Marxisme melakukan kritik tajam terhadap kapitalisme global. Teori ini memusatkan perhatian pada relasi kelas dan akumulasi modal, melihat bagaimana surplus nilai diekstraksi melalui struktur ekonomi yang tidak setara. Dalam kerangka Marxis, tatanan internasional bukan sekadar interaksi antarnegara, melainkan arena konflik kelas global. Artikel ini menguraikan gagasan utama Marxisme, dari teori surplus nilai hingga konsep imperialisme, ketergantungan, peran negara dan lembaga internasional, kritik terhadap neoliberalisme dan globalisasi, contoh kasus nyata, serta langkah-langkah menuju transformasi sistem.
1. Kapitalisme Global sebagai Sistem Eksploitasi Kelas
Marx sendiri mengartikan kapitalisme sebagai sistem di mana akumulasi modal bergantung pada eksploitasi tenaga kerja. Dalam skala internasional, logika ini meluas: negara-negara maju menjadi "borjuis global" yang mengekstraksi surplus nilai dari negara-negara berkembang. hal ini membuat negara berkembang menjadi kesulitan karena perdagangan barang primer bernilai tambah rendah dan impor barang manufaktur tinggi, pusat memanen keuntungan signifikan. Tambahan pula, perjanjian perdagangan tidak setara dan investasi asing langsung menempatkan negara pinggiran pada posisi tawar lemah, semua hal ini memperkuat dominasi ekonomi negara negara kapitalis dan menghasilkan ketergantungan struktural.
2. Imperialisme: Tahap Tertinggi Kapitalisme
Vladimir Lenin mengartikan imperialisme sebagai fase lanjutan kapitalisme, ketika perusahaan-perusahaan besar dan bank menciptakan kartel dan mencari zona ekspansi di luar negeri. Proses ini mencakup pendirian koloni, protektorat, dan intervensi militer demi mengamankan sumber daya murah, tenaga kerja murah, dan pasar baru. Contohnya, British East India Company di India dan VOC di Nusantara menggunakan keunggulan militer dan diplomasi hukum untuk menguasai wilayah. Imperialisme terintegrasi, memadukan kepentingan bisnis, politik, dan militer, untuk memastikan akumulasi modal berkelanjutan.
3. Teori Ketergantungan dan Underdevelopment
Pada tahun 1960 han, para peneliti seperti Ral Prebisch dan Andre Gunder Frank mengembangkan teori ketergantungan, teori ini menyatakan bahwa negara berkembang tidak menjadi terbelakang secara alami, melainkan mereka dipaksa menjadi penyedia komoditas primer oleh negara negara kapitalis. Analisis world-systems oleh Immanuel Wallerstein menegaskan klasifikasi negara menjadi pusat, semi-perifer, dan perifer. Negara perifer terjebak dalam ekspor bahan baku dan impor barang jadi, menimbulkan fluktuasi pendapatan dan kegagalan mendiversifikasi ekonomi. Lembaga-lembaga internasional sering memperkuat pola ketergantungan ini melalui syarat pinjaman dan kebijakan austerity.
4. Peran Negara dan Lembaga Internasional
Marxisme melihat negara hanya sebagai alat yang digunakan oleh para penguasa atau oligarki yang ada di wilayah tersebut, dan bukan sebagai penengah yang netral. Petinggi negara naik menggunakan jalur diplomasi, kebijakan fiskal, dan kekuatan militer untuk melindungi kepentingan korporasi nasional di luar negeri. Sementara itu, lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO berfungsi sebagai aparat teknokratis yang memaksakan kebijakan neoliberal privatisasi, deregulasi, dan liberalisasi perdagangan sebagai kondisi bantuan. Kondisi ini sering memicu resistensi domestik, tetapi memperkuat hegemoni ekonomi global yang menguntungkan investor besar.
5. Kritik Marxis terhadap Neoliberalisme dan Globalisasi
Neoliberalisme sendiri mempromosikan pasar bebas dan minimalisasi peran negara, namun bagi para Marxis hal ini sebenarnya memperdalam dan memperluas ketimpangan yang ada. Privatisasi layanan publik memarginalkan kelompok rentan, sementara deregulasi keuangan membuka celah krisis yang terbukti pada krisis Asia 1997 dan krisis global 2008. Liberalisasi perdagangan tanpa proteksi industri lokal meruntuhkan manufaktur di banyak negara berkembang. Globalisasi ekonomi menciptakan rantai nilai internasional yang memusatkan keuntungan di tangan segelintir kapital besar, meninggalkan buruh dan komunitas pinggiran dalam kondisi rapuh.