit terasa dihujani jarum-jarum kasat mata, tapi kesunyian adalah peluru yang merobek hati.
Ayya menggosokkan kedua telapak tangannya untuk mencari sedikit kehangatan. Sepasang sarung tangan tidaklah cukup. Begitu pun api unggun setinggi jerapah yang lama-kelamaan menyusut menjadi lilin kecil.
Dalam kesibukannya mencari kehangatan, Ayya melantunkan senandung merdunya untuk membunuh kesunyian kutub.
I see skies of blue
And clouds of white
The bright blessed day
The dark sacred night
And I think to myself
What a wonderful world
Begitulah Ayya merasuki lirik lagu favoritnya, What a Wonderful World milik Louis Armstrong.
Agathias yang menikmati begitu terpincut untuk ikut bernyanyi bersama putrinya. Dan kemudian dia berkata, "Sungguh mengagumkan dari caramu memilih lagu di tengah Kutub Utara yang sepi."
"Aku yakin sebuah bisikan yang lindap membuatku otomatis menyanyikannya," jawab Ayya.
"Mungkinkah itu bisikan Ibu?" tanya Agathias sembari merangkul Ayya yang sedang duduk di sampingnya. Tangannya mengusap rambut yang basah, beberapa butiran salju meleleh di banyak helaian.
"Sebuah lagu indah pasti disarankan oleh jiwa yang cantik." Ayya merekahkan senyum monalisa.
"Lihatlah debu-debu angkasa itu. Di balik buramnya langit malam yang gulita, bebatuan asteroid berkelana mengelilingi angkasa, bahkan beberapa di antaranya harus berbenturan.