Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bagaimana Cara Membuat Seseorang Berubah?

5 Februari 2021   15:08 Diperbarui: 5 Februari 2021   15:26 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman menghubungi saya dengan nada sendu, "Ndi, aku di rumah. Datanglah ke sini karena kalau tidak, habis aku ..."

Mungkin dia sedang depresi. Patah hati. Putus asa. Mungkin juga khawatir. Saya mendatanginya dan kami duduk di teras rumahnya bermandikan cahaya matahari sore yang redup.

Dia memulai, "Jengkel! Dia sama sekali tak pernah mendengarkanku. Padahal aku selalu memberikan apa yang dia minta. Aku kira itu akan mengubahnya dan luluh dengan perkataanku. Kenapa aku tak begitu cukup untuknya?"

Saya tahu dia sedang membahas pacarnya. Sial, dia menceritakan itu kepada orang yang tak punya pacar. Tapi, saya punya jawabannya.

"Jadi, apa yang kamu mau?" tanya saya berusaha memastikan akar masalah.

"Aku mencintainya walau menyakitkan. Tapi kehilangannya pun sama menyakitkannya. Jadi, aku memutuskan, satu-satunya cara untuk menyelamatkan kekacauan emosional ini adalah dengan mengubahnya. Seandainya saja dia ..."

Dia berbicara seperti sedang berpidato di musim hujan, dan saya adalah si kritikus. Setelah beberapa menit, dia mengakhirinya dengan, "Bagaimana caranya agar dia berubah? Jika saja dia melakukan X, segalanya akan lebih baik."

Butuh beberapa menit... euh, tidak, saya menjawabnya spontan, "Kamu tidak bisa."

Anda tidak dapat membuat seseorang berubah. Anda bisa menginspirasi mereka untuk berubah. Anda bisa mendidik mereka menuju perubahan. Anda dapat mendukung mereka dalam perubahan mereka. Atau bahkan, mendesaknya.

Tapi, Anda tidak bisa membuatnya berubah.

Percaya pada saya, karena saya sudah membaca 5 artikel tentang bahayanya terlalu banyak meminum soda, dan saya masih saja meminumnya beberapa gelas sambil menulis artikel ini.

Itu karena untuk membuat seseorang melakukan sesuatu, bahkan jika itu untuk kebaikannya sendiri, membutuhkan paksaan atau manipulasi. Ini membutuhkan campur tangan mereka sendiri dalam upaya menggerakkannya.

Dan jika Anda terus memaksa seseorang untuk berubah, Anda sudah melewati ambang batas.

Meskipun niat Anda mungkin baik, dan sementara beberapa orang bahkan mungkin melihat ini sebagai bentuk cinta yang sangat mulia, perilaku seperti ini akhirnya menjadi bumerang. Itu adalah pelanggaran batas.

Itu sama saja Anda mengambil tanggung jawab atas tindakan dan emosi orang lain, dan bahkan ketika dilakukan dengan niat terbaik, itu bisa saja merusak hubungan Anda dengannya.

"Pikirkan seperti ini. Pacarmu mungkin sedang mengasihani dirinya sendiri. Mungkin ia sedang berjuang untuk melakukan perubahan, tapi efek candu membuatnya tak berdaya. Dan kemudian kamu memberikan apa yang dia minta dengan berharap dia melakukan perubahan atas kebiasaannya yang buruk; cintamu bukan cinta yang tanpa syarat, Nona," ungkap saya pada teman.

"Jadi?" tanyanya seakan tak begitu mengerti.

"Aku mau kamu memahami yang tadi."

Cara dia dengan mengabulkan semua permintaan pacarnya (seperti minta dibelikan baju atau... yang lain) malah menjadi bumerang baginya.

Anda tidak dapat membuat seseorang menjadi percaya diri atau menghargai dirinya sendiri atau mengambil tanggung jawab atau mengubah kebiasaannya... karena cara seperti teman saya tadi malah menghancurkan kepercayaan diri, rasa hormat, dan tanggung jawab dari pacarnya.

"Lalu, aku harus bagaimana? Menonjoknya tepat di depan muka?"

Agar seseorang benar-benar berubah, dia harus merasa bahwa perubahan itu milik mereka, bahwa mereka memilihnya, mereka mengendalikannya, mereka termotivasi. Jika tidak, ambyar sudah!

Barangkali Anda akan mulai memprotes bahwa artikel ini sama sekali tidak menjawab apa pun dari judulnya. Tetapi saya tidak melakukannya karena alasan yang sangat sederhana: Saya tidak dapat memutuskan apa yang tepat untuk seseorang.

Saya tidak bisa memutuskan apa yang membuat seseorang menjadi orang yang lebih baik. Dan bahkan jika saya memutuskan, fakta bahwa saya menyuruh Anda melakukannya, Anda akan merasa jengkel karena diperintah seseorang yang tak tahu diri.

Jika ada seseorang yang berubah karena didesak pihak lain, dia akan begitu bergantung pada nilai-nilai orang lain, dan dia akan merasa tersesat sebab tanpa identitas sejak awal.

