Mohon tunggu...
Muhammad Hafizh Muchfarild
Muhammad Hafizh Muchfarild Mohon Tunggu... Mahasiswa - bukan mahasiswa lagi

Dulu mahasiswa, sekarang.....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ditengah Kurikulum Merdeka, Masih Pantaskah Kita Mempertanyakan Kinerja dan Loyalitas Guru?

2 April 2023   12:08 Diperbarui: 2 April 2023   12:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya merasa bahwa kegagalan seorang peserta didik merupakan kesalahan dari metode pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Bahkan sampai ada istilah jika dalam suatu kelas seluruh siswa tidak memahami materi yang diberikan oleh guru, maka guru tersebut gagal dalam memberikan pengajaran yang baik bagi siswanya. Namun, jika hanya terdapat beberapa orang saja yang tidak memahami materi tersebut maka kesalahan ada pada siswa tersebut. Apakah hal ini benar? Dan sebegitu dominankah seorang guru dalam menentukan keberhasilan seorang peserta didik? Dan siapa atau darimana istilah ini tercetus?

Selama 12 tahun saya menjalani proses pembelajaran dikelas sebagai seorang peserta didik. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekarang saya masih menjadi seorang peserta didik, saya sering kali mendengar kalimat tersebut. Pernyataan ini selalu saya dengar, baik itu terlontar dari ucapan para siswa maupun wali murid. Tidak ada yang tahu pasti kapan kalimat ini tercetus, yang pasti kalimat ini seolah-olah menjadi bentuk ekspresi kekesalan mereka yang gagal pada sebuah kelas.

Bagi saya, hal ini cukup mengganggu. Lantaran mereka seperti beranggapan bahwa guru adalah sesosok mahkluk yang sempurna bahkan setara tuhan yang bisa memberikan keajaiban untuk merubah seorang anak yang dititipkan kepadanya dalam waktu satu tahun. Menurut saya, ini merupakan hal yang janggal jika dilihat dari sudut pandang lain. Sebagai mahkluk social, manusia diberikan akal dan nafsu yang mampu mempengaruhi setiap tindakan yang akan diambil olehnya. Jika akal dan nafsu ini dapat dikendalikan maka, hal positif tentunya akan dapat dengan mudah dicapai dan begitupun sebaliknya.

Kurikulum meredeka merupakan sebuah program andalan dari Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, yang berujuan untuk memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. Dengan tujuan untuk menggali potensi terbesar para guru-guru sekolah dan murid serta meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri.

Artinya, disini tidak berperan secara dominan dalam meningkatkan kualitas siswanya. Mereka memberikan pengajaran dan pendidikan sebagai mana mestinya melalu berbagai media yang dan disesuaikan dengan kebutuhan siswanya.

Saat hal tersebut sudah dilaksanakan dan dilakukan secara maksimal, masih pantaskah kita menyebut bahwa itu merupakan kegagalan dari guru tersebut? Atau ini ada kesalahan juga dari siswanya? Apakah orang tua tutup mata akan perannya dan ikut menyalahkan guru? Dan para pemerhati pendidikan berkoar-koar memberikan saran dengan secara tidak langsung ikut menyalahkan kinerja guru juga?

Dalam hal ini, seringkali ditemui orang tua atau wali murid itu menitipkan anaknya kepada guru disekolah untuk didik dengan baik. Artinya, guru diberikan amanah selama 3-6tahun untuk mendidik seorang siswa. Ingat, seorang siswa. Bayangkan jika ada 100 orang siswa dalam satu angkatan dan terdapat 25 orang guru dengan amanah yang sama. Secara logika, 4 orang siswa menjadi tanggung jawab penuh 1 orang guru selama disekolah dalam kurun waktu 3-6 tahun. Apakah bisa keseluruhan siswa memperoleh ilmu pengetahuan yang setara? Tentu tidak.

Ada beberapa faktor lain yang mampu mempengaruhi hal tersebut. Dengan faktor tersebut jugalah, pengetahuan seorang siswa berbeda-beda. Dalam waktu yang disediakan untuk menempuh wajib belajar, terdapat 12 tahun lamanya. Dalam 12 tahun itu juga, guru tidak mengontrol secara menyeluruh seluruh aktifitas siswanya. Baik itu selama masa liburan dan setelah mereka pulang sekolah. Apakah ia akan mendalami materi secara mandiri? Bermain gadget miliknya? Tidur selama liburan? Atau bahkan menghabiskan waktu untuk berleha-leha diluar rumah? Guru tidak ada kendali untuk itu.

Bagi siswa itu sendiri, mereka juga bisa mengenali kekurangan dan kelebihan mereka khususnya pada dunia pendidikan. Sebab, hanya merekalah yang dapat mengatasi kelemahan dan kelebihan tersebut. Bagaimana cara mereka memanfaatkan kelebihan yang dimiliki untuk menutupi kelemahan mereka. Guru pastinya memahami mengenai potensi yang dimiliki siswanya. 

Namun, guru tidak memliki kendali penuh atas hal itu. Guru hanya menjadi motivator dan pemberi masukkan mengenai apa yang harus dilakukan oleh siswa untuk menutupi kekurangannya itu. Sisanya diserahkan kepada siswa itu sendiri, apakah ia ingin melaksanakan atau tidak saran yang diberikan tadi.

Dengan begitu, perlu adanya kontrol dari orang tua juga dalam mengawasi pendidikan anaknya. Memang sih, pada dasarnya orang tua telah memberikan amanah kepada guru untuk membimbing anaknya dalam pendidikan. Namun, orang tua masih memiliki kendali penuh atas anaknya. Mereka bisa memberikan bantuan berupa masukkan dan pendalaman materi lagi dirumah. Sehingga, mereka juga dapat mengetahui perkembangan dan kemajuan pendidikan anaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun