Mohon tunggu...
Muhammad Rayhan Bustam
Muhammad Rayhan Bustam Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pemerhati Linguistik, bahasa, dan wacana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketiadaan Antonim Kata "Pemenang" Memengaruhi Lahirnya Identitas Negatif Bangsa

4 Oktober 2022   16:00 Diperbarui: 5 Oktober 2022   09:55 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelampiasan kekecewaan suporter Persebaya Surabaya seusai kalah dari RANS Nusantara FC saat pertandingan pekan ke-10 Liga 1 2022-2023 yang berakhir dengan skor 1-2 di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Kamis (15/9/2022) malam.(KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Dalam mengkomunikasikan kekalahan tidak memberikan pelabelan pada 'orang yang kalah'. Tapi menggantinya dengan ekspresi bahasa lain yakni dalam hal ini penggunaan kata kerja (verba). Dengan demikian menyelamatkan orang yang kalah tersebut dari rasa malu.

Akan tetapi ketiadaan padanan untuk lawan kata 'pemenang' bisa mengontruksi pola pikir bangsa Indonesia. Seperti yang dipaparkan oleh Wardhaugh bahwa bahasa mengontrol kita dalam mendeskripsikan sesuatu. Ketiadaan padanan lawan kata 'pemenang' menyebabkan tidak adanya konsep 'orang yang kalah' seperti halnya 'loser' dalam bahasa Inggris. 

Padanan kata Loser adalah 'pecundang'. Kata 'pecundang' memiliki konotasi negatif. Dengan kata lain 'orang yang kalah' memiliki konotasi negatif juga. Dampak positif dari konstruksi pola pikir ini adalah keinginan untuk selalu menjadi pemenang dan berusaha melakukan yang terbaik di setiap kompetisi.

Tetapi, di sisi lain, menimbulkan efek negatif jika kita hanya fokus pada kemenangan adalah sulit menerima kekalahan. Hal ini dapat terlihat dari kerusuhan yang terjadi karena tim sepak bola yang didukungnya kalah.

SIMPULAN

Dalam Bahasa Indonesia, tidak ada kata yang menjadi padanan bagi kata 'loser' dalam arti 'orang yang kalah' dalam sebuah pertandingan atau kompetisi. Padanan kata yang terdapat di kamus yakni 'pecundang' kurang tepat digunakan sebagai lawan kata 'pemenang'. Ketiadaan istilah ini disiasati oleh surat kabar dengan menggunakan ragam espresi bahasa lainnya.

Dalam hasil analisis terlihat bahwa untuk mengekspresikan 'orang yang kalah' lebih ditekankan pada kata kerjanya (verba) dan tidak secara langsung melabeli orang yang kalah tersebut. 

Tidak seperti halnya orang yang menang yang diberikan label 'pemenang'. Ketiadaan istilah ini dimungkinkan oleh adat kebiasaan orang Indonesia yang mengedepankan kesopanan dan kehati-hatian dalam berinteraksi dengan orang lain. Menunjuk hidung orang yang bersalah dianggap tidak etis dan dapat menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan. 

Jadi tidak adanya pelabelan terhadap 'orang yang kalah' bisa menghindarkan orang tersebut dari rasa malu dan mempertahankan keharmonisan di masyarakat.

Dampak positif dari tidak adanya istilah tersebut menyebabkan keinginan yang kuat untuk menang. Tetapi di sisi lain, ketiadaan istilah tersebut dapat menyebabkan kurangnya toleransi terhadap kekalahan, dan di bidang olah raga terutama sepak bola, hal inilah yang kerap menjadi penyebab awal terjadinya kerusuhan atau bentrokan antar suporter.

Muhammad Rayhan Bustam
Program Doktor Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun