Secara umum, Semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tanda. Kata semiotika diambil dari bahasa Yunani "semeion" yang mempunyai arti "tanda".Â
Adapun tanda itu sendiri menurut Charles Sanders Peirce dapat berupa simbol atau lambang yang mewakili sesuatu berdasarkan kesepakatan-kesepakatan (convention) baik secara disengaja maupun tidak disengaja.Â
Peirce juga mengungkapkan bahwa suatu hal yang dapat dilihat atau diamati dapat disebut sebagai tanda; dalam hal ini, dapat saja mengacu pada benda, gagasan, dan bahkan pikiran. Lebih lanjut, Peirce juga menelisik hubungan antara tanda-tanda dan penggunaannya, yang dikembangkannya melalui teori Semiotik-pragmatik.
Sekilas deskripsi semiotika di atas terkait erat dengan buku yang akan kita bahas, yakni sebuah buku yang cukup kontributif dalam menganalisis kajian semiotika yang dikemas dengan perspektif 'kekinian' karena menilik media siber atau internet yang saat ini sangat populer digunakan oleh masyarakat umum, yakni buku yang berjudul "Semiotik dan Kajian Wacana Interaktif di Internet".Â
Buku ini menawarkan kajian kualitatif yang bertumpu pada teori semiotik-pragmatik dari Peirce dan pendekatan Computer Mediated Discourse Analysis (CMDA) dari Herring. Pendekatan CMDA yang digunakan, semakin menunjukkan kentalnya perspektif 'kekinian' dalam buku ini, yang semakin memperjelas relevansi buku ini dengan permasalahan yang berkembang saat ini.
Buku yang membahas kajian tanda dan makna wacana interaktif di media berita siber ini bertujuan untuk menelusuri dan memperlihatkan proses demokratisasi yang berlangsung di Indonesia.
Istilah 'demokratisasi' sendiri merupakan sebuah proses pendemokrasian segenap rakyat; dalam konteks perkembangan internet dan media siber di Indonesia, jelas terlihat bahwasanya buku ini ingin memberikan gambaran mengenai fenomena meningkatnya budaya partisipasi masyarakat di media siber. Bentuk partisipasi, ekspresi, dan relasi masyarakat tersebutlah yang menjadi fokus pembahasan dalam buku ini.
Pendekatan analisis dan fokus permasalahan yang diangkat merupakan selling point buku ini, selain keunggulan lain yang terdapat di dalamnya. Keunggulan-keunggulan dimaksud adalah sebagai berikut:
- Keunggulan pertama adalah sistematika penyajian antar bab yang cukup ramah pembaca; di bab 1 dan bab 2 pembaca disuguhi hal-hal yang melatarbelakangi analisis kajian pada buku ini.Â
- Bab 1 memuat latarbelakang kajian bahasa lintas-disiplin yang merupakan jalan masuk hadirnya analisis di buku ini, sedangkan di bab 2 pembaca diberikan gambaran mengenai fokus masalah analisisnya, yakni demokrasi di ruang virtual. Berlanjut ke bab 3, pembaca diberikan gambaran tentang kerangka teori yang digunakan dalam analisis.Â
- Di bab terakhir yang merupakan bab pamungkas, bab 4, pembaca disuguhi analisis dan hasil dari kajian yang dilakukan. Runutan penyajian yang mengalir dan saling mendukung antar babnya ini membuat buku ini cukup mudah diikuti dan dipahami pembaca.
- Keunggulan kedua adalah bahasa dan penjelasan lugas di setiap babnya yang dilengkapi dengan teori yang bersumber dari pendapat para ahli. Hal ini tidak hanya menambah informasi dan pengetahuan pembaca, namun juga semakin meyakinkan pembaca akan validitas masalah, teori, dan kerangka analisis yang disajikan di buku ini. Â Â
- Keunggulan ketiga dan yang utama dari buku ini adalah hasil analisis yang cukup komprehensif disertai dengan penunjukan data yang relevan, serta pembahasan yang sistemik dan menghadirkan rekomendasi simpulan yang logis. Dua hal inilah, analisis dan pembahasan, yang dapat menghapus dahaga pembaca yang haus akan pengetahuan, konsep, dan kajian yang dekat dengan permasalahan yang berkembang saat ini, yakni media siber atau dunia internet.
Terlepas dari nilai plus dan keunggulan buku ini, tentu saja terdapat beberapa kekurangannya. Adapun kekurangan tersebut adalah sebagai berikut:
- Kekurangan pertama adalah penggunaan beberapa terminologi yang kurang konsisten. Sebagai contoh: penggunaan terminologi 'proposisi', yang muncul di bab 3 kerangka teori, menjadi 'proposisional' di bab 4 analisis. Walau hal ini mungkin tidak terlalu mengganggu karena mempunyai akar kata yang sama, tapi konsistensi terminologi dapat memudahkan pembaca dalam memahami konsep dan implementasinya di analisis.
- Kekurangan kedua adalah terdapatnya beberapa hasil analisis di bab 4 yang tidak terdeskripsikan secara jelas pada kerangka teori di bab 3. Sebagai contoh: di bagian analisis relasi, terdapat 4 (empat) jenis relasi yang ditemukan dalam analisis; sayangnya, jenis-jenis relasi ini tidak terdeskripsikan dengan baik di kerangka teori. Hal ini cukup menyulitkan pembaca untuk mengonfirmasi apakah temuan hasil relasi tersebut sudah valid seusai teori dan konsep yang ada atau tidak.
- Kekurangan ketiga adalah tidak adanya rekomendasi untuk penelitian lanjutan. Terkadang hal inilah yang ditunggu-tunggu pembaca yang tertarik akan kajian dan model analisis serupa kajian di buku ini. Memberikan pandangan kepada pembaca akan penelitian lanjutan seharusnya juga dapat menjadi selling point untuk buku ini. Â Â
Sebagai penutup, terlepas dari adanya kekurangan, buku setebal 122 halaman ini sangat direkomendasikan untuk dibaca, terutama bagi mahasiswa dan dosen untuk menambah pengetahuan dan keilmuan. Selain itu, buku ini juga direkomendasikan untuk dibaca oleh peneliti yang tertarik untuk mengkaji tanda dengan kajian semiotik-pragmatik, dan 'menguber' tanda & makna di media siber dengan pendekatan Computer Mediated Discourse Analysis (CMDA).
Identitas Buku: