Serangan Rusia terhadap Ukraina memasuki hari ke-delapan. Rusia tetap bersikukuh akan terus melancarkan apa yang Presiden Vladimir Putin sebut sebagai operasi militer khusus hingga tercapainya tujuan mereka.
Berita yang tampaknya kurang mengejutkan datang dari Suriah. Presiden Bashar al-Assad dalam panggilan telepon dengan mitranya dari Rusia, Putin, mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina adalah koreksi sejarah.
Selain pujian yang diberikan tersebut, Bashar al-Assad juga menyebut bahwa invasi Rusia merupakan upaya pemulihan keseimbangan dalam tatanan global.
Menurut laporan, Bashar al-Assad berbicara kepada Putin sehari setelah pasukan Rusia menginvasi Ukraina dengan skala besar. Tak ketinggalan juga, atas nama bangsa Suriah, Bashar al-Assad akan terus mendukung langkah Rusia.
Sementara, dilaporkan bahwa produsen minyak OPEC+, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Rusia di dalamnya, sepakat untuk tetap pada rencana mereka pada kenaikan produksi moderat dan mengabaikan krisis Ukraina. Â
Meskipun hanya dua berita yang dikutip, agaknya dapat dicerminkan bagaimana reaksi negara-negara Timur Tengah bersikap terhadap konflik Rusia-Ukraina. Lalu menjadi menarik untuk diketahui lebih dalam sejauh mana keterlibatan Rusia terhadap kawasan Timur Tengah sehingga memunculkan tiga reaksi tersebut, walaupun nyatanya tidak dapat mewakili semua negara di kawasan ini.
Mengutip argumen Talal Nizameddin, pemegang gelar ilmu hubungan Rusia-Arab, mengatakan bahwa kebijakan Moskow terhadap Timur Tengah pada akhir 1990-an bertujuan untuk memastikan stabilitas, meminimalkan pengaruh Amerika Serikat, dan memungkinkan akses yang adil ke perdagangan dan hubungan ekonomi secara umum.
Dalam kalkulus ini, beberapa negara tampak lebih besar dari yang lain: Turki, Iran, dan Irak dianggap paling layak mendapat perhatian Rusia; sementara Suriah, Israel, dan Arab Saudi terletak pada tingkat kedua.
Timur Tengah sebagian besar tetap tidak terpengaruh oleh gelombang liberalisasi politik yang melanda dunia setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991.
Moammar al-Gaddafi terus memerintah Libya, Saddam Hussein memerintah Irak, dan putra Hafez al-Assad, Bashar, mewarisi kekuasaan di Suriah. Konflik Israel-Palestina tetap menjadi perhatian utama Dunia Arab, dan Yasser Arafat masih mengendalikan PLO.