Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sepercik Cahaya Kembang Api

31 Desember 2020   09:17 Diperbarui: 31 Desember 2020   09:26 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narasi di luar mengatakan bahwa aku hebat, di usia 17 tahun sudah menerbitkan 3 2 buku. Aku tertawa! Ini bukan tawa kejahatan atau keangkuhan, ini adalah tawa saat mengira diri ini hebat, padahal kebenarannya jauh dari itu.

Aku pikir ini mengundang kebahagiaan. Ketenaran di lingkungan temanku, tabungan yang lebih besar dibanding mereka, mendapat kritik sosial; ternyata secara paradoksal, aku adalah orang yang paling sengsara di antara mereka. Atau barangkali, aku lebih sengsara daripada orang-orang yang hidup di kolong jembatan.

Realitas tidak sesuai dengan fantasiku. Ada tekanan dan rasa sakit yang tak pernah aku bayangkan. Pikiran selalu diiming-imingi kejahatan. Karakter orang-orang di sekitar telah berubah. Hati bersikukuh ingin diperlakukan spesial. Aku merasa telah mencapai apa yang aku inginkan di usia 17 tahun ini. Dan kelebihan itu menghancurkanku!

Memang, itu semua hanya bagian dari hidup. Tentu, ini sering kali merupakan masalah yang lebih baik untuk dimiliki. Tetapi terkadang, ini bisa lebih buruk!

Aku ingin setiap orang mencapai kekayaan dan ketenaran, hingga mereka tersadar, bahwa itu bukan jawabannya.

Pencapaian recehku di tahun 2020, barangkali ini menjadi tahun pertamaku dengan 80 persen waktuku hanya dihabiskan di rumah. Dan 50 persen di antaranya hanya memanaskan satu kursi dengan bokongku. Karena setiap membaca buku atau menulis, aku duduk di kursi yang sama. Sungguh aneh, bahwa ini menjadi sesuatu yang receh dan juga berharga. Siapa yang menyangka, bahwa duduk di kursi yang sama seharian telah membawaku pada pencerahan yang amat-sangat berharga.

Dan yang paling kusyukuri di tahun 2020, adalah keberhasilanku untuk berkenalan dengan filsafat. Awalnya aku cukup heran, mengapa ilmu seperti ini tidak dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Tetapi sedikit banyak aku memahami alasan itu.

Hanya beberapa bulan belajar filsafat, masa-masa 12 tahun belajar di pendidikan formal rasanya menjadi sesuatu yang sepele. Sungguh.

Filsafat membuka pikiranku tentang sesuatu yang selama ini aku hindari untuk dipikirkan. Rasanya aku baru saja dibawa keluar dari gua yang gelap, kemudian menatap kehidupan sesungguhnya yang beraneka ragam. Hidup memiliki jawaban yang tak terbatas.

Dan sesungguhnya, filsafat yang membuatku konsisten menulis; termasuk menulis 3 buku itu dan filsafat banyak menginspirasiku.

Aku kira pandemi akan menjadi sesuatu yang menjengkelkan. Tidak, ini seperti sebongkah mutiara yang jika tidak diambil cepat-cepat, kita kehilangannya. Di balik kekelaman tahun 2020, justru secara paradoksal, banyak menciptakan peluang-peluang baru yang tak ada di hari-hari biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun