Dua hari yang lalu, saya mendapatkan tamparan keras tepat di pipi kiri dari seorang teman yang sedang stres.Â
Ketika dia menerima hasil SNMPTN, sebenarnya saya hanya melontarkan tiga kata: itu, tidak, buruk. Namun entah mengapa, peristiwa itu terjadi begitu saja. Duh!
Alih-alih menamparnya balik, saya memberikan sebuah saran agar dia meluangkan waktu untuk sendirian. Dan ... plakkk!!! Saya mendapatkan tamparan kedua di pipi kanan. Semuanya begitu seimbang dan harmonis.
Kesendirian sering kali mendapatkan pandangan yang negatif. Orang-orang suka mengartikan kesendirian sama dengan kesepian.Â
Dan jika berbicara soal kesepian, memang sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa itu berdampak buruk, seperti risiko penyakit jantung, obesitas, kecemasan, depresi, bahkan kematian dini.
Di sisi lain, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa waktu berkualitas dalam kesendirian sangatlah penting untuk meningkatkan kesejahteraan.Â
Beberapa hal dalam hidup kita lebih baik dilakukan sendiri tanpa ada gangguan, opini, atau pengaruh orang lain.
Ketakutan umat manusia terhadap kesepian
Kita takut akan kesepian, tapi kita juga mengaguminya. Dan sebenarnya, tidak ada kontradiksi dalam hal ini karena merujuk pada konteks yang berbeda. Beberapa orang mengaku ekstrovert dan yang lainnya mengaku introvert.
Masyarakat telah menyatakan perang melawan kesepian, perang yang sepertinya tidak mungkin untuk dimenangkan. Seperti dalam banyak perang, tindakan propaganda menjadi tujuan utama untuk menjelekkan musuh. Sayangnya, keberhasilan propaganda ini hanya semakin menegaskan fakta bahwa sekarang telah terjadi wabah kesepian.
Sebuah studi menarik telah menemukan bahwa partisipan yang terlibat lebih suka melakukan tugas-tugas duniawi atau bahkan sesuatu yang negatif daripada duduk sendirian tanpa melakukan apa-apa selain berpikir selama 6 hingga 15 menit.
Duh, saya pasti akan sangat dibenci oleh para partisipan itu karena saya akan memilih hal yang mereka takuti.