Tapi, ada waktunya pula kita memaksa seseorang untuk berubah dan ikut campur tangan terhadapnya, yaitu saat orang tersebut menjadi bahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Bahaya yang saya maksud benar-benar dalam artian yang sesungguhnya, seperti ketika seseorang overdosis obat-obatan atau hasrat menjadi seorang teroris.

Dan dalam kasus teman saya, pacarnya itu kecanduan game online dan *uhuk media sosial.

"Kamu harus menonjoknya dengan cara yang lain," ujar saya pada teman, "karena dengan begitu, dia bisa memotivasi dirinya sendiri dan kamu akan menyaksikan perkembangannya seiring waktu."

"Caranya?"

"Kamu bisa membantunya agar dia melahirkan motivasinya sendiri dan dia merasa benar-benar harus berubah tanpa paksa. Kamu harus membuatnya merasa wajib berubah tanpa desakan siapa pun."

"Ya, katakan bagaimana!"

Pertama, pimpin dengan memberi contoh. Siapa pun yang pernah membuat perubahan besar dalam hidup mereka telah memerhatikan bahwa itu memiliki efek riak pada hubungan mereka.

Seorang teman saya tiba-tiba saja mematikan rokoknya dan lalu membuangnya saat saya datang menghampirinya.

"Kenapa kamu mematikan rokok yang masih utuh itu?" tanya saya.

"Aku malu kalau harus merokok di depan orang yang bukan perokok."

Nah, itu baru contoh kecil. Dan itu bisa menjadi manfaat jangka panjang jika Anda melakukannya dengan tepat.

Pada saat duduk di kelas 1 SD, saya tak begitu suka beribadah. Saya tak mengerti alasan orang-orang melakukannya. Itu hanya membuang waktu dan lebih baik pergi bermain seharian, pikir saya saat itu.

Namun, Ibu saya melakukannya tanpa kata. Beliau hanya melakukannya, membiarkan saya memerhatikan dan menjadi penasaran. Saya mulai bertanya, "Kenapa harus beribadah? Apa manfaatnya?"

Kemudian hati saya tergerak dan mulai membiasakan diri, merasa seakan-akan ibadah sudah menjadi bagian dari kegiatan saya setiap hari.

Kedua, daripada memberikan jawaban kepada seseorang, cobalah berikan dia pertanyaan yang lebih baik.

"Daripada kamu berkata, 'Kamu harus berubah dan berhenti bermain game,' kamu bisa berkata, 'Apakah kamu yakin akan menghasilkan sesuatu yang berharga dari bermain game? Apakah game akan menjadi kebahagiaanmu sepanjang waktu?''"

Teman saya itu mengangguk, padahal saya belum selesai berujar.

Tapi sungguh, daripada berkata, "Berhenti membuang uangmu untuk membeli token game," Anda bisa berkata, "Pernahkah terpikir olehmu bahwa ibumu akan sangat bahagia ketika kamu memberikannya sesuatu? Di sini, bolehkah aku memberi saran tentang barang-barang yang mungkin disukai ibumu?"

Memberikan pertanyaan itu sulit, membutuhkan kesabaran. Dan pikiran. Dan perhatian. Dan pengertian. Tapi mungkin karena alasan itulah mengapa ini sangat berguna.

Saat Anda membayar seorang terapis, pada dasarnya Anda hanya membayar untuk dia bertanya. Jadi jangan heran kalau Anda tidak mendapatkan jawaban atas masalah Anda, karena seorang terapis hanya memberi lebih banyak pertanyaan; pertanyaan yang lebih baik.

Ketiga, tawarkan bantuan tanpa syarat. Apa yang dilakukan teman saya ketika dia mengabulkan permintaan pacarnya adalah contoh bantuan yang bersyarat. Mereka seperti sedang terlibat dalam sebuah transaksi.

"Hei, aku akan mengabulkan semua permintaanmu," kata teman saya seperti jin dari lampu aladdin, "asalkan kamu mau mengubah kebiasaanmu."

Dan jika memang seseorang berubah karena Anda, seiring waktu dia mulai gusar dan kembali tergoda dengan rayuan remeh agar kembali seperti dulu.

Ini karena jawaban itu harus dicari oleh orang itu sendiri dan bukannya karena desakan. Oleh karena itu, sering kali hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah dengan menyatakan bahwa Anda ada jika seseorang membutuhkan Anda.

Ini sederhana dan klasik, "Hei, aku tahu kamu sedang mengalami masa sulit. Jika ingin berbicara, hubungi saja aku."

Pada akhirnya, kita masing-masing hanya mampu mengubah diri kita sendiri. Tentu, pacar teman saya itu telah mendapatkan apa yang dia inginkan, termasuk pacar yang penurut.

Tetapi kalau dia belum bisa mendefinisikan dirinya secara berbeda, perasaan tentang dirinya dan hidupnya belum berubah, dia adalah orang yang sama; seorang pacar yang kurang ajar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun